webnovel

Epilog to Begin

|Beberapa tahun kemudian|

|Kediaman Keluarga Luke|

Di dalam Perpustakaan Luke Scientia, Mavis duduk pada sebuah kursi seraya membaca sebuah buku besar di pangkuan. Pada meja jadi di depannya, tersaji stoples kue kering dan teh herbal yang masih hangat. Sebuah vas berisi Bunga Saliyah menghiasi mejanya, menandakan musim semi yang sudah masuk pertengahan.

Wanita itu menggulung rambut pirangnya ke atas, dan menggunakan sebuah tusuk konde dengan pernik kristal merah kirmizi. Di dalam perpustakaan yang memiliki dua belas lantai tersebut, dirinya ditemani oleh pelayan pribadinya, Fiola. Rak-rak buku berjejer rapi dari lantai satu sampai lantai terakhir, terdiri dari berbagai buku pengetahuan umum sampai buku sihir langka.

Lantai keramik marmer dengan ukiran simbol-simbol kuno, dinding berpola Rune, dan atap kubah yang memiliki bentuk garis lingkaran sihir, semua itu berada dalam kesatuan struktur untuk mempertahankan keberadaan Roh Agung yang tinggal di dalamnya. Tidak jauh dari Mavis duduk ditemani Fiola yang berdiri di belakangnya, terlihat seorang perempuan berpakaian serba hitam melayang-layang di udara.

Perempuan rambut biru panjang lurus itu adalah Vil, ia terlihat seperti sedang berkabung dan memakai cadar hitam menutupi sebagian wajahnya. Sudah lebih dari empat tahun sejak Roh Agung tersebut pergi dari Dunia Astral dan tinggal di perpustakaan di kediaman Luke itu. Sejak apa yang terjadi dan dirinya kehilangan semuanya karena serangan iblis yang dengan misterius bisa dengan bebas bergerak di Dunia Astral, perempuan itu benar-benar melayani Mavis di perpustakaan.

"Vil ..., tolong ambilkan buku Dasar Pendulu Kehidupan di lantai lima, rak ke-23, larik teratas ...."

Mendengar perkataan Mavis, segera Vil melayang menuju lantai lima untuk mengambil buku yang diinginkan wanita rambut pirang itu. Mendapat buku yang dicari, segera perempuan bergaun hitam itu melayang turun dan memberikan buku pada Mavis.

"Terima kasih." Mavis menerima bukunya, lalu meletakkan yang sudah dibaca ke atas meja. Melihat wajah wanita itu, sesaat Vil memasang merasa heran dan sedikit sedih. Ia berpijak pada lantai dengan kaki tanpa alas, lalu ikut duduk pada kursi di meja yang sama dengan Mavis.

"Mavis ..., bukannya dirimu sudah meraih impianmu menjadi Ibu? Kenapa engkau terlihat sedih seperti itu?"

Pertanyaan itu membuat Mavis sesaat tersentak. Sekilas tatapan tajam terasa dari Fiola yang berdiri di belakang wanita itu. Menumpuk buku yang hendak di baca ke atas meja, wanita rambut pirang itu menjawab, "Itu sama seperi kau tidak merasa bahagia saat mendapat kakimu."

Vil bingung mendapat jawaban itu. Setahu dirinya, Mavis mencapai impiannya menjadi seorang Ibu dengan tanpa masalah. "Apa Tongkat Veränderung membawa efek buruk padamu? Apa engkau menyesal karena itu?" tanya Vil dengan tatapan sendu yang terlihat di antara rambut poni dan cadar.

"Bukan itu ...." Wanita bergaun putih tersebut memasang wajah sedikit muram, sejenak memalingkan wajah dan merenung. Fiola yang berdiri di belakang Mavis memegang pundak majikannya seraya berkata, "Jangan terlalu anda cemaskan, Nyonya. Yang penting anda harus menjaga kesehatan ...." Vil menatap datar saat Huli Jing berpakaian kimono hitam itu berkata demikian.

Seperti yang dikatakan Vil, Mavis sudah menjadi Ibu sejak dua tahun yang lalu. Dengan menggunakan fungsi khusus pada Tongkat Veränderung, penyihir itu mengubah struktur rahimnya sendiri yang rusak dan memperbaikinya. Menggunakan cara seperti itu Mavis Luke bisa mendapat hak yang seharusnya bisa didapat semua wanita di dunia, yaitu memiliki anak bernama Odo yang lahir awal musim semi dua tahu lalu.

Meski impiannya tercapai dan sudah memiliki anak, perasaan aneh menguasai benak wanita tersebut. "Aku ..., hasrat Maternal tidak terasa padaku ...," ucap Mavis dengan tatapan sedih. Dirinya meski sudah melahirkan anak yang ditunggu-tunggu, tetapi rasa dan hasrat keibuan seperti ingin menyusui, merawat, dan mencintai anaknya tidak bisa muncul. Pada kenyataannya, Mavis bahkan hanya menyusui Odo satu kali saja pada saat pertama kali lahir dan seterusnya anaknya tersebut hanya diberikan susu sapi hangat.

Mavis tidak pernah lagi menggendong putranya, memberikan kasih sayang layaknya seorang ibu, ataupun hanya sekedar mengusap kepala anak yang telah dilahirkannya. Menatap dengan sedih, Mavis berkata, "Kenapa aku tidak bisa tulus mencintai anakku, Vil? Apa itu efek dari Tongkat Veränderung? Cinta ibu ... tidak bisa kuberikan padanya ...."

"Setahuku, tongkat itu tidak memiliki efek semacam itu memang .... Tongkat Veränderung hanya bisa mengubah satu objek sekali saja. Engkau sudah menggunakannya untuk memperbaiki rahimmu ..., dan juga karena itu bukannya engkau tidak bisa menghilangkan kutukan dengan alat sihir itu?"

Mavis hanya mencari alasan untuk menenangkan dirinya. Memang benar, rasa keibuan yang tidak ada dalam dirinya adalah salahnya sendiri. Ia tidak pernah mencintai orang lain selain Dart, dan pada tingkat ekstrem dirinya bahkan tidak bisa memberikan kasih sayang yang layak sebagai seorang ibu.

Fiola segera berdiri di samping Mavis, berlutut menghadapnya seraya berkata, "Jangan terlalu dipikirkan, anak anda memang sedikit berbeda .... Jujur, tidak aneh kalau Nyonya sedikit enggan memberikan rasa kasih sayang padanya." Menoleh ke arah perempuan rambut cokelat kehitaman tersebut, rasa ragu dan keinginan untuk percaya bercampur aduk. Mavis sediri tahu kalau perasaan tidak bisa dipaksa. Fakta bahwa dirinya tidak bisa mencintai anaknya sendiri layaknya seorang ibu adalah kenyataan yang tidak bisa terbantah dalam benaknya.

.

.

.

Pada hari lainnya, saat malam sudah menggantikan pagi. Di saat sebagian besar penghuni Mansion pergi melakukan pengumpulan bekal untuk ekspedisi ke Dunia Astral demi mencari obat untuk Mavis, dirinya berjalan di lorong tanpa ditemani oleh siapa pun. Wanita tersebut mengenakan gaun abu-abu berlengan panjang dengan hiasan renda, serta selendang merah yang melingkar pada tubuh.

Saat Mavis memikirkan apa yang hendak dilakukan Dart demi mencari cara menghilangkan kutukan pada dirinya, langkah kaki wanita rambut pirang itu terhenti. Rasa bersalah menguasai, dirinya berasa seperti orang terjahat di dunia. Meski telah banyak berbohong, tetapi rasa puas tidak pernah mengisi dirinya dan malah rasa bersalah menguasai benak.

Membuka jendela pada lorong, wanita rambut pirang itu melihat keluar dan sesaat menikmati sejuknya angin malam. Bunga Saliyah dan taman herbal bergoyang tertiup angin, seakan melambangkan dirinya yang terbawa ke sana kemari oleh hasrat dalam benak. Menghela napas kecil, wanita itu kembali menutup jendela dan hendak kembali ke kamarnya sendiri.

Tetapi saat aka melangkahkan pergi, dirinya langsung terbelalak saat melihat hal yang ganjal di persimpangan lorong. Tersorot cahaya kristal yang digantung pada dinding, seorang anak yang usianya baru genap dua tahun itu berjalan tertiti dan sesekali terjatuh. Mavis menelan ludah, ia benar-benar memastikan kalau putranya tersebut sangatlah aneh.

"Kenapa dia ...."

Rasa penasaran membuat Mavis membuntuti anaknya tersebut. Sesekali rasa khawatir terasa saat Odo terjatuh. Tetapi melihat anak itu kembali bangun dan berjalan, rasa kagum serta bangga muncul dalam benak Mavis. Tanpa dirinya sadari, rasa keibuan memang ada dalam benaknya. Ia hanya tidak menyadari hal tersebut dan belum bisa peka akan perasaan indah itu.

Saat anaknya sampai di dapur, Mavis mengintip dari balik pintu apa yang dilakukan putranya itu. Odo memanjat kaki meja dan naik ke atas. Mengambil beberapa keju di keranjang, anak berambut hitam itu mengendus dan langsung memasang wajah ingin bersin saat mencium aroma menyengat dari hasil fermentasi susu tersebut.

"Uwaa~!!" Odo menapak keju dengan kedua telapak tangannya. Menjilat telapak tangan berlumur keju, anak itu menikmati makan malam yang sebenarnya akan digunakan untuk membuat sarapan besok pagi.

Menghabiskan satu potong keju di atas keranjang rotan bertutup daun pandan itu, Odo meloncat-loncat girang di atas meja. Tanpa Mavis sadari, Ia tersenyum melihat tingkat lucu putranya tersebut.

Tiba-tiba Odo terdiam dengan posisi mengangkat kedua tangannya. Segera turun dari atas meja dengan cara yang sama seperti saat naik, anak itu langsung berjalan keluar dari dapur. Segera Mavis bersembunyi, lalu kembali mengamati putranya itu. Mengikuti Odo, ternyata anak itu tidak kembali ke kamarnya. Anak berambut hitam tersebut malah pergi ke luar dan duduk di dekat kebun bunga yang pada musim itu ditanami Saliyah.

Memetik beberapa bunga, Odo merangkai sebuah tiara dengan bunga Saliyah. Mengenakannya, anak itu naik ke bangku taman dan duduk seraya melihat gugusan bintang. Mavis yang melihat dari balik tiang teras dipenuhi rasa bingung. "Untuk apa Odo pergi ke situ?" gumamnya.

Tidak selang waktu satu jam, Odo beranjak dari taman. Kali ini anak itu tidak mampir ke tempat lain, Ia langsung pergi menuju kamarnya sendiri. Berdiri di depan kamar, anak itu terlihat bingung karena pintu tertutup. Mavis yang mengamati dari kejauhan penasaran dengan cara anak itu membuka pintu yang tertutup.

Seakan tidak kehabisan akal karena tidak bisa meraih hendel pintu, anak itu melepas kaos longgar yang dikenakan dan melemparnya ke hendel untuk mengaitkan. Terkait dengan benar, Odo menarik pakaian dan secara otomatis hendel juga tertarik ke bawah, pintu pun terbuka.

"Oooooh!" Mavis terkejut saat anaknya melakukan hal seperti itu.

Melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan, Odo berjalan masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya kembali dengan cara yang kurang lebih sama seperti tadi. Selang beberapa menit, Mavis memutuskan untuk melihat anaknya di kamar. Ia masuk, lalu melongok Odo yang tertidur di keranjang mengenakan tiara bunga di kepala.

"Anak ini ...." Senyum nampak pada wajah wanita itu, keinginan untuk memeluk anaknya mulai terasa dalam benak. Tetapi saat mengingat betapa tidak pantasnya dirinya sebagai seorang Ibu, Mavis niat itu berusa ditahan. Wanita itu sadar, rasa tidak bisa mencintai Odo layaknya seorang ibu memang muncul dari rasa bersalah dalam dirinya. Hal itu bukan karena Odo anak yang aneh atau semacamnya, tetapi hanya Mavis tidak merasa pantas sebagai seorang ibu.

Mengelus kepala putranya, Mavis berkata, "Maafkan bunda, putraku .... Tidak bunda sangka ternyata masih saja bisa canggung seperti ini meski sudah berumur ..., apalagi dengan anak sendiri ...."

Sebelum meninggalkan kamar, Mavis mengangkat Odo dan mencium keningnya. Untuk pertama kali sejak putranya lahir, wanita rambut pirang itu baru merasa kalau anak yang ada dalam timangannya memang anaknya dengan Dart. Kebahagiaan seorang Ibu, hal seperti sifat Maternal tidak ada kaitannya pada apa yang dirasakan olehnya. Sesuatu seperti itu tidak cukup untuk menggambarkan rasa kasih yang tumbuh cepat pada diri Mavis.

========================

Catatan: Terhubung sudah dengan CH 00 Re:START/if