Dita berlari menyusuri lorong rumah sakit, setelah Andara menghubunginya jika keadaan Algar memburuk, Dita langsung menuju rumah sakit dan menitipkan Lidya pada Dion.
Dita melihat para dokter yang berlalu lalang dan keluar masuk ruang ICU. Dita menghampiri Andara, perempuan itu sepertinya habis menangis karena matanya terlihat bengkak.
Dita menyentuh bahu Andara. Andara langsung memeluk Dita dan menumpahkan semua kesedihannya di pelukan wanita itu. Andara sangat panik dan takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dita terus berdoa untuk keselamatan Algar, wanita itu tidak mungkin kuat jika harus kehilangan Algar secepat ini.
"Mama!" teriak Lidya dari arah belakang. Dita menoleh, wanita itu mendapatkan Lidya dan Dion yang datang menyusulnya. Dita menghapus sisa-sisa air matanya. Dion menghampiri Dita dan Andara yang masih larut dalam kesedihannya.
"Gimana keadaan Algar?" Dita menggeleng kecil.
"Belum ada kabar dari dokter, mereka masih memeriksa keadaan Algar." Dion mengangguk kecil. Lelaki itu melihat banyaknya dokter yang mengelilingi putranya dari balik kaca ruang ICU. Dion menghembuskan napasnya berat.
Beberapa menit berlalu, seorang dokter keluar dari ruang ICU untuk menemui keluarga Algar. Dita langsung menghampiri dokter tersebut dengan panik, wanita itu takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada putranya.
"Bagaimana keadaan putra saya, dok?" Dokter tersebut melepas masker bedahnya kemudian menyunggingkan senyum kecilnya.
"Keadaan pasien sudah normal. Pasien juga sudah melewati masa komanya, sedari tadi pasien terus memanggil nama 'Andara', apa dia ada di sini?" Dita menoleh ke arah Andara.
"Ada, dok," jawab Dita dengan lega. Syukurlah Algar tidak mengalami koma yang terlalu lama.
"Syukurlah kalau begitu. Lebih baik biarkan pasien berbicara dengan 'Andara' terlebih dahulu." Dita mengangguk kecil.
"Baik, dok. Terima kasih."
♡♡♡
Andara berlari memasuki ruang ICU. Dita bilang, Algar sudah melewati masa komanya dan kini lelaki itu telah siuman. Andara menatap mata Algar yang masih terlihat sayu, Andara mengusap surai Algar dengan lembut.
"Gue pikir ... gue gak akan ngeliat lo buka mata lagi ...," lirihnya sambil terisak. Algar mengulurkan tangannya perlahan untuk menyentuh pipi kekasihnya itu guna menghapus air mata yang perlahan mulai berjatuhan.
"Lo ... tau? Gue bisa denger jeritan lo ... itu ngebuat gue ... ngerasa sakit banget. Gue gak mau ... lo nangis lagi. Gue gak akan ninggalin lo ... gue udah janji, kan?" ucap Algar tertatih seraya terus menghapus air mata yang mengalir di pipi Andara, sementara perempuan itu semakin tidak bisa menahan tangisnya.
"Gue takut ..." Algar tersenyum kecil.
"Ketakutan lo itu ... gak akan pernah terjadi." Algar mengambil tangan kanan Andara kemudian menciumnya. Andara sedikit terkejut dan isakannya perlahan mereda.
Algar menatap lensa Andara sangat lama, sampai akhirnya deheman Dita membuat keduanya menoleh. Andara membiarkan Algar berbicara dengan mamanya terlebih dahulu. Hingga 20 menit kemudian, Andara harus kembali ke rumahnya, pasti bundanya sangat khawatir padanya.
Keesokan harinya, Algar telah dikeluarkan dari ruang ICU dan dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Rio dan Revan datang untuk menjenguk Algar karena katanya, Algar telah melewati masa komanya dan telah siuman.
"Gue pikir lo bakal mati," cetus Rio bercanda. Algar berdecih mendengarnya.
"Gue gak akan mati sebelum lo yang mati duluan," balas Algar tak terima.
Sementara Revan, lelaki itu hanya tersenyum kecil kala melihat Rio dan Algar bertengkar karena masalah sepele, karena baginya, tanpa kerusuhan mereka berdua hari-harinya tidak akan menyenangkan. Jadi Revan sudah biasa dengan itu semua.
"Untung aja pelaku tabrak lari lo udah ketangkep." Algar menoleh ke arah Revan.
"Pelaku? Siapa?" Revan terdiam sejenak.
"Elvan. Dia yang udah buat rem lo blong dan dia juga yang udah nabrak lo." Algar menaikkan satu alisnya.
"Elvan? Lo tau dari mana tentang dia?"
"Andara udah cerita semuanya ke kita," jawab Rio. Algar terdiam sejenak, apakah ada sesuatu yang berubah ketika dirinya mengalami koma?
"Setelah lo dinyatakan koma, Andara terus diganggu sama Elvan. Waktu gw sama Revan mau minta maaf ke Andara dan dateng ke rumahnya, kita kaget karena Andara kelihatan ketakutan di hadapan Elvan. Kita mutusin buat nolong Andara. Akhirnya Andara nyeritain semuanya ke kita dan minta bantuan kita untuk menjebak Elvan. Pada akhirnya, Elvan berhasil ditahan di kantor polisi," jelas Rio membuat Algar terdiam. Algar mengepalkan tangannya, lelaki brengsek itu benar-benar tidak ada habisnya. Syukurlah sekarang sudah berakhir.
"Makasih ... karena udah nolongin Andara."
♡♡♡
Andara terus memandangi punggung tangannya yang entah kenapa masih terasa hangat, kalian tahu? Algar mencium tangan Andara! Astaga, Andara pun terkejut dengan perlakuan itu. Dasar lelaki aneh, bangun-bangun langsung mencium tangannya.
"Kenapa ngeliatin tangan mulu, sayang?" Andara sedikit terkejut karena bundanya tiba-tiba saja bersuara. Andara menggeleng kecil dan menyembunyikan tangannya.
"Gak ada apa-apa kok, bun." Bunda Andara tersenyum kecil kemudian bergegas menuju dapur untuk membuat makan malam keluarganya.
"Aku bantu ya, bun," lanjut Andara langsung menyusul bundanya menuju dapur. Andara membantu bundanya menyajikan makanan di meja makan.
Sementara Algar berusaha turun dari bangkarnya, lelaki itu membuka gorden yang menghalangi pemandangan rembulan. Algar menatap bintang yang bersinar terang disertai sinar rembulan.
Jika Elvan benar-benar sudah ditahan, apakah ini pertanda baik untuk hubungannya dengan Andara? Apa ancaman Elvan akan benar-benar berakhir di sini? Apa Elvan benar-benar pelaku di balik kecelakaan itu?
Entahlah. Algar tersenyum kecil berusaha melukan semua itu. Akhirnya Algar tidak perlu bersembunyi lagi ketika ingin berbicara dengan Andara. Tiba-tiba saja Algar teringat dengan sosok Tasya, kira-kira bagaimana kabar perempuan itu? Algar tidak melihatnya sedari tadi.
Sepertinya pikiran Algar sudah teracuni oleh Andara sehingga lelaki itu melupakan Tasya. Algar terkekeh kecil. Jika Rio dan Revan sudah akrab dengan Andara, bagaimana dengan Tasya? Ah, Algar sangat penasaran dengan itu.
Algar menatap jam dinding, pukul 02.00 dini hari. Sepertinya Algar harus kembali beristirahat untuk memulihkan tubuhnya. Kepala Algar memang masih terasa sedikit sakit, badan-badannya juga masih lumayan sakit. Algar kembali menaiki bangkarnya.
Algar menatap pergelangan tangannya, rasanya hangat seperti tangan Andara yang ia genggam. Algar tersenyum kecil. Rasanya Algar ingin cepat-cepat menemui Andara besok. Entah kenapa dirinya sangat rindu dengan sosok misterius itu.
"Rindu kesumat, merajalela di batas angkuh yang mengunci bibir untuk bertanya tentangmu, apakah kau mengecap rasa yang sama? Andai saja," monolognya.
Algar sangat penasaran dengan hari-hari selanjutnya yang akan ia jalani bersama Andara. Perempuan itu sungguh menarik, perempuan itu membuat Algar merasakan masa putih abu-abu yang berbeda dari kebanyakan orang. Algar bahkan tidak menyangka jika masa SMA-nya akan jadi seperti ini.
Semua berubah hanya karena seseorang. Seorang perempuan yang sangat misterius, bernama Andara Kyra Meisie.