"Janji kita bakal temenan aja?"
"Ya, gue janji."
Riku dan Tori (panggilan akrab Historia) mengaitkan jari kelingking mereka satu sama lain. Bersumpah bahwa tidak akan ada hubungan romantis di antara mereka, dan hubungan mereka hanyalah sebatas persahabatan.
Namun, tetap saja tidak ada orang yang percaya akan hal tersebut.
Riku dan Tori telah mengenal satu sama lain sejak SMP. Saat itu, mereka sekelas. Tapi waktu di SMA mereka beda kelas. Tori masuk IPA, Riku masuk IPS. Walaupun begitu, mereka tetap dekat. Banyak teman yang menganggap mereka jadian, tapi tidak diacuhkan oleh mereka berdua.
Riku adalah cowok pemalu yang kreatif dan cerdas. Dia suka menggambar dan juga menulis, pendengar yang baik, dan tertarik sama hal-hal berbau ilmu sosial. Sedangkan Historia suka bergaul, penolong, altruistik, dan tertarik sama ilmu kedokteran.
Tibalah saat kelulusan SMA. Riku dan Tori harus bener-bener pisah sekolah kali ini. Tori diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia jurusan Keperawatan, sedangkan Riku kuliah dua jurusan: Desain Komunikasi Visual sekaligus Psikologi di Binus University. Riku juga ikut kursus bahasa Inggris di LIA untuk mempertajam kemampuan menulisnya.
Tori dan Riku sempat menjauh satu sama lain karena kesibukan mereka walaupun masih suka kontak seenggaknya seminggu sekali.
Mereka lulus pas umur 23, dan Riku ngejar S2 Psikologi di Universitas Atma Jaya. Dia lulus di umur 25.
Akhirnya Riku dan Tori berhasil mencapai pekerjaan impian mereka. Riku jadi psikolog sekaligus freelance sebagai jurnalis merangkap ilustrator di sebuah perusahaan media terkenal. Sedangkan Tori jadi perawat di salah satu rumah sakit besar di Jakarta: RS Harapan Kita.
Menapak umur ke-27, mulailah keluarga bertanya kapan Tori nikah dan siapa pacar Riku. Bahkan banyak juga yang nanya kapan Riku dan Tori nikah dan bilang percuma mereka pura² temenan terus.
Sampai suatu hari, Riku dan Tori makan di sebuah restoran mahal di Ritz-Carlton Hotel, SCBD. Mereka mojok di tempat sepi, dan kebetulan udah close order.
"Tor, ini udah saatnya gue bilang yang sebenernya ke lo. Kita udah 15 taun temenan, dan gue rasa ini waktu yang tepat."
"Iya, Rik. Apa itu?"
"Gue...
Hhhhh...
Hekkk...
UHUK!!!"
Tak sempat Riku melanjutkan perkataannya, tiba-tiba dia kesulitan bernapas. Dia mencengkeram dadanya, batuk² dan terlihat kesakitan.
"Riku!?" Tori bangkit dari kursinya dan menghampiri Riku, menggenggam pundaknya. Dia langsung tahu, asma Riku kumat. Padahal Riku udah gak pernah kumat sejak kelas 3 SMP.
Riku merogoh kantongnya, dan ternyata dia tidak membawa inhalernya.
Bersambung