Kematian tidak dapat ditolak oleh siapa pun. Tua, muda, bahkan bayi baru lahir pun, tak luput dari proses kematian. Aku masih menangis di ruang tunggu, depan kamar ICU Erna dan Mitta. Tepukan pundak membuatku menoleh, ternyata Azam yang berdiri di sampingku.
Spontan aku menangis di pelukannya saat Azam duduk, aku sudah tidak mengingat di mana Mas Bo'eng dan juga Fito.
"Kita bantu doa untuk mereka, ya. Jangan terlalu ditangisi, kasian Erna dan Mitta nantinya." Azam mengelus kepalaku. Ada ketenangan dan juga damai mengalir perlahan.
Aku melepaskan pelukanku, harusnya aku tidak boleh bersikap seperti itu. Apalagi di tempat umum seperti ini.
"Maaf, aku meluk kamu."
"Gak apa-apa. Oh, ya, tadi di depan aku ketemu sama Mas Arka—hanya Azam yang memanggil nama sebenarnya Mas Bo'eng—lagi main sama Fito di taman."
Tadi sebelum berangkat ke rumah sakit ini, aku sempat mengirim pesan pada Azam kalau Erna kecelakaan.
"Oh, iya, Zam. Kemarin aku lupa, maaf, ya."
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com