Agatha merasa bahwa dia bukanlah dirinya .
mimpi yang sama yang selalu menghantuinya .
membuat nya bertekad untuk mencari  tau tentang siapa dirinya sebenarnya .

hingga sebuah  fakta pun akhirnya terbongkar olehnya.

Agatha berjalan masuk ke dalam kamar ibunya. Kamar itu terlihat rapi dan bersih, mungkin saja omnya James yang membersihkannya. Ia pun membuka lemari dan melihat beberapa pakaian ibunya yang masih tersimpan dengan rapi. Ia pun menyentuh beberapa pakaian yang tergantung. Lalu ia melihat sebuah sweater yang biasa ibunya kenakan oada dirinya ketika dirinya kedinginan atau sedang demam.

Ia ingin sekali mengambil sweater untuk dibawanya ke asrama, namun sepertinya ia harus meminta izin dulu kepada om James.

Ia pun menutup kembali pintu lemari itu lalu berjalan ke arah meja yang ada di samping tempat tidur ibunya. Di atas meja terdapat sebuah novel yang sering dibaca oleh ibunya. Agatha pun mengambil novel itu lalu duduk di atas tempat tidur, ia membuka novel tersebut lalu tiba tiba terdapat sebuah foto yang terjatuh, Agatha pun mengambil foto itu dan dilihatnya foto seorang wanita yang adalah ibunya sambil mengge ding dirinya sewaktu bayi bersama seorang pria yang Agatha tidak tahu siapa dia. 

"Apakah ini ayah?" Gumam Agatha. Foto terlihat pria itu merangkul ibunya dengan tersenyum bahagia ibunya dan pria itu terlihat bahagia di foto itu. Agatha pun mengambil foto itu lalu menyimpannya dalam saku celananya

"Om udah datang, aku kira belum," ucap Agatha saat keluar dari kamar ibunya lalu melihat om James yang sudah ada di ruang tengah. 

"Om udah beli nasi padang kesukaan kamu nih,"
"Akhirnya, selama aku di asrama aku ngga pernah makan nasi padang," ucapnya lalu menuju ke arah dapu untuk mengambil piring dan sendok.

Agatha menyantap makanannya dengan lahap, seperti biasa ia menyantap nasi padang menggunakan tangan, karena memang akan terasa lebih nikmat jika makan menggunakan tangan

"Om, aku boleh ambil sweater yang punya ibu ngga untuk aku bawa ke asrama,"
"Boleh kok Agatha," Agatha pun tersenyum lalu mengangguk.

James yang sedang makan pun melihat ke arah kalung burung phoenix yang dikenakan Agatha

"Kamu masing sering pakai kalung itu?"
"Iya om, aku selalu pakai, kata ibu harus dijaga dengan baik,"
"Ohh gitu," saat ini ingin sekali Agatha bertanya mengenai siapa pria yang ada di foto itu, namun Agatha tidak yakin. Bagaimana jika pria itu adalah ayahnya dan om James justru malah berbohong tentang siapa pria itu

Sejak ia kecil om James tidak pernah memberitahu siapa ayah Agatha bahkan ibunya pun melakukan hal yang sama. Semenjak saat itu ia tidak mau bertanya lagi, karena setiap ia bertanya raut wajah om James dan ibunya pun berubah muram. 

***
Agatha kini duduk di perpustakaan ditemani dengan buku biologi yang ada dihadapannya, minggu depan akan diadakan ulangan biologi.

"Agatha" ucap Sam yang muncul lalu duduk di sebelah Agatha sambil meletakan buku bioliginya di atas meja
"Tumben mau belajar juga, biasanaya diajak ngga mau," Sam pun menarik nafasnya gusar
"Kuis biologi gue minggu lalu nilainya jelek' terus minggu depan ada ulangan biologi lagi. Malas banget gue ahh," teriak Sam kesal. 
"Sam suara lo" tegur Agatha, Sam pun melihat sekeliling dimana semua orang yang ada di dalam perpustakaan melihat ke arahnya dengan kesal
"Apa lihat lihat'," ucapnya sambil menatap orang orang yang melihat ke arahnya.
"Kesel gue sumpah,mana nyokap gue bakalan ancam mau pindahin gue ke luar negeri kalau gue buat ulah dan nilai gue jelek," Agatha turut prihatin mendengarnya. Agatha bingung bagaimana harus meresponnya karena ia belum pernah mengalami apa yang Sam alami. Ia pun menepuk pundak Sam pelan untuk menenangkannya

"Hmmm, Agatha maka dari gue minta tolong ajarin gue dong kan guru biologi kita sama. Gue boleh lihat catatan lo?"
"Boleh" Agatha pun memberikan buku catatatannya pada Sam, Sam pun membuka buku catatan Agatha lembaran demi lembaran
"Wah lengkap ya catatan lo rapi lagi. Catatn gue aja ngga selengkap lo padahal sama sama diajarin ibu Mirna"
"Lo fotokopi aja buat belajar"
"Oke deh"
"Oh iya bu Mirna selalu ngasih kuis setiap selesai materi tiap bab, nah lo belajar aja soal kuis itu. Lo masih simpan kan?"
"Masih, waktu SMP gue sering lihat Alexa selalu simpan soal sama jawaban kuisnya, jadi gue simpan deh sekarang siapa tahu penting"
"Itu memang penting Sam. Udah lo nyari aja jawabannya yang benar terus lo catat di deh buku catatan lo, dengan sendirinya lo bakalan ingat kok,"
"Ohh gitu ya,"Agatha pun mengangguk.
"Udah lo belajar gih, habis dari sini baru lo foto kopi buku catatn gue" Sam pun mengangguk
***
Agatha baru saja keluar dari ruangan siarannya, ia berjalan sambil membaca pesan LINE yang masuk di ponselnya dimana pesan tersebut berasal dari Abe yang mengajaknya untuk makan di kantin namun karena ia tadi belajar bersama Sam di perpustakaan dan setelah itu dirinya langsung ke ruangan club penyiaran karena ada rapat membuatnya tidak sempat membaca pesan itu.

Langkahnya terhenti ketika melihat Daniel baru saja keluar dari ruangan club fotografi dengan kamera yang tergantung di lehernya seperti biasa pemuda itu berjalan dengan langkah yang cepat. Agatha yang ingin memanggilnya pun tak jadi.

Agatha pun mengikuti Daniel karena ada hal yang ingin ia sampaikan. Lalu tiba tiba ia melihat Daniel yang berjalan bukan ke arah asrama namun berjalan ke arah belakang sekolah. Agatha pun mulai curiga dengan Daniel karena pemuda berjalan sambil melihat sekitar seolah olah berjaga jaga jika ada yang mengikutinya, Agatha yang menyadari hal itu pun langsung bersembunyi di balik tembok. Saat keadaan sudah aman Agatha pun mengikuti Daniel secara perlahan. Tibalah mereka di sebuah taman yang ada di belakang sekolah. Taman itu terlihat sudah tidak terurus dipenuhi ranting pohon yang berjatuhan dan daun kering yang bertebaran dan juga rumput yang menjalar. 

Agatha pun berdiri dari agak kejauhan. Awalnya terlihat Daniel sendirian di taman itu namun tiba tiba muncul seorang pria yang keluar dari sebuah pohon yang ada di taman itu. Agatha terkejut melihatnya bagaimana seseorang bisa keluar dari pohon itu. Pria itu terlihat menggunakan jubah panjang berwarna krem dan di wajahnya terdapat sebuah gambar bercorak bungan berwarna silver yang mengkilat. Pria itu terlihat bukan seperti seorang manusia. Ketika ia melihat pria itu ia seperti melihat Daniel. Apakah mungkin ia seorang elf? Batin Agatha bertanya.

"Lama tidak berjumpa om" ujar Daniel. Agatha yang mendengar kata om membuat Gadis itu tersadar bahwa pria itu adalah seorang elf.

"Bagaimana kabar kamu?"
"Baik om. Apakah ibu baik baik saja?"
"Keadaannya mulai membaik"
"Syukurlah kalau begitu"
"Apakah aku bisa kembali suatu saat nanti om, aku ingin sekali bisa kembali ke sana?"
"om juga berharap demikian, om akan berusaha cari jalan keluarnya agar kamu bisa kembali" Daniel pun mengangguk paham
"om ada hal yang ingin aku tanyakan?"
"'apa itu?"
"lima tahun yang lalu sebelum aku datang ke sini aku pernah mendengar pembicaraan beberapa orang yang mengatakan bahwa salah satu anggota kerajaan astromeria memiliki anak dari seorang manusia,"
"iya itu benar, anak itu sudah lama lahir hanya saja 5 tahun yang lalu kabar itu mulai beredar, ditambah lagi kerajaan itu melarang rakyat dan anggota kerajaan untuk menikah dengan manusia"
"kira kira apakah om tahu siapa orang itu"
"dia adalah adik bungsu dari raja kerajaan Aloestrameria yang sekarang"

apa yang kamu rasakan kalau kamu mengetahui dirimu adalah setengah elf?

itulah yang dirasakan oleh seorang gadis yang bernama Agatha Eliosia, dimana awalnya ia mengira ia hanyalah seorang manusia biasa,
sampai suatu ketika ia menemukan jurnal milik ibunya yang menuliskan tentang dunia elf dunia dimana ayahnya berasal

awalnya ia mengira bahwa itu adalah cuma imajinasi ibunya namun karena ia bertemu dengan seorang pemuda yang bernama Daniel Fier yang juga bersekolah di sekolah yang sama dengannya yang mengatakan semua hal tentang elf dan darimana ia berasal membuat dirinya mulai percaya dan ia pun meminta bantuan pemuda itu untuk bisa memasuki dunia elf dan mencari ayahnya

namun selama masa pencarian mereka terdapat banyak hal yang harus mereka lewati terutama identitas Daniel yang sebenarnya terbongkar.

"Apakah itu anda?"
"Anda memiliki mata yang jeli putri"
"Hah? Kau...?!"
Sir Brass melangkah maju dengan kesal.
"Bagaimana aku bisa percaya jika pangeran Edgar yang mengirim anda? Dan bahwa ia mengirim yang terbaik untukku?"
Dia merogoh sakunya dan mengangsurkan sepucuk surat dengan lambang pangeran kedua. Selembar surat resmi lagi.
"Hmm, disini memang tertulis pangeran mengirimkan seseorang yang dia percaya... Tetapi tidak tertulis jika dia mengirimkan yang terbaik"
Tawa sir Brass pecah seketika. Berbeda dengan sikap penuh penyesalannya beberapa waktu yang lalu, ia benar-benar tertawa dengan lepas.
Sebagai pemilik baru tubuh Niesha, beberapa kebiasaan ku seringkali tetap muncul meskipun aku menerima pelajaran etika dengan keras. Pada awalnya, para pelayan dan ksatria yang kebetulan melihat atau mendengar caraku bersikap akan kebingungan harus bersikap seperti apa. Tapi begitu mereka terbiasa, selama aku tidak bersama ayahku, tutorku, atau bangsawan di luar mansion Calverion, mereka akan bereaksi dengan baik.
"Beraninya kau berbohong?"
Menanggapi kemarahan sir Brass, Reese hanya tertawa.
"Mungkin sekretaris Yang mulia lupa menuliskannya mengingat situasinya yang mendesak. Tapi mungkin juga itu dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan siapa aku sebenarnya"
Aku tidak pernah memimpikan sir Reese sebelumnya, tetapi novel menggambarkannya sebagai orang yang serius. Dan seperti yang dia sombongkan, meski dia hanya muncul sekilas, novel menggambarkannya sebagai seorang pria dengan ilmu pedang yang hebat.
Mengingat betapa mudahnya ia salah tingkah sebelumnya, kupikir karena saat ini ia belum sehebat penjabaran dalam novel dan ingin menggodanya. Tapi kali ini dia mampu menanggapi godaanku dengan tepat. Seperti ia terbiasa disembunyikan. Atau memang sejak awal dia bermaksud tampil seperti itu.
***
Seperti yang disampaikan Reese, aku tidak perlu menghadiri setiap komite di Istana. Semuanya masih berjalan monoton dengan penyampaian petisi-petisi penolakan. Baik penyerahan kekayaan pribadi dari setiap bangsawan yang memiliki tanah kekuasaan maupun penyerahan ksatria yang mengabdi pada masing-masing keluarga bangsawan.
Semua petisi itu tidak berguna mengingat pengajuan itu disetujui oleh Ducal Calverion dan Ducal Hovwell. Dua pilar kekuatan kerajaan. Pangeran kedua juga telah aktif menyerahkan sebagian dari kekayaan pribadinya untuk mendukung pasukan di perbatasan maupun pembangunan gerbang penjagaan diseluruh penjuru kerajaan.
Desas-desus mengenai pangeran kerajaan yang akan memimpin sendiri ordo ksatria kerajaan juga membuat simpati rakyat meningkat pada Pangeran kedua. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh para bangsawan dari faksi yang menentang untuk terus mengajukan penolakan.
"Nona, anda menerima undangan dari count Arlo"
Agatha mendekatiku dengan nampan perak. Setelah menyadari Agatha mampu menangani para bangsawan muda yang tertarik dengan siapa aku yang baru, aku mulai mengalihkan semua surat-surat ku yang sebelumnya ditangani oleh kepala pelayan. Selain surat-surat yang bersifat pribadi, Ia akan menyortir setiap surat atau undangan yang aku terima. Terkadang ia akan membalas surat atau undangan yang aku terima tetapi seringkali ia akan langsung membuang surat atau undangan yang aku terima. Untuk hal ini dia serupa dengan Derrick. Tidak ada bangsawan yang akan memiliki kesempatan untuk mendekatiku jika Agatha tidak menginginkannya.
"Count Arlo?"
"Sebenarnya suratnya di tulis oleh lady lise, putri count Arlo. Ia mengundang anda untuk menghadiri pesta ulang tahunnya"
"Bagaimana menurut mu?"
"Lady Lise adalah satu-satunya anak yang dilahirkan countess Arlo. Ini pertama kalinya ia mengadakan pesta atas namanya sendiri. Dia mengirimkan undangan secara pribadi, saya rasa ini bagus untuk menjalin hubungan baik dengan count Arlo melalui putrinya"
Dengan lancar Agatha menyampaikan pendapatnya. Aku tahu, Agatha tidak hanya pandai dalam etiket bangsawan kelas atas, ia juga memahami karakter banyak bangsawan, jadi aku cukup sering menanyakan pendapatnya.
"Count Arlo memiliki wilayah yang luas dan gersang di barat. Tapi ia selalu mampu bertahan dengan hasil pertaniannya sendiri. Mereka pasti punya sistem yang cukup baik. Bukankah itu pantas di perhatikan"
"Baik nona, saya akan meletakkan undangan ini di kamar anda"
Setelah Agatha pergi, aku mengalihkan pandanganku pada Reese yang duduk di depanku.
"Jadi apa anda sudah memiliki gambaran tentang aku?"
Dia tertawa.
"Apa anda sengaja menunjukkan padaku seberapa mampu anda, Putri?"
"Aku memberimu bahan untuk dilaporkan pada Yang mulia"
Dia tertawa lagi sambil menyesap cokelat panas dari gelasnya.
Cukup aneh karena kami menikmati cokelat panas di sore hari. Sebagai kompensasi aku belajar terbiasa dengan teh, Agatha biasanya akan mengijinkan aku meminum segelas coklat setiap Minggu. Reese yang melihatnya, tanpa malu memintanya juga. Dan seolah ini menjadi rutinitas kami sejak dia bergabung dia tinggal di Mansion.
"Putri, sampai kapan anda berencana membuat Yang mulia tidak mengumumkan status anda?"
Aku tidak menginginkannya.
Andai saja aku bisa menyuarakan penolakan ku.
"Yang mulia masih cukup muda. Aku ingin Yang mulia punya kesempatan untuk menemukan gadis lain yang tepat untuknya"
"Putri, anda bahkan jauh lebih muda dari Yang mulia. Bagaimana anda berpikir seperti Yang mulia akan berubah pikiran setiap ia menjadi semakin tua. Apakah anda masih terikat pada sir Hovwell?"
"Apa anda juga diutus sebagai konsultan?"
Reese tertawa tapi aku bisa merasakan matanya tetap mengamatiku.
"Apa anda benar-benar tidak menyadari perasaan Yang mulia pada anda?"
Memang bagaimana perasaannya? Lady Niesha yang asli mungkin bertemu dengannya saat masih kecil, apakah itu bisa menjadi alasan Pangeran Edgar Edgar jatuh cinta padanya? Sepanjang ingatanku, tidak ada kisah tentang mereka berdua dalam novel. Mimpiku juga sepenuhnya tentang Niesha dan Lionel. Dan saat ini aku tidak bisa mengembangkan perasaan apapun pada siapapun.
"Apa anda tahu bagaimana kehidupan istana?"
Reese menatapku tidak mengerti.
"Aku hanya ingin hidup tanpa perlu merasa khawatir siapa yang coba membunuh siapa untuk tetap hidup"
Sekali lagi aku bisa merasakan pandangan tajam Reese padaku.
"Menikahi seorang pria dengan garis darah kekaisaran, aku bahkan harus bersiap berbagi dirinya dengan wanita istana lain"
"Apa maksud anda Putri"
Terlepas dari takdir buruk Niesha dalam novel, ini adalah keinginan ku sendiri.
"Apakah kau bertanya karena benar-benar tidak paham? Apa kau berpikir Pangeran Edgar hanya akan memiliki aku di pelukannya?"
"..."
"Aku ingin menjadi serakah atas pria milikku. Bukankah Yang mulia tidak akan bisa memberikan itu untukku"
"Yang mulia hanya menyukai anda Putri"
"Apakah itu cukup untuk menahan para bangsawan yang memaksa Kaisar Alpha mengangkat Ratu baru saat dia sudah memiliki permaisuri yang dia cintai?"
Kali ini aku mengangkat pandanganku untuk membalas tatapan Reese. Tidak ada tatapan dingin ataupun kilatan menggoda di mata hitamnya. Aku tahu dia memahami pemikiranku.
"Apa anda tidak khawatir jika aku menyampaikan kata-kata itu pada Yang mulia?"
Aku hanya tersenyum untuk menjawabnya.

Dia adalah gadis muda dari abad 21. Setelah kecelakaan, dia membuka mata dan tahu dia pindah ke abad pertengahan. Dalam dunia novel yang sudah dia baca dan mimpikan. Dia menjadi karakter utama yang akan berakhir mati. Bagaimana caranya mengubah akhir yang sudah di takdirkan? Mampukah dia kembali ke masanya sendiri?

Sesuai prediksi banyak pihak, untuk pertandingan Voli dan basket, kelas Adel menang telak meski lawannya adalah kakak kelas yang notabebe sudah bergabung di ekstrakulikuler tersebut. Namun nyatanya kelas Adel bisa memenangkan pertandingan berkat kekompakan anak kelas serta kemampuan bermain karna menjadi tim inti saat sekolah menengah pertama.

" Well, kita tinggal nunggu yang tarik tambang sama stand up comedy, pokoknya lucu gak lucu kita ketawa aja biar dia gak insecure. Oke guys?" tanya Agung yang disetujui oleh siswa kelas. Salah satu teman mereka sudah stand by di lapangan tenis yang akan digunakan untuk pertunjukan stand up comedy, jadi dia tidak akan merasa direndahkan.

Satu persatu lomba terselesaikan. Hari demi hari pertandingan berakhir dengan hasil yang memang tidak bisa diprediksi. Namun mereka cukup puas karna acara penyambutan ini cukup terkenang bagi mereka. Meski kebanyakan dari mereka bahagia, ada pula salah satu siswi yang merasa tidak sebahagia itu. Pikirannya melayang pada sosok manusia yang entah bagaimana kabarnya.

" Ini udah seminggu lebih, dia mati gak ya? Kalau ternyata dia gak tertolong terus mati gimana dong? Aih, ngapain gue mikirin dia sih? Gak penting banget! Mending gue main sosmed," ujar Adel yang langsung mengambil ponselnya dan menggulir layar yang menampakkan banyak topik, namun tetap saja pikirannya melayang.

" Emmm, sebagai bentuk syukuran sekaligus keakraban kita, mama aku sebenarnya mau ngundang teman kelas semua buat syukuran kecil – kecilan di rumah aku. Menurut kamu gimana Del?" tanya Agatha yang membuat Adel tersadar dan menatap ke arah Agatha dengan serius. Membuat Agatha menatap Adel dengan bingung. Memang ada yang salah dengan apa yang dia ucapkan?

" Lo seriusan disuruh mama Lo buat gitu? Gilak! Mama Lo bahagia banget ya Lo punya teman di kelas ini, sampai ngadain syukuran keakraban gitu, romantiss banget njir," ujar Adel yang terang –terangan menghina, namun Agatha tak ambil pusing, dia sudah tahu karakter Adel yanag selalu ceplas – ceplos.

" Iya, mama Aku senang banget. Aku jadi gak pendiam lagi karna teman – teman di sini mau terima aku. Makanya mau ngadain syukuran. Tapi aku bingung ngomongnya," ujar Agatha yang membuat Adel langsung berdiri dan meminta perhatian seluruh kelas. Setelah berbisik ke Agatha untuk menanyakan waktu, Adel langsung berteriak dan kelas menjadi hening.

" Besok sore kita satu kelas diundang makan – makan syukuran di rumah Agatha. Lo pada iktu semua ya? Kasihan Ibunya udah ngundang satu kelas," ujar Adel yang disambut sorakan suka cita dari teman – teman kelasnya. Siapa yang tidak senang mendengar undangan untuk makan – makan? Apalagi secara gratis.

" Acara apa emangnya? Lo ulang tahun Ta?" tanya salah satu teman kelas Adel. Agatha langsung bingung ingin menjawab apa, tak mungkin kan dia bilang Mamanya bahagia dia akhirnya punya teman? Itu kan memalukan, dan akan membuat malu mamanya juga. Seolah mengerti, Adel langsung mengambil alih keadaan.

" Ikannya lahiran, kembar sepuluh, makanya ada syukuran. Satu kelas bisa datang kan? Gak usah bawa pacar, bikin penuh tempat, kasihan nyokapnya," ujar Adel yang membuat kelas dipenuhi gelak tawa. Mereka setuju dan berjanji akan datang ke rumah Agatha besok, sementara Agatha langsung senang dan mengabari mamanya tentang hal ini.
*
*
*
Satu persatu motor berhenti di depan gerbang  komplek perumahan mewah yang ada di salah satu daerah. Mereka takut salah alamat hingga mereka memilih untuk menunggu satu sama lain. Alamat yang diberikan Agatha menuju ke arah perumahan ini, tapi mereka masih tak yakin akan hal ini. Apakah memang benar Agatha tinggal di salah satu rumah yang ada di sana?

Mereka melanjutkan perjalanan setelah dikonfirmasi oleh satpam yang berjaga, bahkan satpam itu mengantar mereka agar sampai di rumah Agatha dengan cepat karna menurut Info, rumah Agatha ada di paling ujung perumahan ini. Adel yang diantar oleh Joy pun hanya mengikuti mereka dari belakang, karna dia menaiki mobil.

" Pak, ini serius rumahnya di sini?" tanya Agung yang memimpin barisan mereka. Satpam membenarkan ucapan mereka sementara satpam pribadi rumah itu menyambut mereka dengan hangat sambil membuka pintu gerbang nan megah itu. Mereka memasukkan motor mereka sambil melongo tak percaya.

" Ini serius rumah Agatha? Ini mah persis kayak sinetron channel ikan terbang. Gilak deh gilak, gue gak nyangka dibalik culunnya dia tuh dia cakep banget, dan sekarang gue makin gak nyangka kalau ternyata dia sultan. Parah banget," ujar Agung yang mendapat pukulan hangat dari Adel yang datang dari arah belakang.

" Yang sopan, gak usah norak," ujar Adel persis di telinga Agung, membuat lelaki itu terkekeh dan akhirnya melangkahkan kakinya untuk mendekati pintu utama rumah itu. Adel sebenarnya juga terkesima, Agatha sama sekali tidak nampak seperti orang berasa. Memang kulitya putih, namun dia menganggap itu karna dia keturunan Asing.

Nyatanya pakaian dan gaya hidup Agatha sangat sederhana, tak ada perihasan barang anting atau cincin di tubuh gadis itu. Bahkan ponsel Agatha bisa dibilang ketinggalan jaman dibanding temannya yang lain. Mereka pun tidak berharap banyak saat Agatha mengundang mereka, namun kini mereka terkesima dan menerka apa hidangan yang akan mereka santap untuk syukuran kecil – kecilan ini.

" Hai, terima kasih udah mau datang, masuk yuk," ujar Agatha sambil membenarkan kaca matanya yang melorot. Sekali lagi, Agung dibuat terpukau oleh gadis itu, karna gadis itu tidak mengucir kepang rambutnya, membuat kesan cupu yang dimiliki gadis itu berkurang drastis, jauh menjadi lebih cantik dari sebelumnya.

" Gue gak nyangka kalau Lo anak orang kaya. Lo gak ada tanda – tanda soalnya, takjub gue sama Lo," ujar Adel yang jujur saja kagum. Jika diantara ketiga sahabatnya Luna yang paling kaya, mungkin Agatha ini setara bahkan lebih kaya dari Luna. Namun Luna nampak seperti orang berada sementara Agatha tidak. Itu lah yang mengangumkan.

" Mama udah siapin makanan buat kita. Maaf ya seadanya, anggap aja rumah sendiri," ujar Agatha dengan ramah. Mereka yang bersikap normal malu – malu dan duduk di sofa dengan sopan. Namun Agung sang ketua kelas yang tak normal, dia tak bisa mengalihkan matanya dari benda – benda antik yang ada di sana.

" Ta, lo bilang anggap rumah sendiri? Surat tanah dimana?/ mau gue jual nih rumah, bisa buat bangun kos kos an lima puluh kamar ini mah," ujar Agung yang membuat Agatha tertawa. Agung memang selalu bisa mencairkan suasana meski sebenarnya yang dilakukan oleh lelaki itu memalukan.

" Gue kira Lo itu mutiara yang tersembunyi di kulit tiram yang ada di lautan. Ternyata gue salah Ta, ternyata Lo itu berlian yang tertuutup bebatuan tambang. Udah cantik, baik hati, gak pernah bermegah, gue salut sama Lo," ujar Agung dengan wajah yang serius, membuat Agatha yang mendengarnya jadi merona.

" Sebentar Gung, sebentar Ta. Mohon maaf aja nih ya, ini lapak gue, kalau kalian mau mesra – mesraan sampai pipinya melepuh karna panas mending kalian bikin lapak sendiri, biar nih novel gak kepanjangan kayak novel sebelah. Udah mau 200 episode aja masih ada season duanya."

Ucapan Agatha itu membuat Agung melirik Adel dengan kejam, sementara Agatha yang meroba hanya terdiam. Adel? Dia tak peduli dengan keadaan, dia duduk manis menunggu mama Agatha menyambut mereka.

Adella Rahma Prameswari

Gadis berusia 15 tahun yang cantik namun juga tomboy. Sejak lahir, Ayahnya berusaha menyembunyikan identitas Ibunya dan dia untuk menyelamatkan mereka dari kejinya dunia mafia.


Dalam perjalanan hidupnya, dia dihantui oleh seorang Idiot bernama Rafa. Yah, si idiot Bad Boy Yang banyak dikagumi kaum hawa di Sekolah barunya. 

Seperti apa kelanjutan kisah dalam hidupnya?

When i opened my eyes, i was on a room that didn't even remember going onto.

I remembered that i was hit by a truck and died, the only thing that i have in my hand before i died was the book i was reading.

*Knock Knock*

"Your royal highness, thank god you're awake"

A strange woman was calling me "Your royal highness" i didn't even know what it means.

"Do you want to wash first your royal highness"

I didn't answer the woman's question because i don't even know who she is and why is she calling me your royal highness, so i just stared at her.

"Princess Caroline, are you alright?"

"W-What did you just call me?" i answered out of curiosity.

"M-Me a princess how?!"

"What do you mean Princess? Don't say that you don't remember who you are?"

I took the mirror from her and i saw a beautiful girl that has a really smooth and fair skin, a hair as white as snow, and a beautiful sparkling eyes.

"Who am i again?"

"You are the Emperor's only daughter, Princess Caroline Von Klei"

"WHAT?!" 

I was so shocked knowing that I've became one of the characters of my favorite novel "The Lovely Girl".

This novel is about a girl who is loved by all and has a three powerful man protecting her.

I've became Princess Caroline who is just a side character that will fall inlove with one of the male protagonist.

Caroline got killed by the female antagonist Agatha Biron. Agatha pretended to be Caroline's friend and manipulate her kindness toward her.

So from now on i promise to change Caroline's destiny and will never be tricked by Agatha's dirty tricks.

Seperti yang sudah dijanjikan, Alexa tetap ada di hotel hingga jam makan siang tiba. Tak banyak hal yang dia lakukan selain menonton televisi. Buku-buku miliknya juga sudah selesai dibaca. Malah seharusnya dia punya rencana pergi ke toko buku hari ini, namun dia harus menundanya sampai makan siang selesai, karena Alexa tidak tahu belanjanya akan menghabiskan waktu berapa lama.
Ketika jam makan siang tiba, pintu kamarnya diketuk dari luar. Alexa segera melihat sosok tuannya begitu dia membuka pintu. Di sana, pemuda itu berdiri sambil membawa bungkusan berisi makanan.
"Ayo makan siang," katanya seraya menunjukkan bungkusan. 
"Apa itu?"
"Burrito. Bisa kau ambil minumannya di bawah? Kita makan di sofa," katanya sambil menunjuk ruangan di belakangnya dengan ibu jari. Tidak biasanya Skylar meminta makan di atas sofa alih-alih di meja makan. Namun karena makanan yang dia beli hari ini adalah burrito, bukankah tidak enak apabila dimakan di atas piring?
Alexa tak punya pilihan selain menurut. Sehingga dia langsung turun ke dapur dan membuatkan minuman, sementara Skylar sudah masuk ke dalam ruang santai. Bungkusan makanan itu diletakkan di atas meja, kemudian dia masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian.
Tidak butuh waktu lama, Alexa sudah naik kembali membawa sebuah nampan. Di atasnya terdapat empat gelas. Dua gelas berisi air mineral, lalu dua lainnya berisi jus campuran buah-buahan. 
Suasana di ruang santai itu sedikit ramai kali ini, karena Skylar sambil menyalakan televisi. Tentu saja dia akan mengajak Alexa bicara sesekali ketika tayangan televisi belum masuk ke bagian paling seru.
"Jadi setelah ini apa yang akan kau lakukan?" tanya sang pemuda tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
Alexa, selesai melipat bungkusan bekas burrito, menjawab, "Saya berencana pergi ke toko buku dan membacanya di luar." Ini bukan pertama kalinya Alexa menghabiskan waktu di luar selama beberapa saat setelah membeli buku, dan Skylar juga sudah tahu mengenai hobi baru Alexa, sehingga dia tak keberatan bila gadis itu ingin pergi keluar.
"Apakah Tuan butuh sesuatu?" 
Pemuda itu tak langsung menjawab. Dia bergumam sambil mengusap dagu menggunakan telunjuk. "Tidak, kurasa. Kau sendiri yakin sudah tidak apa-apa?" Skylar menoleh, menatap Alexa di sebelahnya. Rasa khawatir masih ada dalam dadanya. 
Senyum tipis terpulas di wajah Alexa. Dia merasa senang saat tuannya merasa khawatir padanya. Tapi Alexa tetap merasa tidak pantas mendapatkannya.
"Tidak apa-apa. Saya sudah minum obat dari dokter Oscar kemarin, jadi sudah tidak sakit lagi."
"Baguslah kalau begitu." 
Meskipun Skylar merasa khawatir, tapi apabila Alexa sudah mengatakan dirinya baik-baik saja, maka dia juga tak punya hak melarang gadis itu pergi keluar hari ini. Dan wajah sang gadis pun tidak sepucat kemarin. Gerak-geriknya hari ini pun tidak tampak bagai orang sakit.
"Oh, kalau kau ingin pergi sekarang, tidak apa-apa. Bereskan saja gelasnya, biar lainnya kubuang sendiri. Aku masih ada di sini," kata Skylar tenang. Hari ini dia tidak berniat bekerja dan ingin bersantai menonton televisi seperti sekarang. Apabila memungkinkan, dia akan menyalakan playstation dan main hingga makan malam nanti.
"Baiklah, akan saya bereskan gelasnya."
Dengan cepat, Alexa memindahkan gelas-gelas kosong ke atas nampan dan membawanya turun, meninggalkan sang pemuda di dalam ruang santai sendirian. Sempat Alexa melirik jam dan mendapati saat itu sudah pukul dua siang. Di dalam kepalanya Alexa menghitung waktu. Apabila dia langsung pergi sekarang, mungkin dirinya bisa kembali paling lambat pukul empat atau lima.
Tanpa membuang waktu, Alexa mencuci semua gelas kotor dan naik ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Sebelum keluar, dia memeriksa ramalan cuaca dahulu. Dari sana dia tahu bila akan hujan pada pukul tiga dan berlangsung selama satu jam. Seharusnya bila Alexa langsung pergi ke kafe terdekat dan membaca bukunya di sana, dia tak perlu kehujanan di luar.
Pada pukul 2.15 Alexa keluar dari kamarnya sambil membawa payung. Namun alih-alih langsung turun, dia menyempatkan diri berpamitan pada tuannya yang masih menonton televisi di ruang santai.
"Hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa hubungi aku."
Itulah kalimat yang diucapkan Skylar ketika Alexa berpamitan pergi. Dia langsung menutup pintu ganda tersebut dengan rapat, lantas masuk ke dalam lift yang membawanya dengan cepat ke lantai dasar.
Tidak banyak hal yang terjadi. Semuanya berjalan seperti biasa ketika Alexa menyeberangi lobi menuju ke pintu. Beberapa karyawan menyapa saat melihatnya. Ada juga yang melambaikan tangan. Sementara penjaga pintu segera membukakan pintu, memberi jalan pada Alexa sembari mengucapkan agar dirinya hati-hati di jalan.
Alexa tidak menyangka dia bisa akrab dan mengenal nyaris semua karyawan di sini. Mereka juga bersikap baik padanya. Walaupun mereka tidak bisa mengobrol setiap saat, saling menyapa sehari-harinya membuat Alexa merasa tidak lagi tak punya teman seperti sebelumnya.
Gadis itu berjalan santai menuju halte. Perjalanannya menuju toko buku hanya butuh waktu sekitar 15 menit. 
Di dalam bus, Alexa menyadari bila langit di atas sudah menggelap. Namun berdasarkan ramalan cuaca, masih cukup lama sampai hujan turun.
Hari ini Alexa berencana membeli novel-novel milik Agatha Christie. Di hotel tempatnya sekarang Alexa pernah menemukan dua novel karya Agatha. Meski dia dulunya bukan tipe orang yang senang membaca novel, namun Alexa bisa cukup ketagihan setelah membaca dua buku karyanya. Makanya sekarang dia berniat membeli lebih banyak lagi agar bisa dinikmati di sela-sela pekerjaannya.
Setelah tiba di toko buku, pertama-tama gadis itu berkeliling rak dan melihat-lihat buku terbaru yang dijual sebelum mencari novel incarannya. Dia pun mengambil dua buku. Satu adalah buku mengenai Genghis Khan, satu lagi merupakan buku berjudul 'A Woman of No Importance' yang menceritakan mengenai seorang wanita yang membantu memenangkan perang dunia kedua.
Setelah mengambil dua buku tebal tersebut, Alexa berjalan menghampiri petugas penjaga toko dan menanyakan soal buku karya Agatha Christie. 
Begitu mendapatkan buku yang dia inginkan, Alexa langsung membayar dan keluar dari sana, karena sebentar lagi akan hujan. Sebenarnya Alexa ingin langsung pulang karena dia berakhir membeli lima buku tebal dan jadi kesulitan membawa. Apalagi karena sebentar lagi hujan, gadis itu tak bisa berjalan buru-buru sambil membawa beban berat, atau dia akan menjatuhkan semuanya. Apalagi pasti sulit membawa buku sambil memegang payung.
Beruntung Alexa tiba di kafe tujuannya lima menit sebelum hujan deras mengguyur London. Kini gadis itu duduk di meja samping jendela sambil membaca buku dan ditemani secangkir latte di depannya, dengan suara hujan sebagai latar.
Untuk sesaat, Alexa benar-benar merasa bahwa hidupnya begitu indah tanpa ada masalah yang berarti.

Alexandrite, seorang gadis remaja, dijual oleh bibinya ke tempat prostitusi. Demi membayar utang bibinya, Alexa harus menjual dirinya pada para lelaki hidung belang. Namun satu bulan berlalu, Alexa tiba-tiba ditebus dan dibeli oleh seorang pengusaha muda, lalu dipekerjakan sebagai pelayan di kediamannya. 

“Kenapa Tuan menjadikan saya pelayan di tempat ini?”

“Apa kau berharap lebih baik ada orang lain yang menggantikan posisimu sekarang? Lalu kau tetap ada di sana, di tempat pelacuran itu?”

Alexa tampak bisa melihat masa depannya yang samar di tempat ini. Tapi apakah dia akan bisa bertahan menghadapi perlakuan dingin dari tuannya? Berapa tahun yang dia butuhkan untuk melunasi semua utangnya?

----

Cover by Kyp005

Adrian : Udah lo coba tantangan dari gue, La?
Angela : Belom, Kak! Gue banyak kerjaan!
Adrian : Kerjaan? Elo? Contoh?
Angela : Belajar, dengerin musik, baca novel. Jangan lupa, tugas gue sekarang nambah, such as nyapu, nyuci, masak sendiri, banyak!
Adrian : Datar banget hidup lo, La.
Angela : Woi!
Adrian : Lakukan tantangan gue. Jurnalnya udah lo isi? Tahun depan gue pulang, bakal gue periksa. Ingat apa hadiahnya, adek judesku!
Angela : Kak, kasih hadiahnya aja langsung, gue nggak ada waktu.
Adrian : No pain, no gain!
Angela : Hih!
Adrian : Udahan ya, bentar lagi gue ada meeting besar. Next week gue ke Jepang. Lo minta oleh-oleh apa?
Angela : Nggak usah kalo nggak ikhlas! BYE!
"Adrian nyebelin!"
Angela melempar ponselnya ke ranjang, lalu meraih jurnal yang sedari minggu lalu nongkrong cantik di atas meja belajarnya tanpa tersentuh sama sekali. Hadiah dari kakaknya, Adrian, untuk ultah sweet seventeen-nya. Adrian menantangnya selama 365 hari untuk mengubah hidupnya yang dataaaarrr seperti permukaan meja, menjadi lebih menarik. Apa pula yang mesti dilakukannya? Ia sudah memutar otak untuk mencari contoh hal-hal menarik yang mengguncang adrenalin untuk mewarnai hidupnya.
Apa ia perlu mencoba kursus paralayang? Atau, belajar menyetir truk? Atau, yang lebih gampang, nonton film di Netflix secara marathon 48 jam? Atau, mencoba pacaran dengan banyak lelaki sekaligus?
Bingung.
Adrian tak menyebut kategori apa yang diinginkannya. Intinya, tak melanggar hukum, tak membuatnya sampai kena skors, tak membuatnya terancam bahaya apapun. Luas sekali ruang lingkupnya.
Salahnya juga yang sering mengeluh bosan pada kakaknya itu. Sementara, Adrian adalah tipe yang tak suka bersantai, hobinya adalah mencari kesibukan, apapun. Ia gila kerja, dengan bekerja di perusahaan pengembang software di Singapura sejak tahun lalu usai wisuda, ia kini sudah terbang kemana-mana untuk mengejar investor sekaligus mempromosikan perusahaannya yang baru saja berkembang. Berbeda 180 derajat dengan Angela yang lebih betah diam di rumah dengan dunianya sendiri.
Angela membuka halaman pertama di jurnal yang masih kosong itu, lalu mengambil jurnalnya sendiri yang sering ditulisinya. Ia melihat tulisan-tulisan terakhirnya, lalu memutuskan menyalin beberapa bagian, sebagai pemicu awal agar ia lebih tergerak mengisi sisanya nanti.
"Oh."
Ia memutuskan terlebih dahulu menuliskan perkiraan kegiatan apa yang akan dilakukannya dalam 365 hari, kegiatan yang sejauh ini belum pernah dilakukannya karena kemalasannya dan kesukaannya berkubang di zona nyamannya. Ia memulainya dengan kegiatan yang sederhana dan kemungkinan bisa dilakukan dalam waktu cepat.
1.       Memasak kue (start with cookies, cinnamon rolls, etc)
2.       Nonton film horror sendirian (start with Insidious)
3.       Coba makan makanan pedas
4.       Menulis novel
5.       Banyak tertawa, kurangi judes
6.       Lebih intens belajar Matematika, biar nilai 85 di raport berubah jadi 95
7.       Belajar make-up (prefer natural look)
8.       Make over penampilan (pilih brand yang cocok)
9.       Datang ke banyak pameran (buku, lukisan, apapun!)
10.   Baca buku selain novel, please!
11.   Jangan memedulikan omongan Karina (bagian pedesnya)
12.   Rajin olga!
13.   Jangan pedulikan Agatha (everything about that cursed child!)
14.   Lupakan Andrei
15.   Belajar hidup tanpa Andrei
"Duh, yang ini yang paling sulit."
Pulpen di tangannya terhenti di udara setelah menuliskan nama Andrei. Angela meletakkannya dan menekap wajah dengan kedua telapak tangan. Dalam diam ia mengumpulkan tekad, tak boleh menyerah, tak boleh mengganggu hidup Andrei yang kini telah memilih Agatha.
Suara pesan masuk di ponsel membuatnya menoleh. Pop up pesan muncul di layar, membuat perih yang tadinya datang berubah menjadi tikaman hebat yang menghancurkannya dalam sekejap.
Andrei : La! BIG NEWS! Gue dan Agatha jadian! Besok gue traktir!
"Rein…"
Angela menelungkup di atas jurnalnya dengan bahu berguncang.
***
Tak ingin berkubang dalam kepedihan yang berlarut-larut, malamnya Angela pergi ke minimarket untuk belanja bahan-bahan kue. Ia menggulung rambut panjangnya menjadi cepol di puncak kepala, membiarkan anak-anak rambutnya berjatuhan di wajah dan tengkuk. Sambil memelototi deretan margarin di rak, ia mengusap lengannya, menyesal karena lupa memakai hoodie atau kardigan untuk menutupi kaos ketatnya. Ia bahkan lupa mengganti celana panjang katunnya yang longgar, saking penuhnya pikirannya oleh pesan dari Andrei beberapa jam yang lalu.
"Apa sih? Ngapain juga sih gue mikirin dia? Gue juga bisa ngedapetin cowok yang lebih dari dia!" Ia memaki pelan deretan margarin di depannya, lalu meraih salah satunya dan melemparnya ke keranjang di tangannya. "Besok gue nggak mau deket-deket dia lagi. Bikin sakit hati!"
"Siapa yang bikin sakit hati?"
Angela mendongak, dan kesedihannya tadi muncul kembali. Andrei berdiri di depannya dengan wajah penasaran. Satu tangannya memegang sekotak besar susu UHT cokelat.
"Ada deh."
Angela mengedikkan bahu dengan cuek dan meloyor pergi melewatinya. Duh, kenapa juga gue belanja disini, ia berjalan ke kasir sambil mengutuki dirinya sendiri. Minimarket ini memang dekat dengan rumah Andrei, dan tak kalah dekat dengan rumahnya. Memang, jarak rumahnya dengan rumah Andrei sangat dekat, tak lebih dari 200 meter, beda jalan doang. Lain kali, ia akan belanja di tempat lain saja.
"Tante Tantri mau masak kue?" tanya Andrei yang membuntutinya ke kasir, mengamati belanjaan Angela.
"Mama lagi di…" Angela spontan menutup mulut. Andrei tak boleh tahu kalau Angela tinggal sendirian sekarang. Seperti biasa, lelaki itu akan mencemaskannya, dan akan lebih susah move on nantinya. Tapi dengan adanya Agatha, apa dia masih seperhatian dulu?
"Yaaa… Begitulah, Rein." Angela tersenyum sekilas.
"Gue mampir ya."
"Eh… Sekarang?" tanya Angela, pura-pura melirik nominal belanjaannya yang tengah dihitung kasir. "Mau ngapain?"
"Iseng aja, sekalian nganter lo pulang. Gue bawa motor."
"Lima puluh ribu tiga ratus." Kasir di depan mereka berucap. Angela buru-buru menyerahkan uang, lalu menerima kantong kertas berisi belanjaannya.
"Lain kali aja deh, Rein. Udah malam. Gue duluan ya." Angela buru-buru menjauh.
"Ya udah, gue anter lo pulang aja."
"Nggak usah!"
Andrei mencekal lengannya, melingkarkan lengannya di lengan Angela, lalu mengeluarkan uang untuk membayar belanjaannya. Angela hanya bisa mendesah, tak bisa lari lagi.
"Ayo."
Angela mengikuti langkahnya dengan lesu, masih diam saat ia naik ke boncengan Andrei. Saat ia turun di depan gerbang rumahnya dan mengucap terima kasih, Andrei lagi-lagi menangkap tangannya.
"Lo kenapa sih, La?"
"Emang kenapa?" tanya Angela enggan.
"Murung banget."
"Oh. Itu… besok olahraga. Lo tahulah…"
"Semangat dong! Masih ada gue!" Andrei tersenyum, sangat memesona dan membuat Angela tak berkedip saat memandangnya. Andrei menepuk pipinya, namun Angela buru-buru menyingkir dan melepas tangannya yang menempel di pipinya lebih lama dari seharusnya.
"Thanks ya, Rein."
"Besok gue jemput?"
"Gue bawa motor sendiri kok."
"Okeee…" Mau tak mau Andrei melihat perbedaan yang mencolok pada Angela kini dan Angela beberapa hari sebelumnya, namun ia memilih tak mengonfrontasinya langsung. "Sampai ketemu besok."
"Bye, Rein. Hati-hati."
"Jangan murung lagi, La."
"Iyaaa…"
Begitu Andrei menjauh, Angela buru-buru masuk ke dalam rumah dan menutup gerbang. Dalam suasana setengah gelap di halaman depan ia mengusap air mata yang telah luruh ke pipinya.
***

Bagaimana rasanya terlibat cinta dengan 3 lelaki sekaligus???

Pertama, dengan sahabat sendiri. Kedua, dengan selebriti sekolah dengan basis fans halu tingkat akhirat. Ketiga, dijodohkan paksa dengan guru olahraga killer dan songong.

Angela Kamaratih, yang baru saja menerima tantangan 365 hari untuk mengubah hidup datarnya menjadi lebih berwarna, dihadapkan pada situasi yang bikin puyeng. Ia sudah memilih satu lelaki, namun dua lainnya masih membayanginya, Membuat hari-harinya dipenuhi drama yang menguras emosi dan bikin tensi naik.


"Kita berdua nggak boleh saling jatuh cinta."

Sama-sama menolak perjodohan, Angela dan Valdy memilih menjalin hubungan dengan orang yang memang mereka inginkan. Dan untuk mengelabui keluarga, mereka saling membantu dengan akting romantis dan sikap manis. Padahal di belakang layar, nggak ada kata akur bagi mereka! Berantem tiap hari!

Tapi seiring waktu berjalan, Angela sadar ia harus memilih. Jika tidak, ia akan kehilangan segalanya, dan semua karena kebodohannya.



Cover by Pixabay

Merek bertiga keluar dari Cafe dan menuju tempat parkir sepeda motor yang berada di bawah .

"Mer, nanti kalo naik motor jangan ngebut-ngebut ya. Soalnya udah mau maghrib kalo ngebut-ngebut entar diganggu setan terus jatuh deh" ingat Agatha pada Merisa supaya berhati-hati

"Iya iya, cepetan naik keburu maghrib nih!" kesal Merisa

Agatha pun naik ke jok belakang sepeda motor

"Jangan marah-marah nanti cepet tua loh, Mer" ucap Agatha dengan tampang polosnya yang ingin minta di tampol sama Merisa

"Untung temen ,kalo gak. Hmm.." kata Merisa yang sudah mengangkat tangannya mengarah pada Agatha tapi dia urungkan 

"Kalo gak temen emangnya, kenapa?" tanya Agatha tanpa dosa sedikit pun

"Tauk deh, Ta. Ngomong sama lu gak ada habisnya." pasrah Merisa

Belum sempat Agatha bicara sudah ditegur sama Dela.
"Udah deh, Ta. Jangan ngomong mulu kalo ngomong mulu tar gak sampai-sampai."

Agatha hanya menganggukkan kepala sebagai isyarat disudah mengerti.

"Yaudah yuk jalan." Ajak Dela.

"Lo duluan aja, biar Gue yang  di belakang. "Usul Merisa

"Oke"

Di pertengahan jalan Agatha mulai bicara kepada Merisa tentang sekolah yang mau mereka daftar nanti

"Eh Mer, nanti lu mau daftar ke SMA atau SMK?" tanya Agatha

"Emm, SMA kayaknya."

"Kalo SMA, SMA samaan ya."

"Ogah!"

"Kok gak mau sih, emangnya kenapa?" tanya Agatha dengan nada sedih

"Masak dari SD,SMP sampai SMA sama mulu sih harusnya bedalah"

"Ya gak papakan namanya juga Best Freind harus selalu sama dong"

"Iyain aja biar cepet, tapi lu mau ke SMA mana?"

"Mau ke Flora High School"

"Kenapa ke FHS? Kenapa gak di SMA Budi Pertiwi aja kan dekat?"

"Gak mau ah di SMA Budi Pertiwikan cogannya dikit kalo di FHS kan banyak." tolak Agatha halus 

"Agatha lu itu mau sekolah atau mau cari cogan ha?" tanya Merisa

"Dua-duanya." kata Agatha dengan senyum sumringah

"Ya Allah kenapa Gue bisa punya temen mukanya polos, kaya pengen di tampol!" gumam Merisa

"Lo kenapa, Mer?" tanya Dela

"Gue gak papa kok, Del." kata Merisa

"Oh, yaudah gue belok dulu ya. See You." kata Dela yang sudah belok ke arah kanan 

"HATI-HATI DELA, DAN SEE YOU TO!" teriak Agatha kencang

"Woi kalo di kompleks jangan teriak-teriak, nanti kita dimarahi sama ibu-ibu mau lu!" titah Merisa

"Heheh, enggak mau." cengir Agatha

"Malah cengar cengir"

Mereka pun sampai di rumah Agatha dengan selamat tanpa lecet apa pun.
Agatha pun turun dari motor Merisa
"lu mau mampir dulu gak, Mer?"

"lain kali aja, Ta. Ini juga udah agak malam." kata Merisa

"Oh kalo gitu makasih ya, Mer"

"Iya, sama-sama Ta"

Merisa pun pergi dari depan rumah Agatha dan disusul Agatha membuka gerbang rumahnya. 

Betapa senangnya saat melihat sebuah mobil berwarna merah terparkir indah di dalam rumahnya.
Agatha buru-buru membuka pintu dan menemukan seseorang yang sedang memasak di dapur.

Agatha langsung memeluknya dari belakang dan yang dipeluk merasa kaget langsung menghadap ke belakang ternyata dia adalah anak sulungnya

"Eh ternyata Agatha kirain Glen." ucap dia sambil mengelus puncak kepala anak sulungnya

"Mader kapan pulangnya?" tanya Agatha.

Ya dia adalah mamah Agatha bernama Dera Destiana. Biasa Agatha dan Glen panggil Mader,  Mader singkatan dari Mama Dera. Mader seorang single parents yang memiliki 2 anak.

Yaitu Agatha Aurelia dan terakhir Glen Gernando yang berumur 10 tahun memiliki kelebihan yaitu berwajah ganteng tapi agak  cuek, mereka sudah ditinggal oleh ayahnya disaat mereka masih kecil.

"Tadi mamah pulang jam 5, terus saat masuk rumahnya sepi."

"Emang galon gak ada dikamarnya mah."

"Hah, galon? Galon air itu maksudnya." ucap Mader sambil menunjuk galon di dispenser yang mereka gunakan itu

"Eh bukan Mader, maksudnya galon itu Glen."

"Adik sendiri dikatai galon!" protes Mader

"Heheh, habisnya nyebelin. Terus Mader mau masak apa?" tanya Agatha auntias

"Mamah mau masak Nasi goreng aja biar cepet"

"Agatha bantuin ya, Mader?" tanya Agatha

"Gak usah lagian ini udah mau selesai masaknya mending kamu ajak Glen ke meja makan!" perintah  Mader

"Oh yaudah deh, Ma"

Agatha berjalan meninggalkan dapur dan berjalan ke arah tangga untuk memanggil Glen supaya turun ke bawah untuk makan malam bersama.

"WOI GLEN AYO TURUN MAKAN MALAM UDAH SIAP! UDAH DITUNGGUIN NIH SAMA, MADER!" teriak Agatha keras

"Agatha jangan teriak-teriak nanti tetangga ke ganggu mending kamu langsung ke kamarnya Glen aja!" usul Mader

"Iyah deh, Ma"

Agatha pun menaiki tangga rumahnya dan menuju kamar adiknya yang budek itu untuk makan malam bersama


Tokk
Tokk
Tokk

"WOI BANGUN LO!  MAGHRIBNYA UDAH MAU SELESAI, MASIH BELUM BANGUN JUGA! DASAR KEBO!"  teriak Agatha untuk kedua kalinya

"Woi galon lu budek ya, dipanggil gak nyaut"

Ceklek

Pintu dibuka memperlihatkan seorang cowok yang di pinggangnya dibalut dengan sebuah sarung dan peci di kepalanya

"Apaan sih kak, ganggu orang Shalat aja!" kesal Glen

"Ya maaf, Gue kira tadi lu tidur dan ternyata lu lagi Shalat." ucap Agatha dengan tampang tak berdosa

"Terus lu mau ngapain disini?" tanya Glen terus terang

"Ya Gue disuruh Mader untuk manggil lu untuk makan sama-sama!" ucap Agatha

"Kakak duluan aja, entar Gue nyusul "

"Jangan lama-lama dikamarnya keburu makanannya dingin."

"Hmm."

Glen menutup pintunya tapi tiba-tiba pintu dihadang oleh Agatha

"Apa lagi sih kak"
"Gue mau tanya, lu bagusnya di panggil galon atau budek ya?" tanya Agatha yang langsung lari dari Glen dengan tawanya

"DASAR KAKAK GILA!" teriak Glen dari atas

Sedangkan di bawah Agatha hanya tertawa sambil memakan nasi gorengnya yang baru saja siap
"Kamu apa in adik kamu itu sampai dia teriak-teriak?" tanya Mader
"Gak aku apa-apa in kok, Mader." balas Agatha dengan senyuman

Tak berselang lama Glen pun turun ke bawah untuk makan malam bersama
Saat sedang asyiknya menyantap makanan. Mader membuka suara.
"Agatha Mader mau ngomong sesuatu  sama kamu"

"Ngomong apa, Mader?"

"Gini mamahkan punya temen nah temen mamah itu punya anak, anaknya cowok ganteng lagi terus mamah mau jodoh in kamu sama temen mamah. Mau ya?"

Uhukuhuk

Agatha kaget dan tersedak nasi goreng. Agatha buru-buru mengambil segelas air putih dan meneguknya hingga tersisa sedikit. Disisi lain Glen hanya menahan tawa karena kakaknya yang sedang kesusahan

"Dasar galon, kakaknya lagi keselak malah di ketawa in!" batin Agatha

"Mader Agatha itu masih kecil masa mau dijodoh sih, terus ini kan udah gak jaman namanya perjodohan"

"Kecil gimana udah mau SMA juga dibilang masih kecil" kata Glen yang diberi tatapan misterius oleh sang kakak dan yang sedang ditatap malah cekikikan

"Masa kamu gak mau kabulin permintaan, Mader?" tanya mamah Dera dengan nada sedihnya

"Hmm, gimana ya?" ucap Agatha dengan wajah bingungnya

"Mau ya mau ya?"

"Udah tinggal bilang iya aja susah kak, masa gak kasihan sama Mader," tambah Glen

"Diemlo galon"

"Gimana, mau ya?" tanya sang mamah kepada anak sulungnya

"Aduh gimana ya, apa Gue tolak aja? Tapi kalo Gue tolak nanti Mader sedih." batin Agatha

"He itu lu ditanyai Mader malah ngelamun!" kata Glen 

"Iya iya Gue tahu!" kesal Agatha

"Gimana mau ya?"

"Iyah deh, mau Mader"

"Beneran kamu mau?"

"Iyah mau Maderku sayang!"

"Oke Selasa atau Rabu nanti kita bakalan pergi."

"Emang mau kemana Mader?" tanya Agatha dan Glen bersamaan

"Mau ketemu sama calon mertua kamu."

"Besok? Cepet banget Mader ketemunya."

"Lebih cepat lebih baik." ucap Glen

"Nah betul itu Glen." tambah Mader

"Tau ah Agatha mau ke kamar." kata Agatha yang sudah berjalan menuju kamarnya yang berada dilantai atas.
Agatha langsung merebahkan badannya ke kasur King sizenya.

"Gimana ya nanti wajah cowok yang dijodoh in sama Gue, apa kaya dinovel-novel itu ya yang ganteng, cool, tinggi, penyayang, dan kalo boleh tajir juga gak papa." gumam Agatha yang sudah mengkhayal seperti cerita dinovelnya. Disaat asik-asyiknya mengkhayal ada suara dari Handphone yang membuyarkan khayalannya.

"Siapa sih, ganggu aja lagi enak-enaknya mengkhayal juga?" tanya Agatha kepada dirinya sendiri

Agatha langsung mengambil benda pipih itu dari atas nakas yang dari tadi berisik.

"Hmm, udah ke tebak kalo grup gesrek."

Ya grup yang dibuat oleh Dela dan namanya juga aneh masa namanya 'Gesrek-gesrek squed'

Gesrek-gesrek squed

~DelaAgustin
Allo guys, lagi pada ngapain?

~MerisaArdelia
Lagi hidup

~AgathaAurelia
Lagi nafas sambil hidup

~DelaAgustin
Kalo itu Gue juga tahu ogeb



~AgathaAurelia
^2
Agatha membaca pesan dari temannya hanya tertawa saja dan melupakan tentang khayalannya tadi

~DelaAgustin
Eh Gue mau cerita nih

~MerisaArdelia
Cerita apa?

~AgathaAurelia
Pasti cerita tentang cogan

~DelaAgustin
Tau aja lu Ta

~MerisaArdelia
Buruan cerita cepet

~DelaAgustin
Ya sabar sih, gini di Cafe tadi ada cogan yang duduknya dekat pintu nah di situlah Gue kayak pernah liat dia tapi dimana-Nya Gue gak tahu.  Terus pas Gue liat Google  itu Gue baru ingat kalo dia itu

~AgathaAurelia
Kalo dia itu kenapa?

~DelaAgustin
Ciye kepo


~MerisaArdelia
Udah deh cepetan lanjut in ceritanya

~DelaAgustin
Oke Gue lanjut in, kalo dia itu Latif Putra Marcel dari keluarga Marcel yang mempunyai perusahaan terbesar di Jakarta

~AgathaAurelia
Ah masa sih

~DelaAgustin
Iya beneran, tadi Gue liat di Google

~MerisaArdelia
Terus hubungannya dengan kita apaan

~DelaAgustin
Ya gak ada hubungannya juga sih

"Masa cowok songong terus sombong gitu anak dari keluarga Marcel sih. Ah bodo amat mau dia anak dari keluarga kaya kek miskin kek Gue tetap bodo amatlah!" tegas Agatha yang sudah mematikan Handphone-Nyadan menyimpannya kembali ke atas nakasnya.

Agatha pun langsung bersiap untuk tidur tak berselang lama pun dia terlelap dan sudah berada dialam mimpinya.
****

                                     TBC
Gimana kesan pada part ini?
komen ya^^
Makasih 📍

Seorang gadis bernama Agatha Aurelia yang akan dijodohkan oleh orang tuannya dengan laki-laki yang tak sengaja dia tabrak disuatu pusat perbelanjaan.Laki-laki itu bernama Latif Putra Marcel dari keluarga Marcel. Dan tanpa mereka sadari bahwa mereka satu sekolah yaitu di Flora High School.

"Kita itu harus seperti simbiosis mutualisme,saling menguntungkan yang satu dengan yang lainnya."~Latif ganteng

"Jadi nanti kita menerapkan itu supaya saling untung. Kamu untung, saya juga untung bagaimana?"tawar Latif

"...."

 ***************
Apakah Agatha Aurelia dan Latif Putra Marcel akan menerima perjodohan itu atau kah menolak nya?


Kalo kepo baca aja...

Hi
First of all, welcome to my novel. I hope you have a good reading and enjoy it.
Let me introduce myself in few words. I'm a professional writer in Egypt for over than 10 years now. my first book was published in 2010, and since then I published more than 5 books. It's my first time writing in english, so I hope my language wouldn't be a burden for you to enjoy my novel. I'm trying to learn english writing skills so I can represent my novel in a better way. So, I edit my novel every now and then, so far i have edited it for 5 times and I will continue edit it untill I feel more satisfied.
I have started to plan this novel two months before I wrote it. it took me this time to prepare as I plan to make it an epic long journey full of many surprises and big turns.
this novel isn't like normal litrpg novels. it has many plots which I planned from the start of this novel. these plots are layered and mixed together in a very complicated way. I love reading complex plots with unusual scenarios, so I wrote it this way.
The MC is some legendary being who ended in a trial for his survival. his personality got damaged a lot. as a result, his character starts the novel as a normal person who makes a lot of silly mistakes. with time, his personality changes and he started to regain his past self. this would take some time to occur. so, I hope you put this point in mind. I normally hate the OP MC who starts the novel with his omnipotent god-like personality, so I wrote my novel this way.
Here, you will find many games, some systems, cultivation, body cultivation, cosmic cultivation, and natural power cultivation. you will also meet time travel, multiple reincarnated characters, harem, and wars.
I hope you like my novel, and I appreciate and critique what so ever. so, if you have anything on your mind just say it. I learn all the time from your comments and opinions.
Last thing, I have started a new project called: Agatha the legendary guild master. it's a pure VR-game based novel. feel free to check it out and leave some comments if you like it.
Author


** THE NOVEL IS UNDER RECONSTRUCTION AGAIN. WILL BE EDITED AS A WHOLE AND THEN RESUMED. SORRY FOR ANY INCONVENEINCE. ** Alternate name: Rioneed: The Rise Of a Necromancer.
"A fallen hero will be a legend if he got a chance to live his life again." -Ibro.

Ibro was the hero humanity waited for... a necromancer, but he was betrayed. In a world full of demons, monsters, and gods, humans were the weakest chain. Ibro was their hero, but he -alone- wasn't enough. After Ibro's defeat, he was judged to enter reincarnation to save himself and humanity.


Without his memories, losing his powers, and being alone with no aide or friends, Ibro started his journey to rise again.  At the low Earth realm, Ibro reincarnated 4 times in a row and failed. Now, he will start his 5th and last reincarnation chance.

Follow Ibro in his epic journey to rise from ashes and reach the heavens.
________________________________________

Join the Discord Server Via this Link:
https://discord.gg/kky7xhkc5Q
________________________________________

Tolong jelaskan padaku tentang apa itu ragu, karena kupikir berlari ke arahmu adalah hal yang paling kutunggu.

•••

"Agatha!"

Gadis itu tak mendengar sama sekali karena suara musik yang menyumpal telinganya lewat headset, Agatha terus melangkah melewati orang-orang dan keluar dari apartemen menuju mobil Rio yang terparkir di sisi jalan, laki-laki itu sudah siap berangkat ke kampus bersama Agatha.

Agatha memang lebih suka bising musik ketimbang suara orang-orang di sekitarnya, bagi Agatha musik adalah penenang yang cukup ampuh, ia menjiwai dan semua itu cukup membuatnya senang—apalagi jika mendengar melodi yang tercipta dari dentuman piano yang selaras, ia pasti terbius dalam sekejap.

"Agatha!" Lagi-lagi Jonas berusaha memanggil gadis itu seraya menyalip orang-orang di lobi, entah apa yang akan ia lakukan sampai harus tergesa seperti itu sedangkan Agatha sudah masuk ke mobil Rio.

"Udah siap berangkat?" tanya Rio memasang senyum terbaiknya.

"Udah dong, makasih ya mau repot-repot jemput saya di sini," sahut Agatha tanpa membalas senyum itu.

Rio mendekat saat memasangkan seat belt di tubuh Agatha—bahkan wajah mereka terlalu dekat hingga hidung saling bersentuhan—dan entah apa yang membius Rio hingga ia mengambil kesempatan untuk memagut bibir Agatha seraya memejamkan matanya, dua tangan yang sudah selesai memasang seat belt lantas berpindah ke wajah Agatha. Gadis itu tak bisa berbuat banyak saat bibir Rio menyukai aksinya hingga beberapa detik dan Agatha mulai meremang—lalu melepasnya saat kesadaran Rio kembali.

"Maaf," ucap Rio, ia menjauhkan wajahnya dari Agatha dan melihat ke arah lain. Agatha juga diam setelah perlakuan itu, tapi saat melihat ke arah spion mobil—ia menemukan sosok yang menatapnya atau bahkan mungkin memergoki apa yang Rio perbuat tadi, Agatha membulatkan mata tanpa bisa berkata apa-apa. Ia membiarkan Jonas melangkah pergi setelah melihat semua itu.

Jonas? Dia lihat semuanya tadi?

Tiba-tiba Agatha melepas seat belt itu dan turun dari mobil, ia mengeluarkan tongkat yang kini diapitnya pada ketiak kiri. Gadis itu mengedar pandang, tapi ia tak menemukan Jonas di mana pun, apa secapat itu Jonas melarikan diri.

"Agatha, kamu mau ke mana?" tanya Rio kebingungan.

"Sebentar, saya ada urusan. Kamu di sini aja."

"Tapi—"

"Nggak apa-apa kok." Agatha melangkah tertatih seraya meneliti keadaan di sekitarnya, ia yakin tadi Jonas karena mereka sempat bertatapan selama beberapa detik. Lalu kenapa Jonas harus pergi jika memang mencari dirinya?

"Jonas, itu kamu tadi?" gumam Agatha melihat ke segala penjuru, kini ia berdiri di dekat mobil lain dan tak tahu kalau Jonas juga berada di tempat yang sama, hanya saja Jonas berjongkok agar tak dilihat Agatha. "Terserah juga, lagian kenapa saya harus khawatirin dia." Agatha kembali ke mobil Rio.

Sedangkan Jonas duduk di selasar seraya meluruskan kakinya, ia menyandarkan kepala pada pintu mobil itu. Tatapannya tampak sayu, pupus meski tak tahu kenapa harus sekecewa itu.

"Kenapa juga gue harus kesal gini, aneh-aneh aja," gumam Jonas yang kini beranjak setelah mobil Rio melaju pergi, ia pun menghampiri mobilnya karena harus ke kampus juga.

Agatha masih diam sejak masuk lagi ke mobil dan duduk di sebelah Rio, aneh baginya karena ia memang mengkhawatirkan Jonas setelah perlakuan Rio tadi. Memangnya kenapa sampai Agatha harus secemas itu? Pikirannya tiba-tiba dipenuhi soal Jonas yang baru dikenalnya beberapa hari, sepandai itukah Jonas mencuri sesuatu dalam diri Agatha yang tak mudah berbagi hati pada siapa-siapa. Apa memang hati yang sudah mendefinisikan segalanya?

Agatha tidak tahu, bahkan entah sejak kapan gelenyar asing tanpa permisi merambat dalam dirinya hingga merasuk lebih dalam. Mungkin sikap cueknya yang terlalu mendominasi hingga ia sendiri pun tak tahu apa yang tengah dirasakannya.

Jika memang jawabnya 'iya', biar saja semesta yang menentukan segalanya, biar ia yang tetap jadi pemeran utama dan menjalani skenario maya—sebab bukan dirinya yang berhak menentukan pada siapa dan harus bagaimana.

"Agatha? Aku boleh tanya satu hal?" Rio memecah kebisuan yang makin menyergap, ekor mata laki-laki itu masih memperhatikan Agatha yang tampak berbeda.

"Tanya aja," sahut Agatha datar, ia melihat ke arah spion. Bodohnya memang mobil lain yang berada di belakang mereka, bukan Jonas. Memangnya Jonas bisa terbang?

"Aku ... first kiss kamu, kan?" tanya Rio skeptis, perasaan bangga tampak mendominasi perkataannya.

Agatha tak langsung menjawab, pikirannya berputar pada masa itu—masa kelabu paling mengerikan dalam hidupnya, tapi ia menggeleng, tak perlu lagi dia mengingat kejadian buruk beberapa tahun lalu meski menjadi memori yang usang sekalipun tak bisa ia cabut dari otaknya, kecuali jika Agatha amnesia selamanya saja.

"Kenapa kamu harus tanya kayak gitu?"

"Ada yang salah?"

"Enggak, saya nggak suka aja bahas hal semacam itu." Agatha menatap jalanan di depannya, ia memang sangat terusik karena sudah dua orang yang tanpa izin mereguk bibirnya. Pertama, laki-laki bajingan yang begitu Agatha benci, dan kedua Rio—manusia yang belum bisa merasuk dalam benak Agatha.

"Oke, maaf—juga soal tadi."

"Iya."

Aneh, ada debaran tak keruan yang kini Agatha rasakan, seperti rasa takut atau khawatir karena sesuatu, tapi entah apa dan kenapa harus sampai begitu, ada rasa tak enak hati terbesit begitu saja. Ia ingin melukiskannya menjadi beberapa baris kata, tapi bibirnya tak mampu bicara.

Mobil Rio terus melaju hingga masuk ke area parkir Universitas Teratai dan berhenti setelah menemukan tempat yang pas, mobil milik Rio bersebelahan dengan mobil hitam milik orang lain yang juga baru berhenti.

Saat Agatha turun, ia melihat pemilik mobil hitam itu menurunkan kaca mobilnya dan menampilkan sosok Jonas yang kini menatapnya tanpa kedip, tapi raut berbeda Jonas tunjukan dan Agatha bisa mengartikannya sebagai tatapan tidak ramah. Gadis itu terdiam sesaat seraya memasang senyumnya yang tampak kikuk, tapi tak ada balasan dari Jonas hingga laki-laki itu keluar dari mobil dan melewati Agatha tanpa kata-kata.

Agatha membeku di tempatnya seraya menatap kepergian Jonas, dia kenapa?

"Ayo masuk, aku antar kamu ke kelas," ujar Rio yang berhasil membuyarkan lamunan Agatha.

"Iya, makasih." Mereka melangkah bersisihan menghampiri gedung fakultas sastra yang jauh dari gedung fakultas komunikasi, dua jurusan itu terhalang oleh dua gedung fakultas lain yakni ekonomi dan hukum, alhasil jarang sekali Rio bisa bertemu Agatha jika salah satunya tak menghampiri.

Setibanya di depan kelas yang akan Agatha ikuti pagi ini, Rio pamit meninggalkannya menuju fakultas komunikasi, dan Agatha duduk di kursi besi panjang yang tersedia di depan kelas.

"Diantar lagi sama Rio?"

Hampir saja Agatha larut dalam lamunan kalau saja Priscilla tak menerka dan duduk di sebelahnya, gadis berlesung pipit itu meletakan beberapa tumpuk buku di atas pahanya.

"Iya, siapa lagi," sahut Agatha yang terbiasa dengan pertanyaan itu.

"Lo yakin beneran sama dia? Maksud gue—kan lo nggak cinta sama dia walaupun Rio emang anak orang kaya, ganteng, tapi—"

"Saya harus apa lagi?" Agatha terlihat pasrah. "Kamu tahu sendiri rules yang papa saya buat seperti apa, namanya balas budi."

"Iya gue tahu soal itu, tapi ini namanya nyiksa aja. Buat apa lo lanjutin hubungan sama orang yang sama sekali nggak lo cinta. Agatha, gue juga pernah ngerasain kayak lo dulu—waktu papa maksa gue sama anak temennya, dan gue milih mundur karena tahu dia juga nggak bisa cinta sama gue. Sekarang gue tanya, apa Rio juga cinta sama lo?"

Agatha menelan saliva, benar juga perkataan Priscilla; apa benar Rio mencintai dirinya?
Meski di depan Agatha sifat laki-laki itu sangat manis dan perhatian, tapi ia tak tahu isi hatinya. Bisa saja Rio hanya kasihan atau bahkan terpaksa karena bisnis itu. Perkataan Priscilla berhasil membuat Agatha ragu.

"Saya harus gimana?" Agatha menunduk—menatap ujung sepatunya.

"Pindah haluan," sahut Priscilla begitu enteng, seolah semudah membalik telapak tangan bagi Agatha mendapatkan seorang laki-laki. Agatha sampai tertawa mendengarnya.

"Lho, apa yang lucu?" Priscilla kebingungan.

"Kamu yang lucu, emangnya segampang itu apa dapetin cowok. Kayak beli novel di toko buku juga harus pilih-pilih dulu."

"Tapi lo cantik, Agatha."

"Saya pincang."

Priscilla mendengkus. "Justru itu, lo bisa cari cowok yang benar-benar ikhlas terima fisik lo apa adanya tanpa ada urusan sama bisnis. Ini nggak fear menurut gue."

"Maaf, Priscilla. Tapi saya bukan pihak yang bisa memilih di sini."

"Karena lo emang nggak mau berusaha keluar dari zona itu!" Priscilla cukup emosi. "Maaf sampai bentak-bentak, gue kesal aja sebenarnya karena lo terlalu pasrah."

"Saya cuma tahu diri aja."

"Okelah, whatever. Kalau suatu saat lo mau pindah haluan, bilang ya sama gue, Agatha.  Pasti gue bantuin kok."

Agatha tersenyum seraya mengangguk untuk Priscilla. Semua perkataan Priscilla tadi juga berhasil menembus kepalanya dan bersarang manis di sana, pasti Agatha akan terus memikirkannya. Keraguan itu perlahan semakin menebal.

•••

Malam sekitar pukul sembilan, Agatha masih sibuk dengan tugas kuliahnya, ia duduk di ruang tamu dan membiarkan sepuluh jemarinya berjoget pada keyboard laptop. Ternyata tinggal sendiri di apartemen memang cukup menenangkan, tak ada Milan lagi yang akan dilihatnya, jadi Agatha tak perlu khawatir laki-laki itu akan mengusik lagi.

Agatha menguap merasakan kantuk yang perlahan hinggap, ia mengangkat kedua tangannya guna merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku setelah bergumul terus di depan laptop sejak pukul delapan tadi.

"Kok saya lama-lama lapar ya," gumam Agatha merasakan perutnya mulai protes, gadis itu menutup laptop dan beranjak mengapit tongkatnya menuju nakas, ia meraih dua lembar uang dari dompet. Ia keluar unit miliknya dan menatap pintu unit Jonas yang tertutup rapat, hanya pagi tadi Agatha melihat Jonas.

Gadis itu melanjutkan langkahnya menghampiri lift yang akan mengantarnya menuju kafe di lantai dasar.

Setibanya di lantai dasar, Agatha bergerak menuju kafe yang selalu ramai itu, mungkin memang makanan yang disajikan selalu sesuai dengan selera pelanggan. Agatha baru mencobanya kemarin saat bersama Jonas, tapi ia sudah ketagihan untuk mencobanya lagi.

Gadis itu mengedar pandang dan tersenyum saat iris matanya melihat Jonas juga berada di sana dan duduk sendirian, Agatha menghampiri laki-laki itu penuh semangat.

"Boleh saya duduk di sini?" tanya Agatha terdengar lembut.

Jonas menengadah dan cukup terkejut melihat kehadiran Agatha di dekatnya, ia hanya mengangguk hingga Agatha akhirnya duduk.

Mereka kompak membeku, pikiran Agatha terpatri pada kejadian pagi tadi, ia tak ingin memikirkan soal ciuman Rio itu—tapi pada sosok Jonas yang menghindarinya. Agatha bahkan lupa untuk memesan makanan, rasa semangatnya tadi kala menghampiri Jonas tiba-tiba hilang setelah duduk di dekat laki-laki itu, Agatha merasa sedih.

"Jonas, boleh saya tanya sesuatu?" Gadis itu akhirnya memberanikan diri bicara, ia sampai meremas ujung sweaternya.

Jonas menelan makan malamnya, ia mengangguk tanpa menatap Agatha.

"Apa tadi pagi kamu cari saya?"

Jonas menghentikan kunyahannya, ia masih menunduk seraya memikirkan alasan yang pas, ia meneguk air mineralnya dan menatap Agatha.

"Enggak, cuma lewat tadi. Maaf ya ganggu." Jawaban itu membuat Agatha kecewa, padahal ia yakin kalau Jonas memang mencarinya, apa ia yang terlalu berharap sekarang.

Perkataan Jonas terlalu menohok Agatha. "Ganggu apa?"

"Lo sama Rio, siapa lagi?"

Agatha menghela napas pasrah, ia benar-benar merasa bersalah untuk itu dan tak tahu kenapa perasaan menyiksa itu harus hadir.

"Maaf untuk itu, Rio yang—ah nggak usah dibahas, saya mau pesan makanan dulu."

Jonas hanya mengangguk, dan Agatha beranjak menghampiri salah satu waitress yang berdiri di balik sebuah etalase berisikan dissert. Sesekali Agatha menoleh pada Jonas yang sibuk dengan makanannya, Agatha tak suka sikap tak acuh Jonas.

•••

Romance-new adult.

Jonas benar-benar tersiksa karena kesalahan masa SMA yang membuatnya merenggut masa depan seorang gadis pincang bernama Agatha, dan ia tak pernah menyangka kalau mereka akan dipertemukan dalam kampus yang sama.

Agatha tak pernah tahu siapa pelaku malam itu, ia bahkan berusaha melupakannya sejak lama, tapi Jonas datang seolah dia malaikat penolong yang penuh perhatian. Nyatanya, Jonas hanya ingin menebus kesalahan.

Ini tentang Jonas, mahasiswa tampan anak Mapala. Juga tentang Agatha, gadis pincang bertongkat yang punya masa lalu kelam.

Tentang Maple yang penuh warna, juga jingga dan segala hal yang suatu hari bisa redup tanpa diminta.

copyright by aprilwriters.

santhy agatha novel novel

AGATHA

Agatha Eliosia

Be a Princess

Bad Couple

Not A Heroine Type

Surga Kecil

365 Days Angela

Laga

Rioneed : VRMMORPG

Smackeroo

People search santhy agatha novel also like: