"Tidak salah mencoba melindungi Evan, tapi cara Mama yang salah. Reaksi media belum tentu seheboh yang mama bayangka—"
"Papa…"
Andaru menghentikan ucapannya, saat mendengar suara kecil yang memanggilnya. Semua orang di dalam ruangan itu, langsung mengalihkan pandangan ke arah bocah laki-laki berpiyama lucu yang baru saja turun dari lantai dua rumah ini. Sang bocah terlihat mengusap kedua matanya, lalu menghampiri Daru sambil berlari kecil. Refleks Daru menangkap tubuh mungil itu untuk masuk ke dalam dekapannya. Sementara Rebecca dan Mayang mengusap air mata mereka, agar bocah laki-laki itu tak melihat apa yang sedang terjadi.
"Evan kenapa bangun, hm?" tanya Daru lembut.
"Papa massih enggak ada di kamarrr, jadi Evvan bangun," balas Evan dengan wajah merajuk. Daru terkekeh geli, lalu mencium gemas pipi gembil sang anak.
"Maaf, papa baru pulang."
"Besok kitta jadi ke rummah Papi kan, Papa? Kasian Papi endak ada yang jenguk."
"Pa-papi?" tanya Rebecca tak mengerti. Siapa orang yang dimaksud sang anak 'papi'? Jantung Rebecca tiba-tiba berdetak kencang. Tidak mungkin kan Daru mengatakan pada Evan kalau…
"Papi Tafka, Mami, massa Mami lupa? Papinya Evan! Papi ganteng! Evvan ada fotona di kamarr!" seru Evan antusias.
"Ta-tafka?" tanya Rebecca masih tak mengerti.
"Kafka."
Tubuh Rebecca seperti tersiram air dingin saat Daru memperjelas nama yang anaknya sebutkan. Apa dia tidak salah dengar? Wajah Rebecca memucat sempurna, tak ada bedanya dengan wajah Mayang.
"Andaru, kamu sudah sangat keterlaluan!" bisik Mayang tak berdaya. Wanita ini tak menyangka, kalau Daru berani sekali menceritakan tentang Kafka pada Evan. Mayang sengaja selama ini menyembunyikan segala hal yang berhubungan dengan Kafka di rumah ini, termasuk foto anak tersayangnya itu agar cucunya tak tahu. Tapi ternyata, dengan lancangnya Daru memberitahu Evan?!
"Apa maksud kamu melakukan semua ini, Andaru?" desis Mayang tajam.
"Oma tenapa?" tanya Evan polos, yang membuat Mayang terdiam, namun tak berapa lama menyunggingkan senyum kaku.
"Ti-tidak apa-apa, Evan," balas Mayang gugup.
"Tenapa Oma marrah-marrah?"
"O-oma tidak marah. Oma han—"
"Sebaiknya Evan tidur lagi, boy, supaya tidak kesiangan datang ke tempat Papi Kafka besok. Evan naik ke atas dulu ya, Papa mau bicara sebentar sama Oma." Daru menurunkan sang anak, lalu Evan berjalan patuh menuju tangga untuk kembali naik ke atas sana, karena sepertinya bocah ini merasakan ada yang tak beres. Setelah memastikan Evan sudah menjauh, Daru membalikkan tubuh kembali ke arah Mayang.
"Melindungi Evan, bukan berarti harus selamanya merahasiakan kebenaran darinya. Apakah kita bisa hidup selamanya di dunia ini, dan terus melindungi Evan dengan kebohongan yang tercipta? Ansel mengatakan semua itu pada Evan, bukan karena Ansel tidak ingin dibebani Evan. Ini salah satu cara Ansel untuk melindungi Evan, dengan memperkenalkan siapa ayah kandungnya. Ansel tidak akan membiarkan Evan hidup di dalam kebohongan seperti yang Ansel rasakan. Mama juga tentu tahu bagaimana rasanya. Apakah itu yang Mama ingin dirasakan oleh Evan? Evan tidak akan selamanya menjadi anak kecil yang mudah kita bohongi, Mama. Tidak selamanya rahasia akan selalu menjadi rahasia. Ansel akan mengatakan kebenarannya pada Evan secara perlahan, sampai anak itu sudah semakin bijak menyikapi semua yang terjadi di dalam keluarga ini. Seperti yang Ansel katakan tadi, belum tentu reaksi media akan seheboh yang Mama bayangkan jika suatu saat kebenaran terungkap ke permukaan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi Ansel tidak ingin menghancurkan hati Evan secara tiba-tiba disaat anak itu harus dihadapkan pada kenyataan yang ada." Setelah mengatakan kata-kata panjang itu, Daru berbalik untuk menyusul sang anak. Namun sebelum langkahnya menjauh, Daru menolehkan kepalanya ke arah Mayang. "Mama tenang saja, Ansel tidak akan mengatakan pada media siapa ayah kandung Evan, setidaknya sampai Evan dewasa, dan siap menghadapi respon khalayak luas." Daru kembali berjalan menuju tangga mewah di rumah ini.
Sementara itu, tubuh Mayang bergetar hebat sampai terduduk ke atas lantai. Wanita ini terisak hebat. Rebecca ikut terduduk ke atas lantai dengan air mata yang juga sudah mengalir deras turun ke pipinya.
"Ma—"
"Pu-pulanglah… hiks… pulanglah, Becca…" bisik Mayang bergetar.
"Tapi Ma—"
"Mama… mama ingin sendiri… hanya cukup… pu-pulanglah…" bisik Mayang kembali. Mayang memeluk tubuhnya sendiri. Obsesi dan keegoisannya tanpa sadar menghancurkan orang-orang yang dia sayangi. Semua yang terjadi dalam hidupnya, itu karena perbuatannya sendiri.
Rebecca menggigit bibir agar isakan tak keluar dari mulutnya. Jujur saja, melihat kerapuhan wanita yang biasanya terlihat kuat ini, membuat hati Rebecca tercabik. Terlebih wanita ini adalah ibu dari kekasih hatinya. Kafka selalu menceritakan, bagaimana ia sangat mencintai sang ibu.
"Sebaiknya kamu pulang, dan beristirahatlah, Becca."
Rebecca menengadahkan kepala, lalu menatap sendu Pramana.
"Mama—"
"Papa yang akan menemani. Pulanglah, Nak."
Rebecca menelan saliva susah payah, lalu berdiri perlahan. Wanita ini menatap tangga tempat di mana sang anak tadi berada. Jujur saja, kenyataan yang baru diterimanya saat Evan mengetahui keberadaan Kafka, membuat beban yang selama ini dipikulnya sedikit berkurang. Ya Tuhan… akhirnya anaknya tahu siapa ayah kandungnya.
***
"Papa nakal?"
Daru terdiam sesaat mendengar pertanyaan anaknya, lalu pria ini kembali melangkah menuju Evan yang saat ini duduk di atas ranjang besar mereka setelah baru saja masuk ke dalam kamarnya. Setelah sampai, pria ini berjongkok di depan Evan sambil tersenyum kecil. Kedua tangannya menggenggam jemari mungil sang anak.
"Kenapa Evan tanya begitu?"
"Oma marrah sama papa, tenapa?" tanya  Evan dengan tatapan polos khas anak kecil, yang jujur saja membuat Daru merasa sesak.
Mayang adalah nenek yang sangat dekat dan sangat menyayangi cucunya. Daru berpikir, bagaimana jika suatu saat Evan tahu bagaimana liciknya sang nenek?
Daru menghela napas berat, lalu mengusap sayang rambut sang anak. Pria ini menyunggingkan senyum kecil walaupun terasa berat. "Papa pulang malam dan gak bilang sama Oma, makanya Oma ngomel. Tapi papa sudah minta maaf."
"Papa jangan ulangi laggi, biarr Oma gak ngomel laggi."
"Iya, papa janji gak akan ulangi lagi." Setelah mengatakan itu, Daru menatap Evan cukup lama, lalu kembali mengusap rambut tebal sang anak. Anak yang mirip dengan Kafka dan mirip dirinya di beberapa bagian, karena Daru dan Kafka jika dilihat sekilas bagai pinang dibelah dua. Daru yakin Evan akan menjadi pria yang kuat dan dewasa. Dan Daru akan sekuat tenaga menjadikan Evan pria yang seperti itu.
"Evan…"
"Ya, papa?"
"Evan harus selalu ingat, papa memang bukan orang yang membuat Evan ada di dunia ini, tapi papa mencintai Evan melebihi—"
"Dunia ini? Evan ingat, Papa…"
Mata Daru berkaca-kaca saat Evan memotong ucapan yang selalu diucapkan pria tampan ini setiap malam. Sudah sejak enam bulan yang lalu Daru rutin satu bulan dua kali mengajak Evan ke tempat di mana Kafka disemayamkan, dan pastinya tanpa sepengetahuan Mayang dan Rebecca.
*Flassback on*
"Kita ke mana, Papa?"
"Ke tempat Papinya Evan."
Evan terlihat mengernyitkan alisnya tak mengerti, namun tetap mengikuti langkah Daru yang menggandengnya melewati gundukan-gundukan tanah dan rumput yang ada di tempat itu. Beberapa saat, mereka sampai di sebuah gundukan tanah yang terlihat terawat dengan baik. Daru berjongkok, diikuti Evan di sampingnya.
"Kita berdoa dulu ya," ucap Daru sambil tersenyum kecil pada Evan, lalu mulai menadahkan kedua tangan sambil menutup matanya, dan mulai berdoa. Evan mengikuti apa yang Daru lakukan.
Beberapa saat berlalu, Daru memposisikan Evan di depannya.
"Kafka, lihat, Evan udah besar, dia ganteng kan?"
"Papa… Tafka siappa?" tanya Evan polos.
Dengan jantung berdebar kuat, Daru berdoa di dalam hati agar Evan dapat menerima apa yang akan dia katakan.
"Kafka itu adalah Papinya Evan."
"Papi?"
"Hu um… Papi Kafka itu saudaranya papa, dan Papi Kafka adalah orang yang buat anak papa yang ganteng ini ada di dunia."
Evan terlihat berpikir, lalu memperhatikan gundukan tanah di depannya.
"Ada di dunia?"
"Ya, kalau tidak ada Papi Kafka, Evan tidak akan ada di dunia ini. Dan papa sangat bersyukur dan berterima kasih sama Papi Kafka, karena Papi Kafka, papa jadi bisa punya anak yang lucu dan ganteng kayak Evan."
Evan mengerjapkan matanya polos sambil masih menatap gundukan tanah di depannya.
"Papi Tafka itu tannah?"
Daru tersenyum geli, lalu memeluk tubuh Evan dari belakang. Bocah ini memang belum pernah ke pemakaman sebelumnya.
"Papi Kafka itu manusia seperti kita, Sayang… Tapi sekarang, ini adalah rumah Papi Kafka."
"Tenapa rrumah Papi Tafka di sini?"
"Karena Papi Kafka sudah tidak bernapas lagi."
"Papi meninggal?"
Daru mengangguk. Pelukannya mengerat di tubuh mungil anak yang sudah dia anggap anaknya sendiri ini.
"Tenapa Papi meninggal?"
Daru terdiam sesaat, tak berapa lama, pria ini menghela napas berat. "Kecelakaan mobil waktu Evan masih di dalam perut Mami."
"Tenapa mami ndak bilang sama Evvan?"
"Karena mami masih sedih ditinggal papi, makanya mami tidak bilang sama Evan."
"Tenapa papa bilang sama Evvan?"
"Karena papa mau kasih lihat kalau Evan punya Papi yang luar biasa. Papa juga yakin kalau Papi Kafka kangen dan mau Evan jenguk Papi di sini." Daru merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan sebuah foto yang ada di dalam dompet pria ini.
"Evan lihat ini, ini Papinya Evan. Ganteng kan? Bahkan lebih ganteng dari papa. Papa iri sama Papinya Evan," rajuk Daru pura-pura sambil menunjuk sebuah foto yang menampilkan dua orang remaja laki-laki saling merangkul. Foto itu adalah foto terakhir dirinya dan Kafka sebelum Daru pergi ke luar negeri untuk menuntut ilmu. Dan satu-satunya foto kenangan yang dia miliki, karena Mayang menyembunyikan semua foto Kafka di rumah itu.
Evan menyunggingkan senyum lebar, lalu tertawa geli. "Iya, Papi Tafka gantengg, tayak Evan."
Mata Daru berkaca-kaca saat melihat senyum Evan yang amat sangat mirip Kafka. Daru menelan saliva susah payah, mencoba menahan dorongan air mata yang akan keluar.
"Evan," Daru membalik tubuh sang anak, lalu membiarkan Evan berdiri di depannya, "walaupun papa bukan orang yang buat Evan ada di dunia ini, tapi papa sangat mencintai Evan melebihi dunia ini," ucap Daru bergetar.
Dada Daru terasa sesak, kepalanya nyeri karena menahan tangis yang memaksa untuk keluar. Keputusannya untuk memberi tahu Evan tentang Kafka seharusnya tepat, karena Daru tidak ingin Evan tidak mengenal ayah kandungnya.
"Evvan sayang papa." Evan mengerjapkan matanya polos.
Daru yang tak tahan oleh rasa haru, langsung memeluk tubuh mungil Evan. "Papa lebih saaaayyyaaaaang Evan. Papa sayang… Evan sampai kapanpun. Begitu… juga Papinya Evan. Papi… Evan adalah… orang yang luar biasa… Papi Kafka… pasti bangga… punya anak pintar… dan ganteng… seperti Evan…" bisik Daru tersendat karena isakan yang sudah tidak bisa lagi ditahannya. Daru mengingat terakhir kali dia terisak hebat saat sang Bunda mengembuskan napas terakhir, dan kini, pria ini harus kembali terisak karena dorongan emosi yang menggebu.
"Papa… tenapa nanngis?"
"Karena papa sangaaat mencintai Evan," bisik Daru parau. Pelukan pria ini semakin mengerat. Sementara anak yang dia besarkan dengan penuh cinta hanya mampu terdiam.
*Flashback off*
Daru mengerjapkan matanya beberapa saat, lalu tersenyum lembut sambil berdiri.
"Sekarang Evan tidur lagi ya. Besok kita harus jenguk dan doain Papi."
Evan menganggukkan kepala riang, lalu membaringkan tubuhnya sendiri, sementara Daru berjalan menuju toilet di dalam kamarnya untuk membersihkan diri sebelum bergabung bersama Evan.
Sebelum benar-benar masuk ke dalam toilet, Daru memperhatikan punggung mungil Evan yang saat ini memejamkan mata, mencoba untuk kembali tidur.
"Gue akan jaga anak lo seperti gue menjaga anak kandung gue sendiri, Ka, semoga lo tenang di sana," monolog Daru, lalu pria ini benar-benar masuk ke dalam toilet.
***
 


WARNING 21++
YANG BELUM CUKUP USIA SANGAT DILARANG MASUK!!!

MENGANDUNG KEBUCINAN YANG HAQIQI. SO, BAGI YANG GAK SUKA, JANGAN COBA-COBA BACA!!

#####

"Mantan bangke! Kenapa aku harus ketemu lagi sama dia?!" desis Zeta kesal.

Zetaya Diajeng Jayanti

"Tu cewek tambah galak aja. Kurang orgasme kali ya?" monolog Daru sambil tersenyum sendiri.

Andaru Ansel Bratadikara

Bagaimana rasanya bertemu kembali dengan mantan yang pernah mencampakkanmu? Panas! Rasanya sekujur tubuh panas seperti terbakar. Itulah yang dirasakan Zeta saat kembali bertemu dengan Daru setelah sekian tahun.

Entah takdir seperti apa yang harus mereka jalani saat kembali bertemu, dengan status yang sama, sama-sama pernah gagal membina rumah tangga.

"Kayaknya kita jodoh ya."

"Najis!" 

"Gak boleh ngomong gitu, Aya. Kamu gak takut kena karma?"

"Bodo amat!"

Kafka terbangun saat matahari sudah terbit cukup tinggi. Putra sulung Dewa dan Nindi itu menguap lalu merenggangkan otot-otot tubuhnya sebelum beranjak untuk duduk dan meraih ponsel.

Tidak ada notifikasi dari Ela satupun. Pesannya juga tidak dibalas. Kafka menghela napas. Apa Ela sebegitu inginnya hubungan mereka break?

Tidak. Kafka tidak mau.

Kafka iseng membuka galeri di ponselnya. Banyak potret Ela dan dirinya di dalam sana. Kafka tersenyum lalu keluar dari galeri.

Kini Kafka membuka akun Instagram miliknya. Ada beberapa akun yang men-tag akun Kafka. Bukan itu yang Kafka lihat. Lelaki itu malah membuka kamera lalu memilih satu foto Ela dari arah samping dan berniat mempostingnya sebelum satu panggilan masuk ke ponselnya.

Risa.

Tanpa menunggu lama, Kafka segera menjawab panggilan Risa. "Halo, Mami mertua?"

Di sebrang sana Risa tersenyum tipis. ["Udah bangun, Ka?"] tanya Risa basa-basi.

"Belum. Ini lagi mimpi ditelpon mertua," jawabnya.

Tawa Risa terdengar membuat Kafka mengembangkan senyum. "Kenapa, Tan? Ela baik-baik aja kan?" tanya Kafka karena jarang sekali Risa menelponnya kalau bukan soal Ela.

["Hm, gini, Tante sama Om lagi di rumah sakit. Ela lagi dirawat,"]

Kafka langsung menegakkan punggungnya. "Ela kenapa, Tan? Ela gimana?" tanya Kafka khawatir.

["Ela gak baik-baik aja. Kamu tahu kan kalau Ela tiap datang bulan selalu sakit perut bahkan sampai mual-mual? Jadi semalam Tante sama Om bawa dia ke rumah sakit karena dari sore Ela gak berhenti nangis sakit perut. Intinya penjelasan dokter bilang Ela harus operasi,"]

Kafka menahan napas mendengarnya. "Kafka ke sana sekarang," ujarnya lalu bergegas bersiap-siap tanpa tahu kalau Risa memanggilnya di seberang sana.

Akhirnya panggilan diakhiri oleh Risa karena tahu kalau sekarang pasti putra sahabatnya itu sedang tergesa ingin ke sini.

Berselang tiga puluh menit, Kafka tiba di rumah sakit. Wajahnya begitu pias saat menatap Ela yang kini terbaring lemah di atas ranjang pasien.

"Udah siap operasi?" tanya Kafka.

Risa yang duduk di sebelah Kafka di sofa mengangguk. "Pas Tante telpon itu Ela baru dipindahin ke sini," jawab Risa.

"Kenapa gak telpon Kafka sejak semalam?" 

Risa mengelus lengan Kafka. "Lagi ada masalah sama Ela ya?" tanya Risa.

Kafka menghela napas lalu mengangguk kecil. "Kafka yang salah. Ela pasti salah paham lagi," katanya.

"Gak papa. Bisa jelasin pelan-pelan. Kalian masih sangat muda dan masih banyak waktu juga buat mikirin semuanya dengan matang," ujar Risa. "Tante titip Ela bentar ya," lanjut Risa dan beranjak dari sana lalu keluar.

Kafka mendekati ranjang pasien Ela lalu mengelus pipi perempuan itu. Kafka dengan lembut mencium kening Ela.

Seolah teringat sesuatu, Kafka segera merogoh ponsel di sakunya lalu membuka ikon kamera. Kafka memotret Ela yang walaupun pucat, tapi tetap cantik.

"Gue gak bisa diem lebih lama lagi," ujar Kafka.

Lelaki itu membuka Instagram lalu memposting foto Ela yang barusan diambilnya ke insta story'. Kafka membuat caption 'gws love' beserta emot cium dan men-tag akun milik Ela.

Tanpa menunggu lama, postingan Kafka banjir oleh balasan. Kafka tidak peduli. Lelaki itu malah mengedit profilnya dan menulis di bio akunnya 'my' lalu men-tag akun Ela sehingga menjadi 'My @Cinderella' diakhiri emot love.

Kafka tersenyum. Entah kenapa sekarang hatinya jauh terasa lega karena sudah mempublikasikan statusnya dengan Ela.

***

Ela terbangun saat merasakan usapan lembut di pipinya. Saat membuka mata perlahan, Ela disuguhi dengan penampakan wajah Kafka yang tersenyum padanya.

"Ka," panggil Ela lemah.

"Ya, Sayang, ini aku," kata Kafka sambil menggenggam tangan Ela yang bebas dari jarum infus.

"Haus," ujar Ela.

Kafka segera meraih gelas berisi air di atas lemari kecil di sebelah ranjang pasien Ela. Lelaki itu membantu Ela untuk sedikit duduk agar bisa minum.

Ela meringis karena merasakan bekas operasinya perih. "Pelan-pelan," kata Kafka khawatir.

"Mami mana?" tanya Ela.

"Di luar sama Bunda," jawab Kafka.

Ela menatap Kafka dengan pandangan sayunya. "Kamu kenapa bisa di sini?" tanyanya.

"Tante yang nelpon," ucap Kafka. "Maaf, aku sampai lupa jadwal haid kamu dan malah bikin kamu kesal," lanjut Kafka.

Ela tersenyum. "Jadi break?" tanyanya.

Kafka menatap tajam pada perempuan itu membuat Ela terkekeh. "Hape aku mana?" tanya Ela.

"Gak ada. Ketinggalan di rumah kata Tante. Lagian aku diblok," gerutu Kafka.

"Habisnya kamu spam!" seru Ela kesal.

"Ya habisnya kamu gak angkat telpon aku, gak bales chat, tapi online,"

"Yaudah maaf," kata Ela.

Kafka mengulurkan ponsel miliknya pada Ela. "Pake ini aja kalo mau main sosmed," tawar Kafka.

Ela menerima ponsel Kafka lalu mulai membuka akun Instagram miliknya. Kening Ela berkerut karena begitu banyak notifikasi pengikut baru lalu komentar di setiap postingannya. Jangan lupakan banyaknya direct message juga. Ela merasa seperti online shop saja.

"KA!" seru Ela terkejut saat melihat postingan apa yang Kafka tag padanya.

Kafka terkekeh, "aku gak mau lagi sembunyi-sembunyi. Kamu tahu kan gimana aku kesel pas lihat kamu deket-deket sama cowo lain. Pake rangkul segala si anjing," kata Kafka sebal.

Ela mencubit lengan Kafka dengan sadis membuat lelaki itu menjerit dan mengaduh kesakitan. "Kamu kira aku suka lihat kamu digandeng dan dipeluk lengannya sama cewek lain?!" tanya Ela kesal.

Kafka menyengir lebar lalu mencium tangan Ela. "Maaf, Sayang," katanya.

"Pantes ini instagram aku rame banget," keluh Ela. "Jadi takut aku lihat komentar yang masuk sama pesan masuk," lanjutnya bergidik karena berpikir pasti isinya hujatan.

"Gak usah dilihat. Biarin aja netizen pada nyinyir. Yang jelas aku pacar kamu dan kamu milik aku," ujar Kafka tersenyum lebar.

"Ini juga, bio kamu kok diperjelas segala sih?"

"Suka-suka aku dong," ucap Kafka dengan nada yang menyebalkan.

Ela berdecih sinis lalu merepost insta story' Kafka dengan balasan caption 'thank you babe' serta emot love.

Ela tersenyum sendiri. Pasti sekarang fans Kafka sedang heboh bergunjing tentang Ela. Bodo amat! Yang jelas Ela sudah diketahui oleh semua orang sebagai pacar Kafka, si pangeran kampus.

Ela membuka kamera Instagram miliknya lalu memotret Kafka yang kini tersenyum manis padanya dengan sebelah tangan Ela diletakkan di pipi Kafka.

Ela mempostingnya dengan caption 'mine' lalu men-tag akun Kafka. Seperti itulah kelakuan pasangan yang tengah dimabuk asmara.

Ela memberikan ponsel Kafka dan lelaki itu bergantian membuka akunnya dan tentu saja me-repost insta story' Ela dengan stiker centil.

Ela menjadi terbahak saat Kafka memperlihatkan kepadanya. "Stiker mesum," komentar Ela.

"Mesumnya ke kamu doang," balas Kafka menyengir lebar membuat Ela tak bisa menyembunyikan senyum gelinya.

[Mature 21+]

Patah hati karena dikhianati sang kekasih membuat Nindi trauma pada hubungan asmara. Bahkan perjuangannya untuk menyembuhkan lukanya terasa begitu sulit.

Hingga pada pagi tak terduga, Nindi bertemu dengan Dewa si pria dingin yang menjadi kakak sahabatnya.

Kehadiran Dewa seolah obat penawar luka untuk Nindi. Apalagi pria itu tidak sedingin penilaiannya selama ini.

Mampukah Nindi benar-benar sembuh dari luka traumanya akan kisah asmara berkat kebersamaannya dengan Dewa?

___________

Cover cangtip by @tiadesign_ on Instagram

Sakit gigi dan sakit hati itu diawali dari hal yang sama, yaitu dari sesuatu yang manis. 
                                 -Anonim-
                                     ****


Di mana lagi Gean bisa menemukan sekretaris serbaguna seperti Tria? Tria harus rela akhir pekannya terusik, bukan untuk bekerja menyiapkan keperluan kerja Gean. 


Tapi menjadi Baby Sitter, Baby Sitter gaaeessss!


"Ateu..." Kafka merengek, Tria mengajak Kafka untuk makan di salah satu Fastfood yang ada di Sarinah. Gean mendropnya di Mcdonald, sementara Pria itu pamit sebentar karena ada urusan. 


"Nggak boleh!" Tria menarik gelas penuh soda miliknya, sejak tadi Kafka merengek meminta soda milik Tria. "Kafka minum ice tea aja ya, nanti kalau Kafka minum soda. Perut Kafka bunyi bluk, bluk, bluk..."


"Kayak ikan kembung gitu. Ya Ateu Yaya?" Kafka mencomot kentang goreng miliknya, Tria sengaja memesan kentang goreng dengan ayam dan scrumble egg. Sementara Tria sendiri lebih menikmati Big Burger dengan soda ukuran Big juga. 


"Iya, nanti Kafka kayak begini." Tria mengembungkan pipinya, "Jadi Kafka mending minum Ice Tea aja."


Meski tak lagi merengek meminta minum soda untuk diminumnya, Kafka masih tetap kesal. Ia memasang wajah kecewa karena tak diijinkan meneguk soda. 


"Sedikit nggak boleh ya cobain, Ateu?" mata berbinar penuh harap milik Kafka hampir menggoyahkan hati Tria. 


"Nggak."


"Basahin mulut aja nggak boleh?"


"Nggak boleh, Kafka sayang. Anak kecil nggak baik minum soda." Kalau tahu begini, Tria lebih baik tak usah memesan soda tadi. 


"Setetes aja? Boleh nggak?" Ya Tuhan, anak kecil memang pandai sekali memohon. 


"Nggak, ya udah biar adil. Tante Yaya juga nggak akan minum soda. Tante minum air mineral aja," Bye-bye soda favorit Tria. Ia harus merelakan soda miliknya. 


Hibernasi akhir peka Tria minggu ini terganggu, telpon dari Gean membuat Tria berakhir di sini. Dengan Kafka dan Gean yang entah ada urusan apa. 


Kafka adalah keponakan Gean. anak dari Prily. Kakak Gean yang sibuk dengan bisnis kecantikannya. 


"Ka, encus kamu mudik ya?" biasanya jika Kafka main ke kantor Gean dengan Prily, selalu ada suster yang menjaga Kafka. Entah kemana susternya sampai bocah lima tahun ini harus menghabiskan waktu bersama Tria. 


"Mudik itu apa? Nama superhero ya?" tanya Kafka polos. Ia sepertinya belum mengerti apa arti dari kata mudik. 


"Bukan, mudik itu pulang ke rumah."


"Berarti kalau Kafka pulang ke rumah namanya mudik? Kafka pulang ke rumah setiap hari dari sekolah, Kafka mudik tiap hari ya?"


"No... No... Mudik itu pulang ke kampung halaman," jelas Tria. Tangan kanannya meraih remahan scrumble egg yang menempeli dagu Kafka. 


"Di rumah Kafka juga ada halaman, luas lagi banyak bunga punya Mom. Kalau pulang ke rumah halaman namanya apa?" anak kecil dan saintist itu beda tipis. 


"Namanya pulang ke rumah," Tria memasang cengiran lebarnya, bisa tambah panjang jika membahas mudik. Sampai lupa esensi dari percakapannya adalah dimana Suster Kafka?


"Kafka mau es krim boleh?" tak terasa kentang goreng milik Kafka sudah ludes, bahkan remahan-remahan kecil dari kentangnya pun tak Kafka sisakan. 


Hubungan Tria dan Kafka sangat dekat, mengingat sejak usia Kafka dua tahun Tria sudah sering bertemu dengannya. Bahkan tak jarang Tria diberi tugas oleh Gean untuk menjaga keponakan sematawayangnya. 


"Om Gege kemana ya?" sudah lebih dari dua jam Kafka dan Tria menghabiskan waktunya menunggu Gean. Namun yang ditunggu tak kunjung datang. 


"Om Ge mungkin nyari uang. Kata Mom, Om Ge suka uang."


"Om Ge suka uang kayak Mr Krab," potong Tria. Ia merasa bosan jika harus menunggu Gean lebih lama. 


Baru saja Tria mengetik pesan untuk meminta izin pada Gean ia akan pergi ke Grand Indonesia bersama Kafka, tapi Gean sudah menampilkan batang hidungnya. 


"Om Gege!" Seru Kafka senang. Gean mengacak rambut Kafka pelan. 


"Momy kamu masih belum pulang, dia pulang malem. Kamu pulang ke rumah Om yah?" Gean mengambil ruang di samping Kafka, ia duduk dengan nyaman tanpa peduli delikan tajam Tria. 


"Nginep di rumah Om Ge aja sama Ateu Yaya, boleh?" 


"Nggak," tolak Gean tegas. 


Tria mendengkus, memangnya siapa yang mau menginap di rumah Gean. Meski bukan kali pertama untuk Tria menginap di rumah Gean, tetap saja Tria juga tak mau. 


"Atteu Yaya," Kafka mengedipkan kedua matanya seraya menyatukan kedua tangannya sebagai bentuk permohonan. "Nginep di rumah Om Gege yuk?"


"Nggak ah, Om Gege itu kalau malam suka berubah jadi Serigala sama Atteu Yaya. Atteu Yaya takut." Tria bedgidik ngeri. 


Kafka memanyunkan bibirnya memasang ekspresi marahnya pada Gean, "Om Ge. Boleh ya, nginep sama Atteu Yaya... "


"Tante Yaya nggak mau, Kafka. Dia mau cari pacar, ini malem minggu."


Tria mencebikan bibirnya, bisa-bisanya Gean berbicara hal yang seperti itu di depan Kafka. 


"Boro-boro cari pacar, cari ujung selotip aja sering nggak ketemu."


"Saya mau cari sepatu dulu, kamu ikut temenin saya." Gean menggendong Kafka di lengannya. Ia sama sekali tak menghiraukan ucapan Tria. "Cuman satu jam."


Tria hanya mengangguk, sebelum melangkah mengikuti Gean ke mobilnya. Ia membeli permen kapas yang mencuri perhatian matanya. 


"Atteu Yaya, aku mau." Tria duduk di depan bersama Kafka di pangkuannya.


Kafka sibuk dengan permen kapas yang diberikan Tria, seolah cuman permen kapas yang berarti untuknya. 


"Pak Gean dari mana?"


"Ketemu Davin, dia ngajak liburan bareng ke Vietnam."


Saat Gean pergi liburan adalah saat yang dinanti-nanti Tria, karena Tria bisa terbebas dari hal-hal rumit yang diciptakan Gean. 


"Beneran Pak?" Tria tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, "Liburan berapa minggu?"


Gean menyipitkan matanya melihat senyuman lebar Tria, "Kok kamu seneng sih saya pergi liburan?"


"Ya bagus lah, kalau pak Gean pergi liburan saya bisa dapet oleh-oleh." Bohong Tria, karena hari-hari tanpa Bos lebih menyenangkan dari sekedar oleh-oleh. 


"Saya tau kamu punya rencana lain dibalik liburan saya," Gean mencubit permen kapas dari Kafka. Gean dan Kafka memiliki kesamaan menyukai makanan manis. 


"Oh iya Pak," Tria ingat dengan pengajuan cutinya. "Saya mau ambil cuti satu minggu."


"Mau kemana kamu? Cuti nikah?" tebak Gean. 


"Kalau saya nikah. Saya lebih milih ngajuin resign Pak, bukan cuti."


*


Pukul delapan malam Tria masih harus menemani Gean, katanya tadi hanya satu jam saja. Tapi kenyataannya Tria harus ikhlas lebih lama menghabiskan waktunya dengan Gean. 


Kafka sejak tadi tidak mau diam, anak kecil itu berlari kesana-kemari seperti di taman bermain. Tidak boleh melihat sesuatu yang menarik perhatiannya sedikit saja. 


"Kafka nggak capek lari-lari terus?" Tria berjongkok menyamakan tingginya dengan tubuh Kafka. 


"Nggak," Kafka menggeleng dengan es krim di tangannya. "Ini enak. Atteu mau?"


Hanya tarikan napas dan gelengan lemah, Kafka sepertinya mengerti jika Tria kelelahan. Tria mengambil tisu basah dari dalam tasnya. membersihkan mulut dan tangan Kafka.


"Ayo kita pulang," Gean sudah selesai dengan sepatunya. 


"Saya pulang sendiri aja, nggak usah Pak Gean anterin!" kata Tria. 


"Yang mau nganterin kamu siapa, ya udah pesen ojek online langganan kamu."


Karena jika Gean mengantarkannya Tria tak yakin ia akan tiba di kostannya tepat waktu. Bisa saja Gean berubah pikiran dan mampir entah kemana. 


"Atteu Yaya nggak ikut sama Om Ge?" tanya Kafka sedikit bingung saat Gean menggendongnya. Ia membiarkan Tria mengikuti langkahnya dari belakang dibanding berjalan beriringan. 


"Om Ge, ajak Atteu Yaya pulang ke rumah Om Ge dong." kafka masih berusaha merajuk. 


"Nggak. Tante Yaya nya juga nggak mau."


"Kalau Om Ge yang ngajak Atteu Yaya pasti mau," bujuk Kafka lagi. Tria yang mendengar percakapan itu hanya bisa menghela napas, ia hanya ingin berbaring di atas kasurnya. 


"Nggak. Kamu sama Om Gege aja udah," tegas Gean. 


Saat denting lift berbunyi Tria menepuk bahu Gean agar segera masuk lift. Kafka merajuk, ia meminta turun dari gendongan Gean dan tetap dengan pendiriannya yang ingin mengajak Tria pergi ke rumah Gean. 


"Jangan kesel gitu dong, Ka. Lagian apa asyiknya main sama Tante Yaya."


Ya mending main sama gue lah, dari pada sama Om-om yang taunya duit doang. 


"Kafka bisa main sama Tante besok-besok lagi, sekarang Kafka pulang terus bobo sama Om Ge." nasehat Tria hanya dihadiahi bibir yang cemberut. Kafka masih tidak mau. 


"Nanti Om Gean kasih es krim lagi sampai rumah nanti."


"Jangan es krim lagi," tolak Tria. Sudah berapa banyak gula yang dikonsumsi Kafka hari ini. 


"Ya terus dikasih apa?" Gean tak terima dengan delikan tajam Tria. "Dia sukanya es krim."


"Kasih biskuit sama susu anget aja sebelum tidur, terus bacain cerita. Jangan lupa sikat gigi, cuci kaki sama tangannya Kafka." Tria menjelaskan dengan detail. 


Gean mengerutkan keningnya, "Hmm."


"Belajar jadi Ayah yang bener, nanti kalau jadi Ayah sungguhan nggak bingung." Tria menepuk punggung Gean kemudian berbisik, "Bye Ayah, Bunda pulang dulu."


****
27-Jan-2019
Weekend itu waktunya tidur dan bermalas-malasan buat para cungpret, semangat bermalas-malasan 😌


K.

Geanno Adhiyaksa, nama yang sering membuat Tria sakit kepala. Sudah lima tahun Tria menemani Gean, bukan sebagai seorang pasangan. 

Tria adalah sekretaris andalan Gean, yang mengetahui setiap detail apa yang dibutuhkan Gean. 

Ketika Tria menyadari bahwa selama lima tahun kebelakang hanya tentang bagaimana membuat Gean merasa nyaman tanpa mempedulikan kehidupan dirinya, maka Tria memutuskan untuk memikirkan hidupnya. Salah satunya mencari pasangan hidup, namun ia lupa jika Gean akan selalu merusak rencananya.

Our Boss! 
©SiKei
17 Januari 2019

"Beyond the edge of the world there's a space where emptiness and substance neatly overlap, where past and future form a continuous, endless loop. And, hovering about, there are signs no one has ever read, chords no one has ever heard."
-― Haruki Murakami, Kafka on the Shore

Sometimes going to the future must not be too easy, no matter what you do your destiny remains the same, nature doesn't give a second chance. Sam tried to become the greatest by destroying the barrier of future. With his bot Sara he wanted to achieve thee impossible. He also wanted to come back when he learned from the truth. But is that so easy? He didn't know he created a bigger threat not only for him but also for the whole Universe.

The thread from the beginning to the last, is not breakable. Try to do that, or you will be in grave danger.

Pengenalan Tokoh Utama :

• Inara Anastasia . berusia 18 tahun, gadis yang sangat polos, cantik dan baik. semenjak sang ayah meninggal dia hanya tinggal dengan sang ibu,ibunya bernama IRAWATI dan kini sang ibu sudah menikah dengan pengusaha terkenal bernama Dahlan Nugroho,dan mempunyai saudara tiri bernama Reylano Dahlan

• Reylano Dahlan . berusia 25 tahun , pria berpostur tinggi, mapan, dan tampan .namun sayangnya dia sangat dingin semenjak ibunya meninggal.. ayahnya bernama Dahlan Nugroho pengusaha sukses yang menikah dengan sekertaris nya sendiri yang bernama IRAWATI dan saudara tirinya bernama Inara Anastasia.

Pengenalan Tokoh lainnya:

Alvaro,Raka,Dev,Rafka,Kafka,Naufal,Listy, Dion, Rizky, Adit,Alice dll

[e hanya ingin memanfaatkan tubuh Nara dan dia merencanakan sesuatu untuk menghancurkan nara dengan ibunya, namun seiring berjalannya waktu semua rencananya kacau saat dia menyadari bahwa dia mulai mencintai Nara..

Hingga suatu hari Nara di culik,Nara di sekap hingga di lecehkan oleh penculik tersebut.hal itu membuat Rey marah dan emosi..Rey pun tidak terima dia langsung baku hantam dengan penculik tersebut.. singkat cerita nara terkena pukulan yang cukup keras di bagian kepala karena ingin melindungi Rey,namun hal itu membuat nara kehilangan penglihatannya.

"Kafka!" Kania berteriak, sedangkan yang dipanggil malah lari keluar kelas.  

"kafka! Woi! Bayar uang kas!!!" Kania berlari mengejar Kafka, "Kafka!"  

"Astagfirullah... Untung gue masih inget istigfar, ka." hela Kania, ia menemukan Kafka yang bersembunyi di bawah meja kantin. 

Kafka keluar dari persembunyiannya. "Ka, uangnya pas-pasan nih. Buat beli bensin." Kafka memasang wajah melas. 

"Masalahnya, lo udah nunggak dari tiga bulan yang lalu!" Kania menjeda.  "Alasannya juga selalu sama!  Kaf, kaf,  heran gue. Buku kas lu tuh kotaknya kosong semua, nih liat." Kania menunjukkan buku kas milik Kafka. 

Yang diajak bicara malah terus memasang wajah melas. "Ka... _"

"Gue gak mau ngasianin lo lagi,  capek tau, ka. Lo itu gak mau berubah, bayar uang kas juga termasuk tanggung jawab lo!" Kania berceloteh memotong ucapan Kafka. 

"Buat apa sih bayar uang kas?" Kafka bertanya, menghiraukan wajah garang Kania.  

Kania menghela nafasnya, mengeluarkan suara 'puh' dari bibirnya.  "Kaf, lo kan Ketua Kelas.  Masa bendahara harus ngejelasin kayak gini ke ketua kelasnya?" 

"Ya, wajar." Kafka menjawab santai

"Bayar uang kas itu untuk kebutuhan kelas dan siswa,  seperti yang lo tau di sekolah adalah tempat keluarga ke-dua setelah di rumah." Kania menghela nafasnya. "Kalau ada hal yang dibutuhin buat kelas dan memerlukan biaya, kita bisa menggunakan uang kas tersebut." Kania melirik malas Kafka, "contohnya, kalau di kelas sapunya rusak, otomatis kita harus beli kan. Gak mungkin kita nyapu pake pelan apalagi minjem ke tetangga yang tukang ghibah." 

Kafka menatap datar Kania, sebaliknya Kania menatap tajam Kafka.  "Gue udah jelasin pake bahasa Indonesia, lo masih gak paham?" Kania menatap jera. 

"Lo selalu jelasin hal yang sama, " Kafka perotes.  "Lo juga selalu nanya hal yang sama!" hardik Kania.  Ia pusing menghadapi Kafka yang malas bayar uang kas.

"Udah lah,  males gue ngomong sama lo.  Mau di cecar kayak gimana pun itu gak akan pernah ngaruh, selalu bisa ngelak. Lama-lama gue juga enek nagihnya, udah enek lo, Kaf.  Bukan bosen lagi." Kania mengatakan sambil terus menatap Kafka tajam. Untung saja belum jam istirahat, jadi suasana kantin masih sepi.  

Kania pergi meninggalkan Kafka dengan perasaan kesal,  dadanya naik turun karena marah. 

"akh!" Kaget Kania, ia menatap punggung Kafka di depannya, kafka menarik Kania, tangannya mencengkeram dengan kuat. "lo mau ngapain sih, Kaf?" Ronta Kania berusaha melepas cengkeraman tangan Kafka.  

"Kafka lepas!" Kania berteriak, tapi Kafka terus diam seolah tak mendengar. Ia membawa Kania ke lorong jauh dari kelas.  

"Lo ngapain bawa gue ke sini?!" Kania menatap tajam Kafka, tangannya merasa kebas akibat cengkeraman Kafka.

Kafka tak menjawab,  ia merapatkan diri pada Kania. "Kaf, lo mau ngapain?" Kania mundur,  sedangkan Kafka menatap intens dan terus merapatkan diri pada Kania.  

Kania tidak dapat melangkah mundur lagi, punggungnya sudah terbentur oleh tembok.  Kafka menyeringai.  "Kaf, jangan macem-macem!" kania mengangkat jari telunjuk ke hadapan Kafka. 

"Nggak macem-macem, Ka.  Cuma satu macem aja kok, sisanya nyusul." Kafka menurunkan jari telunjuk Kania dan menahan kedua tangannya di dinding. 

"Kaf, kalo lo maju satu langkah lagi, gue bakal teriak!" ancam Kania. Kafka tersenyum smirk, "Teriak aja." Kafka melangkah maju.  

Kania menahan nafas saat di depannya terdapat dada bidang milik Kafka.  Tanpa persetujuan, Kafka memeluk Kania erat.  Seperkian detik Kania terpaku, badannya membatu di dekapan Kafka.  

"Jangan marah.." ucap Kafka sambil mengusap punggung Kania.  Kania memberontak, "Lepas, Kaf." 

"Shit!" Kafka mengumpat pelan. Ia memeluk Kania lebih erat. "Mungil banget sih." 

Kania tidak peduli, ia terus memberontak di dekapan Kafka.  Tanpa sadar gerakan Kania membuat 'milik' Kafka terbangun. 

Kafka menutup matanya mencoba tenang, Kania ini sangat mungil tapi buah dadanya sangat menempel pada dada bidangnya. 

Kafka mengecup kepala Kania, menghirup wangi shampo dari rambut milik  Kania, "wangi straubery." gumam Kafka.  

Kania memberontak, "lepas,  Kafka!!" 

Kafka menggigit bibirnya, pergerakan Kania tak sengaja menyentuh 'milik'nya.  

"Kafka lepas!!" 

Kafka melonggarkan dekapannya, menyatukan hidungnya dengan hidung Kania. "My little, kenapa begitu manis?" ucapnya, tanpa ragu bibirnya mencium bibir Kania.  

Kania terpaku, badannya mematung merasakan benda kenyal itu menempel di bibirnya. 

Kafka melumat dengan lembut bibir Kania, matanya terpejam menikmati bibir ranum milik Kania.  Kania tak memberontak, badannya tetap mematung karena syok. 

Kafka terus melumat bibir Kania,  ia menggigit kecil bibir Kania. Membuat Kania membuka bibirnya dan memudahkan lidah Kafka masuk ke dalam mulut Kania.  

Kafka terus memperdalam ciumannya, lidahnya mulai mengabsen satu persatu gigi Kania.  

Kania masih terus tak bergeming,  otaknya menolak tapi tangannya enggan mendorong.  

Kafka mengarahkan tangan Kania ke lehernya, ia melingkarkan tangannya di pinggang ramping Kania. 

"Shh.." tanpa sadar Kania mendesah, meski kecil Kafka masih mendengar dengan jelas suara Kania. 

Sedangkan Kania sedang merutuk dirinya yang tanpa sadar malah mendesah, apakah ia menikmati permainan Kafka?

Kafka melepaskan tautan bibirnya, ia melihat puas bibir Kania yang sangat merah dan bengkak. "Manis." ucapnya. Kania memalingkan wajahnya, antara marah dengan Kafka yang sudah menciumnya dan kesal terhadap dirinya yang tidak menolak menjadi satu. 

Kafka menangkup wajah Kania, "my little" panggil Kafka.  Kania menatap tajam mata Kafka. 

'cup'
Kafka mengecup bibir Kania. Kania kembali diam terpaku.  "Udah marahnya?" tanya Kafka, tangannya bergerak mengusap rambut Kania. 

"Sayang..." panggil Kafka. 

Kania tidak menjawab, ia berbalik badan memunggungi Kafka.  

"Kaniaaa.. " panggil Kafka.

Kania tidak membalas, ia berlari meninggalkan lorong dan menuju toilet.  

Ini tidak benar, Kafka telah merenggut ciuman pertamanya.  

Meskipun di kelas Kania dan Kafka sering berinteraksi, tapi tidak pernah terpikir di benaknya untuk menyukai Kafka.  Ia tak habis pikir, kenapa  Kafka memeluknya, kenapa Kafka menciumnya,  Kenapa Kafka melakukam ini semua? 

Kania mengunci dirinya di salah satu bilik,  tangisnya pecah menyesali perbuatannya, ia menyentuh bibirnya, "kenapa harus kayak gini, kenapa?" sesal Kania.  

kafka berjalan mencari Kania, ia tahu kalau tindakannya itu bodoh, tapi mau bagaimana lagi, Kafka tidak tahan untuk menciumnya. 

"Kaniaa.. " panggil Kafka setelah sampai di depan toilet khusus perempuan. Matanya melirik kesana kemari memperhatikan,  "Kaniaaa.." panggilnya lebih keras, ia ragu untuk masuk ke dalam toilet perempuan. 

"Kania lo gak kenapa-napa kan?" Kafka bertanya di tempatnya, sedetik kemudian Kafka berjalan memasuki toilet, ia mengecek bilik satu persatu.  "Kania, lo di dalam?" Kafka mencoba membuka bilik yang terkunci. "Kaniaa.. " Kafka mengetuk-ngetuk pintunya.  

'BRAAK!' 
Kafka mendobrak pintunya,  ia mendapati Kania yang terduduk di atas toilet, matanya sembab dengan tubuh bergetar. 

"Kania.." panggil Kafka menepuk pipi Kania pelan. tidak ada reaksi. "Kania.."    "kania.. "

Dengan sigap Kafka menggendong Kania ala  bridal style. ia membawa Kania menuju mobilnya di parkiran. 

Tatapan siswa lainnya menatap heran Kafka yang menggendong Kania. "Bawain tas gue sama Kania,  sekarang!" perintah Kafka pada Rico. 

Kafka membaringkan Kania di kursi penumpang, hatinya cemas melihat Kania yang tak berdaya.  

Rico datang membawakan tas Kafka dan Kania.  "Thanks" ucap Kafka dan segera meninggalkan parkiran sekolah. Ia tidak tahu, bahwa beberapa jam ke depan, ia akan menyadari sebuah perasaan yang akan mengubah hidupnya.  






aku dijodohkan oleh sahabatku sendiri? 
bagaimana?

Pagi ini kafka dan timnya latihan untuk turnamen 2 minggu kedepan. Seperti biasa dia dan timnya berlatih di taman dekat rumah nya.

Hard Cyclone 🌪️

                                    Today

Albara cool boy 😎.                                               
|guysbangubguyssudahwaktunyabangun!!!

| Jadilatihankanguys?

| Dimanalokasi?

| Jamberapa?
06.01

Revano
| Lo kalau ngomong tu pake tarik nafas ngapa. 
|Gak ada jeda, nge spam lagi
06.02

Daniel 
| Gue setuju sama lo rev
06.02

Albara cool boy 😎
| Lah maaf, gue kagak ngomong tuh
| Gue cuman ngetik 😌
06.02

Daniel
| Betul juga tu kata bara
06.03

Revano
| Lo nge dukung siapa sih dan
| Plin plan lo
  Albara cool boy 😎
  Gue cuman ngetik
| Setidaknya lo ngetik pake spasi kek bambang
06.05

Albara cool boy 😎
| Gue ALBARA bukan bambang
06.06

Revano
| Revano mengeluarkan anda
06.07

Albara cool boy 😎
| gue sangka iya pula gur di keluarin
06.07

Daniel
| Hahahhaha
06.07

Revano
| Gur apaan woi 😌
06.08

                                  Kalian pada ngapain guys |
                                                                      06.08
                                                                      Read

Albara cool boy 😎
| *Gue
| Typo sikit aja pun 
| Lebay lu
06.09

Daniel
| Baru bangun lo kaf?
06.09

Revano
Anda
Kalian pada ngapain guys
| Nungguin kucing bertelur kaf :)
06.10

                                                              Oooo gitu |         Dari tadi sih dan. Dah mandi juga gue ni |
                  Tinggal cus aja lagi ni ke lapangan |
                                                                      06.10
                                                                      Read

Albara cool boy 😎
| Gue juga mau otw ni
06.11

Lah kok kontak si bara di hp gue albara cool boy pake emot ini lagi 😎 |
                                                Siapa yang ubah |
                                                                  Ngaku |
                                                                      06.12
                                                                      Read

Revano
| Siapa lagi kalau bukan orang nya
06.12

Daniel
| Hahahahhaha
06.12

                                         Cool boy apaan coba |
                                                                     06.13
                                                                     Read

Albara
| Ihhhhh biarin aja itu kan bagus kaf
06.13

                              Enggak. Udah gue ubah lagi |
                                           Gue otw lapangan ya |
                                              Gue tunggu disana |
                     Jangan lama lama kalian dandan |
                                                                    06.17
                                                                    Read

Albara
| Lo gak asik kaf 😭
06.17

Revano
| Udahh ayo buruan otw lapangan
06.17

Daniel
| Hahahahhaha
06.18

Revano
|Gak ada kata" lain ya dan selain ahhahaha
06.18

Daniel
| Hehhehehehe
06.18

Revano
| Gue sleding juga ginjal lo!
06.19

Albara
| Udah kalian tidak perlu rebutan gitu jemput gue
06.19

Revano
| Idihh siapa juga yang mau jemput lo?!
06.20

Albara
| Daniel dong
| Ya kan dannnnn
06.20

Daniel
| G!
06.20

Albara
| 🙂
06.20

Revano
| Ahahahhaha
06.20

                                    Kok Lo pada belum otw?!|
                                                                      06.21
                                                                      Read

Daniel
| Gue udah otw ka, Otw buka pagar😌
06.21

Setelah melihat chat terakhir dari group,kafka pun memasukkan hpnya ke saku celana basketnya tak lupa memutar lagu yang telah disambung dengan headset bluetooth.
Ia pun melangkah pergi meninggalkan rumahnya menuju lapangan yang tidak begitu jauh dari rumahnya sembari memantulkan bola basket yang di bawanya itu. 

Sangking serius nya mendribbel bola basket ditambah dengan volume lagu yang full kafka tak menyadari ada seseorang yang memanggilnya dari arah belakang.

"Kafkaaaa!!!" Teriak orang itu berulang kali

"Pekak atau gimana sih ni orang" gerutu seorang gadis yang menyamakan langkah nya dengan kafka.

"Woi kaf??!!" panggilnya sambil menarik bahu cwo itu agar melihat kearahnya.

Kafka spontan mau ngelempar bola basket yang ada ditangannya ke muka orang yang menariknya itu. 
Gadis bersuai hitam panjang itu begitu kaget dan menutup mata dan wajahnya dengan kedua tangannya.

"Eh Al, maaf gue gak tau itu lo" ujar kafka dengan nada penuh penyesalan dan meletakkan bola basketnya di aspal dan di injaknya dengan 1 kaki. Aleya masi membeku tanpa sepatah kata pun dia pun membuka wajahnya. 

Gadis yang memanggilnya tadi adalah aleya.

"Kenapa al??" Tanya kafka dn melepas headset dari telinganya.

"Ini, gelang lo tadi jatuh" jawab Aleya sambil memberi gelang yang ada ditangannya

Dengan cepat kafka melihat pergelangannya. Dia tak menyadari bahwa gelang nya yang satu lepas dari pergelangannya

"Untung lo yang nemu al. Gue gak sadar kalau gelang gue jatuh" ucap kafka dan mengambil gelang yang ada ditangan aleya

"HC tu apaan?" Tanya aleya penasaran. Karna gelang itu bertuliskan HC dengan huruf kapital.

"Hc itu..." 

"Bentar, gue jawab telfon dulu" potong aleya

"Iyaaa bang ini udah deket bang" ujar aleya sambil berlalu meninggalkan kafka tanpa salam perpisahan sedikit pun ia berlari dengan kantong plastik putih ditangannya. Dia tampak baru kembali  dari minimarket.

Kafka hanya menatap punggung aleya yang menjauh.

"HC itu Hard Cyclone Al" gumamnya sambil tersenyum tipis

Kafka mengikuti langkah Aleya tanpa disadari olehnya. Saat Aleya berbelok masuk ke pekarangan rumahnya kafka bersembunyi di pohon besar di pinggir jalan sambil mencuri curi melihat kearah rumah aleya.

"Oh jadi ini rumahnya. Dekat dong dengan rumah gue" gumamnya dalam hati dan tersenyum begitu semangatnya tampak diwajahnya.

Kafka pun melanjutkan langkahnya menuju lapangan basket

Dari jauh tampak teman-temannya yang sudah jogging keliling lapangan beriringan.

"Itu kafka" ujar Daniel sambil melihat kearah kafka yang baru tiba di lapangan

"Lama banget lo nyampe kaf. Perasaan lo yang otw duluan dari kita-kita" ujar Revano. Mereka pun berhenti tak jauh di depan kafka berdiri

"Iyaa tadi  ada urusan bentar" jawab kafka menuju temannya sambil senyum-senyum tidak jelas entah apa alasannya

"Teman lo ngapa tuh?" Tanya Albara ke Revano yang berdiri disampingnya

"Kagak tau. Kesambet apaan dia di jalan" jawab Revano yang juga ikut kebingungan.

"Kepentok tiang listrik kalik kepalanya" ujar Daniel dan di iyakan oleh ke 2 temannya.

"Kalian kenapa diam disana. Buruan pemanasan" ujar kafka yang memulai pemanasannya sendiri. Masi sama, dia senyum senyum tidak jelas.

"Kita udah dari tadi kalik kaf, lo nya aja yang lama" jawab Albara mengambil bola basket yang dibawa oleh kafka itu dan mendribbel nya menuju tengah lapangan.

Setelah melakukan pemanasan mereka pun memulai latihannya. 
Mereka bakal turnamen 3X3 di gor 2 minggu kedepan melawan anak sekolah lain.

*******

Setelah mandi kafka tidur diatas kasurnya sambil memainkan hp sembari membuka instagram.
Tak sengaja kafka melihat postingan tampak 3 cwe di dalam foto itu. 2 cwe diantaranya seperti tidak asing baginya. Kafka memperhatikan dengan seksama sambil mencari cari foto cwe itu yang lebih jelas di akun instagram tersebut.

Dia melihat foto tersebut di tag ke akun orang tersebut.

￼

♥️4560   💬. 2113
Yaradillaznf 
Iloveyouciwikuu

"Aleya" teriaknya dalam hati. Dengan sesegera mungkin dia membuka akun yang bernama @alyaaamauhzl tapi sayang akun tersebut di privasi.

Kafka bimbang, apakah dia harus memfollow akun tersebut atau tidak. Dia takut jika dia follow nantinya bakal tidak di terima oleh si pemilik akun

"Apa salahnya di coba" ujarnya kepada dirinya sendiri

"Tapi nanti gak bakal di terima deh" keluhnya dan mengurungkan niatnya

"Tapi juga tadi dia gak begitu cuek pas ngembalikin gelang gua" sambung nya

" Gue follow aja deh" dia pun mulai mengikuti akun aleya

Toktoktok~

"Kafka, bibi udah siap masak makan siang ni, ayo makan dulu" ujar seorang wanita di sebalik pintu kamar kafka

"Iyaa bi, bentar lagi kafka turun" teriaknya tak membukakan pintu

Kafka pun bangun dari tidur nya dan meletakkan hpnya diatas kasur. Kafka menuju ruangan makan.

"Mama belum pulang juga ya bi?" Tanya kafka sambil menarik kursi nya dan duduk disana

"Belum kaf. Kata nyonya, nyonya minggu depan jadi nya pulang" jawab perempuan yang tak begitu tua itu. 

Dia adalah pembantu di rumah kafka namanya bi minah. Ia sudah bekerja bersama orang tua kafka sejak kafka belum lahir. bahkan dari bayi, bi minah lah yang menjaga kafka. Mamanya kafka yang begitu sibuk dengan perusahaan yang di milikinya, sedangkan papa nya tidak tau keberadaannya dimana. Mamanya pernah bilang kalau papanya ninggalin mamanya karena lebih memilih orang ketiga, maka dari itu kafka tidak mau bi minah memanggil nya tuan muda, den atau apapun itu. Bagi kafka bi minah orang tua pengganti mamanya yang slalu ada untuknya.

"Kapan mulai sekolah lagi kaf" tanya bi minah

"Senin besok bi" jawabnya sambil menyantap makan siang nya.

"Yaudah, bibi ke belakang dulu ya" ujar bi minah

"Bibi gak makan?" 

"Nanti aja, bibi masi kenyang" jawab bibi dan berlalu meninggalkan kafka di ruang makan.

Setelah selesai menyantap makan siangnya kafka pun menuju kamarnya berniat untuk istirahat sejenak. Setidaknya dengan ini rasa sakit yang tiba tiba menyerang kapalnya berkurang.

Sebelum membaringkan badannya, kafka menyetel salah satu lagu yang ada di handphonenya menggunakan speaker bluetooth dilamarnya.

~Eminem - love the way you lie~

Kafka memainkan hpnya sembari menunggu kekenyangannya ini menghilang

line

Hard Cyclone 🌪️

Albara
| Guys lihat deh ini 

￼

| Udah keren gak gue?
12.56

Revano
| Apaan
| Kerenan gue lagi

￼

13.00

Daniel
| Bagusan ini deh kayak nya

￼

13.01

Albara
| Lo kebangetan ya dan!!
13.01

Revano
| Ahahhaha pas tanding di sekolah gak sih tu
13.02

Daniel
| Iyaa rev 🤣
13.02

                           Jangan ngirim foto aib |

            Ntar aib kalian disebar si bara |

Dia lebih banyak foto aib lu pada 🤣 |
                                                                      13.03
                                                                      Read

Albara
| Gue juga punya 💩

￼

13.04

Revano
| Ahahahha Daniel 🤣
13.04

Daniel
| 🙂
13.06

      Ahahahha muka lo dan |
                                                                      13.06

Setelah membalas chat group kafka pun menuju kasurnya dan tidur. Matanya terasa begitu mengantuk.

*******

3 hari lagi, aleya akan kembali bersekolah, setelah libur cukup lama, akhirnya aleya bisa kembali memakai baju seragamnya.

"Lo yakin baju Lo masih muat Al?" Tanya Dilla tiba-tiba membuat pergerakan aleya terhenti.

Aleya melihat kearah Dilla dengan sinis dan menyunggingkan sedikit bibir atasnya.

"Lo nanya apa ngehina?! Ya kali nggak muat, ni liat ni, masih ada sisanya" ujar aleya sambil menunjukkan bagian longgar pada baju sekolahnya.

"Ya mana tau kan Lo nambah gitu Al" ucap Dilla, berjalan kearah kasur dan membaringkan tubuhnya disana.

"Kalian udh pada beli perlengkapan belum sih? Sekarang kuy!!" Ujar dara mengajak aleya dan Dilla .

"Yaudah, gue juga belum beli apa-apa"  jawab Dilla setuju.

Mereka bertiga, kini tengah bersiap menuju salah satu mall yang biasa mereka kunjungi.

********
@cllmall

Aleya dan yang lainnya telah masuk kesalah satu store yang menjual berbagai macam alat tulis sekolah, mereka berpencar, mencari apa yang mereka butuhkan.

Aleya berjalan kearah rak Pena serta buku. Memilih pena mana yang akan dia pilih.  Saat sedang asik memilih aleya tak sengaja menabrak punggung seseorang yang berada tepat didepan nya.

"Maaf, ngga sengaja" ucap aleya sembari membungkukkan badannya sedikit. Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. 

Pria Berjalan meninggalkan aleya yang masih menatap lekat punggung pria yang dia tabrak tadi. 

Tapi tunggu! Aleya melihat lagi inisial yng dia liat saat dirumah neneknya. Dan kini dirinya kembali melihat inisial yang sama. Rasa penasaran aleya semakin tinggi .

Aleya mengikuti langkah pergi pria itu, menuju kasir dan aleya juga kini sedang dikasir. Namun aleya tak bisa melihat wajahnya, terhalang masker hitam yang dipakai pria itu.

Telah selesai membayar, aleya kembali mengikuti langkah pria itu keluar dari store. Tanpa sadar gelang pria itu terjatuh, aleya dengan cepat mengambil nya, dan ada inisial DJN lagi.

"Sebenarnya djn tu apa sih?!" Tanyanya dalam hati.

"Tunggu!" Teriak aleya, membuat pria itu berhenti dan membalikkan badannya melihat kearah aleya. Dengan cepat aleya berjalan kearahnya dan menyodorkan gelang yang dia dapat tadi.

"Gelangnya tadi jatuh" ujar aleya memberikan gelang pada pria itu.

Pria itu melihat aleya dengan tatapan tajam membuat aleya panas dingin seketika.

"Ngeliatin gue Napa gitu banget sih?!" ujarnya pelan.





















"Thanks" ujar pria itu dan mengambil gelangnya yg ada ditangan aleya dan lupa dia menyentuh tangan aleya tanda bersalaman.

TBC
💛💛💛💛💛💛💛💛

"Ketika hati tiba-tiba menginginkannya, apakah itu salah? 
Saat hati tak ada yang tahu bahkan orangnya sekalipun! 
Maaf jika menyukaimu membuat dirimu tak nyaman dan memilih untuk menjauh. Tapi aku tak bisa menahannya lagi" 

"Aku yang tak berani untuk mengambil keputusan. 
Aku begitu takut dengan pengakuanku yang akan membuat tembok penghalang antara kita" 

"Kamu akan bahagia bersama orang yang mencintaimu dengan sepenuh hati. Maaf, tapi bukan aku leya"

I’m an international, multiple award-winning author with a passion for the voices in my head. As a singer, songwriter, independent filmmaker and improv teacher and performer, my life has always been about creating and sharing what I create with others. Now that my dream to write for a living is a reality, with over a hundred titles in happy publication and no end in sight, I live in beautiful Prince Edward Island, Canada, with my giant cats, pug overlord and overlady and my Gypsy Vanner gelding, Fynn.

A Poo Poo Kind of Morning

I tried not to look down the mouth of hell staring back at me from inside the glaringly pristine outer ceramic shell of the white throne, my throat catching, stomach doing half flips and a rather impressive rollover routine that would have gotten at least a 9.5 even from the Russian judges. Instead, I forced myself to smile and swallow and remind myself the elbow length yellow rubber gloves grasping the handle of the standard issue plunger were all that stood between me and Pooageddon. 

Suck it up, Fee. Big girl panties and adulting and all that. 

“At what point,” I waved the dripping plunger, wincing as droplets of yuck flew, “did I think owning a bed and breakfast was going to be glamorous and romantic?”


Fiona Fleming is in so much trouble. Her recently inherited bed and breakfast might not actually be hers thanks to the underhanded misdealings of the local real estate bully. Despite her grandmother's last will and testament, Fee might me out of luck and on the street before she even gets settled. But when her new enemy floats belly up in her koi pond, she's the prime suspect in his murder! Can she uncover who the real killer is before the smoking hot new sheriff puts her behind bars instead of asking her out on a date?

Dive into book one of the Fiona Fleming Cozy Mysteries, and don't miss the exciting sequels!

Lucifer got entangled with a Human and impregnated her. This was considered a Taboo.
 
 After Lucifer committed the Taboo, upsetting the balance that God has set, which was to never have physical contact with Humans. Lucifer was punished by God and then the Humans.
 
 Portals appeared around Earth in different regions. Coming from the portals were Man-eating Monsters and Beasts. Humans were defenseless. 
 Seeing this, Lucifer begged God to forgive Humans for his mistake and promised to never set foot on the Human realm ever again.
 
 God agreed, but he neither closed the portals nor stop the rampaging Monsters and Beasts rather, He gave Humanity the power to fight back.
 
 Ash, the Son of Lucifer and a Cambion grew up with a woman named Zara and aspires to be a Hunter.

 Follow Ash, as he uncovers his true identity and help Humanity in their struggle for freedom.

In a renewed world where humans are modified to perfection, Phoenix X, a modified agent of the RAYA, is paired with newcomer, perfect-born, Alpha Q on a simple undercover mission.

What would happen when they uncover more than they should know?

kafka Novel

BEKAS PACAR ( VERY SLOW UPDATE )

DEWA

Our Boss!

From The Begining To the last

Saudara Tiri

Jodohku sahabatku

OIL AND WATER

Fiona Fleming Cozy Mysteries

Lucifer's Prodigy

Phoenix X

People search kafka also like: