webnovel

Berpisah

"Naik! Naik! Cepat!" seru Jefri dengan menumpuk meja dan kursi.

Boni membantu temannya, para warga naik menuju lubang plafon yang berada tepat di atas papan tulis. Satu persatu mulai naik dengan diiringi suara erangan monster yang mengerikan.

"HUARGH! HARGH! HARGH!"

Banyak yang datang berkumpul setelah seseorang menjerit tadi, karena melihat mahkluk itu yang sedang menatap ke dalam kelas dari jendela belakang. Jumlah mahkluk di jendela belakang pun bertambah. Mereka semua menatap lapar kepada semua orang yang gemetar ketakutan menunggu giliran naik ke atas plafon.

"BRUK! BRUK! BRUK!"

Pintu dan jendela digebrak oleh para mahkluk itu. Engsel pintu pun hampir terlepas karenanya. Jefri berlari menarik meja terdekat untuk menahan pintu.

"Cepat cepat!" seru Boni ke yang lain karena keadaaan semakin genting.

Semua bergerak terburu hingga terjatuh.

"PRANG!"

Kaca jendela depan pecah, membuat kami terkejut. Tangan seorang mahkluk muncul beserta wajahnya yang pucat mengerikan, dengan gigi berlumuran darah.

Semua memekik ketakutan, evakuasi ke atas menjadi rebutan. Seorang anak kecil yang hendak naik ke atas, di dorong hingga jatuh oleh seorang pria setengah baya yang bertindak seenaknya. Untung saja, anak kecil itu di tangkap oleh Jefri dengan cepat, kalau tidak, dia bisa mati terkena kerasnya lantai ruang kelas.

"PRANG!! PRANG!!" Satu persatu kaca mulai pecah. Meja penahan pintu pun sudah bergeser, Jefri dengan cepat berlari menahannya lagi.

"BONI! BANTU AKU!" pekiknya dengan menahan pintu.

Boni bergegas membantu. Tangan-tangan para mahkluk itu bergelantungan di jendela. Salah satu tangan mahkluk itu sangat dekat sekali dengan Jefri, jika tak cepat menghindar, Jefri bisa ditarik oleh mahkluk yang sudah tak sabar ingin mengigit itu.

"Jef!" seru emaknya dengan sedih.

"NAIK MAK! CEPAT!" pekik Jefri dengan tertahan, karena tenaga mahkluk itu sangat besar. Pintu kelas tak akan mampu dia pertahankan untuk waktu yang lama.

Ibunya lantas bergegas naik, sisanya hanya tinggal beberapa orang saja.

"CEPATLAHHHH!" titah Jefri, sebab semua kaca sudah pecah dan engsel pintu sudah terlepas. Suara mahkluk itu, memekakkan telinganya dan ia berkeringat dingin.

"AYO BON!" pekiknya ke Boni.

Boni dengan sedikit ragu meninggalkan Jefri, lantas berusaha naik. Sayangnya, karena tubuh yang gemuk, hanya kepalanya saja yang berhasil masuk.

"AYOLAH BON!!!" pekik Jefri, dia sudah tak tahan, tenaganya sudah terkuras habis.

Seorang mahkluk berhasil masuk dari jendela. Mahkluk itu menargetkan tubuh Boni yang masih bergelantungan, berusaha masuk. Jefri tak mau temannya itu berubah menjadi mahkluk mengerikan. Dia mencari alat untuk untuk menghadang.

Sebuah penggaris kayu besar berwarna coklat, dia ambil dan memukulkannya sekencang mungkin ke arah sang mahkluk.

"PRAK!" Penggaris itu patah, sang mahkluk mengerikan terhenti dan menatap Jefri yang telah memukulnya. Karena takut, Jefri mundur sembari mengacungkan sisa penggaris.

Mahkluk itu menatap Jefri penuh ingin dan menerjangnya. Jefri tak bisa berkutik karena tertahan meja penghalang pintu, namun ... "JLEB!"

Mahkluk itu tertancap tepat di bagian lehernya, hingga darah hitam muncrat keluar, membasahi wajah dan tangan Jefri.

Jefri terkejut dan bingung. Akan tetapi, tak ada waktu untuk mencermati apa yang terjadi, sebab seorang mahkluk sudah masuk lagi lewat jendela. Dia langsung mendorong mahkluk yang sudah mati itu dan menarik temannya turun.

"Ke sini," ajaknya kepada Boni yang terkejut dan takut, karena mengira ditarik oleh mahkluk mengerikan.

Jefri menarik meja guru yang tebal dan kecil ke arah sudut ruangan, lantas dia masuk. Boni pun mengikuti temannya itu. Mereka mendorong meja hingga ke dinding, tak menyisakan celah sedikitpun, serta menahan bagian dalam meja agar tak bisa ditarik dari luar.

Suara pintu didobrak terdengar. Jefri dan Boni terkejut dan semakin ketakutan kala suara mahkluk itu berada tepat di atas mereka. Suara itu sangat bising, mengerikan dan menakutkan. Sekarang, mereka sedang berada di ujung tanduk. Jika meja itu terbuka, maka tamatlah riwayat keduanya. Yang bisa mereka lakukan, hanyalah menahan meja sekuat mungkin dan berdoa, agar tetap hidup.

Meja yang kecil dan gelap, membuat mereka tak bisa bernapas dengan benar. Namun, karena suara mengerikan itu, membuat keduanya terpaksa bertahan. Meski sangat panas berada di dalam sana. Mereka menelan suara ketakutan, menggantikannya dengan kekuatan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Entah untuk waktu berapa lama mereka melakukan itu, keinginan bertahan hidup membuat mereka lupa akan pikiran lain.

Tiba-tiba, terdengar suara ledakan di suatu tempat. Suara mengerikan itu menjauh mengikuti arah suara ledakan. Ruangan mulai sepi, tak ada geraman dan suara cakaran di atas meja. Hening.

Jefri dan Boni saling tatap, mereka tak yakin kalau mahkluk itu sudah pergi semua. Jefri menyuruh Boni untuk mengintip dengan kode. Akan tetapi, Boni bergeming takut.

Jefri menatap tajam Boni dan menyuruhnya kembali. Boni yang takut dan sudah kencing di celana, mau tak mau, membuka sedikit meja. Dia berusaha mengintip dari celah yang ia buat.

"Besaran dikit!" sergah Jefri pelan dengan menyenggol sahabatnya itu.

Boni mendengus pelan, dia tak mau melakukan itu. Namun dengan terpaksa dia mengikuti perintah Jefri, karena sahabatnya tak bisa membuat celah di sampingnya.

"Sret!" Sebuah celah terlihat, Jefri pun ikut mengintip dari celah itu. Boni membuka sedikit demi sedikit, rambut keribonya keluar dari celah sebelum matanya.

"Masih ada nggak?" tanya Jefri penasaran, karena terhalang rambut Boni.

Boni mengeluarkan kepalanya dengan cepat lantas kembali dan menjawab, "Tak ada."

"Kamu yakin?" tanya Jefri memastikan.

"Iya," jawab Boni yakin.

Mejapun didorong menjauhi dinding. Mereka keluar dengan perlahan.

"HUARGH!"

"AAAA!" pekik Boni dan Jefri bersamaan.

Seorang mahkluk mengerikan masih tertinggal di dalam kelas. Badannya kurus kering.

"Bukannya itu Pak Prapto ya?" lontar Boni dengan takut.

"Iya," jawab Jefri cepat.

Pak Prapto yang sudah berubah menjadi mahkluk mengerikan, mendekat dengan menyeret kakinya. Jefri dan Boni memutari meja untuk menghindar. Mereka berputar-putar hingga lelah, akan tetapi mahkluk itu mengikuti mereka tanpa kenal lelah. Jefri dan Boni berpencar.

"HARGH! HARGHHH!"

Mahkluk itu mengikuti Boni. "Jefriii!! Tolonggg!!!" seru Boni ketakutan.

Jefri bingung harus bagaimana menolong Boni, dia melihat sekeliling dan terhenti di penggaris kayu yang tertancap di leher mahkluk tadi. Segera ia mengambil penggaris itu dan menanti mahkluk yang mengejar Boni melintasinya.

"Jleb!" Penggaris itu menusuk tepat di jantung si mahkluk, namun anehnya, mahkluk itu masih bisa bergerak dan hendak mencakar Jefri.

"BRUAK!!!" Sebuah kursi melayang tepat di hadapan Jefri. Mahkluk itu ambruk. Boni dengan takut memukuli mahkluk itu hingga kursinya patah.

"Sudah Bon! Sudah!" sergah Jefri dengan menahan tangan Boni.

Boni yang menutup mata, membuka matanya perlahan dan melihat mahkluk itu sudah tak berkutik. Kepalanya sudah pecah tak beraturan. Boni terkejut dan merasa bersalah. Bagaimanapun juga, mahkluk itu adalah tentangganya sejak kecil.

"Ayo!" ajak Jefri dengan menarik sahabatnya. Dia tahu rasa sedih Boni, namun semua itu tak bisa dihindari. Dia bersiap naik menuju plafon, ibunya sudah menanti di dekat lubang.

Tiba-tiba, suara geraman dari arah jendela belakang terdengar. Beberapa mahkluk itu datang, Jefri dan Boni tak bisa bersembunyi lagi. Karena, meja yang mereka tempati tadi, sudah penuh cakaran dan ada yang hampir berlubang.

Dengan cepat Boni menarik Jefri pergi.

"TIDAKKKK!!!! EMAKKK!!!"