webnovel

ZEN: Didunia Fiksi

Seorang remaja pria yang meninggal karena menyelamatkan teman masa kecilnya. Remaja itu lalu ditemukan oleh sebuah cahaya dan diberikan kehidupan kedua, untuk menjelajahi dunia anime dengan system yang diberikan kepadanya. . . Perhatian: - Saya tidak memiliki karakter apapun yang ada didalam cerita ini. - Saya juga tidak memiliki gambar yang digunakan pada sampul. - Cerita ini akan beralur lambat namun kadang kadang cepat. - Saya adalah penulis baru, saya membuat novel ini hanya karena kesenangan semata dan untuk belajar. Jadi jika ada masukan, saya akan sangat amat terbuka untuk menerimanya.

AciaRhel · アニメ·コミックス
レビュー数が足りません
275 Chs

Sebelum Pernikahan

Seorang wanita masih menutup matanya dan menikmati setiap inci waktunya untuk berdekatan dengan pria yang menggendongnya saat ini. Dia tidak peduli dengan pemikirannya sebelumnya, karena dia merasakan sangat nyaman saat ini.

Namun yang dia tidak tahu, perjalanan mereka seakan tidak pernah sampai, karena si Pria sengaja menggendongnya dan berjalan mengelilingi kota ini, karena dia tahu wanita tersebut saat ini mencoba menikmati kenyamanan yang dia terima saat ini.

Sudah lebih dari satu jam, pria itu menggendong wanita yang saat ini pura – pura terlelap, namun akhirnya sang wanita mulai menyadari akan dibawa kemana dirinya oleh pria yang menggendongnya, karena perjalanan mereka seakan tidak pernah sampai.

Perlahan wanita itu mulai mengintip dari cela kelopak matanya, namun sebuah suara langsung membuatnya sangat terkejut, karena dia tidak menyangka bahwa kedok yang dia lakukan sebelumnya, ternyata diketahui oleh pria yang menggendongnya.

"Aku baru tahu, Aiko-sensei ternyata suka digendong" kata Zen.

"B-Bukan s-seperti itu Zen" kata Aiko sambil merona saat ini, karena tindakannya sudah ketahuan oleh Zen.

Namun bukannya menurunkan gurunya tersebut, Zen membawanya pada sebuah tempat dimana dia pernah berkencan dengan Yuna sebelumnya, dan mencoba menikmati malam yang indah ini disana bersama Aiko.

"Maafkan aku Zen, karena merepotkanmu" kata Aiko yang saat ini sudah turun dan duduk pada sebuah kain yang ditebar Zen pada dataran berumput saat ini.

"Bukankah sudah kubilang Sensei, jika itu membuatmu nyaman, aku akan melakukannya untukmu" kata Zen, sambil mengeluarkan sebuah benda untuk penerangan pada tempat tersebut dan mengeluarkan berbagai cemilan dan minuman ringan.

Aiko sendiri saat ini hanya tersenyum kepada pria disampingnya yang saat ini sibuk menatap tempat ini, namun sebuah perkataan dari pria di sebelahnya sebelumnya mulai muncul pada benaknya saat ini.

"Kamu harus jujur dengan perasaanmu sendiri Aiko-sensei"

Begitulah perkataan Zen saat akan menggendongnya sebelumnya, dan Aiko mendengarnya dengan jelas, terutama saat itu dia sudah berpura – pura untuk terlelap. Namun lamunanya terhenti setelah Zen kembali menempelkan sesuatu yang dingin pada pipinya.

"Kenapa kamu sangat suka melamun Sensei?" tanya Zen.

"Bisakah kamu jangan memanggilku dengan sebutan Sensei, Zen?" kata Aiko yang saat ini menatap Zen dengan tatapan yang menyembunyikan perasaan gelisahnya.

Entah berasal dari mana keberanian Aiko mengatakan hal tersebut, namun dia mencoba untuk jujur dengan perasaannya saat ini, karena dia mencoba mengambil sebuah langkah untuk dirinya sendiri.

"Lalu aku harus memanggilmu apa Sensei?" tanya Zen.

"B-bisakah kamu memanggil n-namaku, tanpa embel – embel sensei?" kata Aiko yang saat ini mulai membulatkan keberaniannya saat ini.

"Baiklah Aiko" kata Zen sambil tersenyum kepada Aiko saat ini, yang sedang menatapnya dengan wajah yang sepenuhnya memerah.

Namun suasana yang hangat dan tatapan mereka yang tidak melepaskan satu sama lain, akhirnya berakhir dengan wajah mereka yang mulai saling mendekat, dan mereka mulai menutup mata mereka dan mencoba menikmati apa yang akan terjadi kemudian.

Sentuhan lembut dari bibir mereka masing – masing, menjadi bukti bahwa mereka ingin saling memiliki. Dan malam yang penuh bintang ditempat itu, menjadi saksi hubungan baru terbentuk ditempat ini.

Ditempat lain, beberapa wanita akhirnya mulai merebahkan dirinya pada sebuah sofa yang terdapat pada ruangan keluarga pada kediaman ini. Bahkan beberapa dari mereka mencoba untuk memijat pergelangan kaki mereka yang terasa sangat pegal.

"Remia-san, apakah kamu sudah membeli hadiah pernikahan Zen dan Asuna? Karena sepertinya aku melihat kamu sedari tadi tidak meninggalkan rumah ini?" tanya Suguha disebelahnya saat ini.

"Aku tidak membelinya, tetapi membuatkan sesuatu untuk mereka berdua" kata Remia yang saat ini sedang memangku putrinya yang baru tiba pada kediaman ini.

"Mama, tadi Myu sudah membelikan sebuah hadiah untuk Asuna Mama dan Zen Papa" kata Myu dan mulai menceritakan kesehariannya yang mencari hadiah pernikahan bersama beberapa Mamanya sebelumnya, untuk pernikahan Papa dan salah satu Mamanya.

"Lalu Myu membeli apa?" tanya Remia.

"Ehm... itu Rahasia Mama" kata Myu.

Memang semua wanita Zen, melarang Zen untuk kembali ke Alaska karena mereka takut hadiah yang mereka persiapkan akan diketahui olehnya saat ini. Namun ditempat lain, Yuna saat ini mulai memperhatikan tempat yang akan menjadi tempat pernikahan dari Zen dan Asuna.

"Bagaimana dengan undangannya?" tanya Yuna kepada salah satu karyawannya.

"Kami sudah mengirimkannya semua Nona Yuna" jawab karyawannya itu.

"Baiklah, kalau begitu aku akan memeriksa beberapa hal lagi" kata Yuna dan mulai meninggalkan tempat tersebut, setelah memastikan tidak ada kekurangan apapun pada tempat ini.

Ditempat lain, Dua orang wanita saat ini mencoba untuk kembali ketempat asal mereka setelah mencari hadiah yang tepat untuk diberikan kepada Zen dan Asuna. Mereka perlahan mulai memasuki wilayah sebuah rumah yang sudah lama mereka tidak kunjungi.

"Kakak?" begitulah sebuah suara mengagetkan kedua orang yang baru tiba tersebut.

"Selka" kata wanita berambut emas yaitu Alice, yang saat in sedang kembali kedunia Underworld untuk bertemu dengan adiknya.

Akhirnya mereka mulai memasuki kediaman yang dibuatnya dahulu yang rencananya akan menjadi tempat tinggalnya bersama Zen disini. Rumah ini masih sama, bahkan Ronye dan Tize juga masih tinggal ditempat ini.

"Lalu kapan Kakak akan menikah dengannya?" tanya Selka.

"Kakak akan menunggu Zen membawamu keduniannya, baru Kakak akan menikahinya" kata Alice.

Memang saat Zen bertanya apakah Alice mau menikahinya, Alice memberikan sebuah syarat untuk membawa adiknya kedunia Zen berada terlebih dahulu, karena dia tidak mau pernikahannya tidak didampingi oleh adiknya.

"Lalu bagaimana denganmu Rina-senpai?" tanya Ronye kepada Rina saat ini.

"Tentu saja aku menunggu kalian, karena kalian berdua sudah kuanggap adik kandungku sendiri" kata Rina kepada Ronye dan Tize.

Mereka akhirnya mulai bercengkrama pada kediaman itu, dan tidak menyadari seseorang sedang mengawasi data mereka saat ini. Namun ruangan dari wanita yang mengawasi data Alice dan Rina mulai terbuka dan memunculkan seseorang saat ini.

"Ini kopi untukmu Aki" kata Rinko yang mendatangi lab dari Aki yang mengawasi tubuh Alice dan Rina yang menggunakan STL.

"Terimakasih Rinko" kata Aki sambil menerima kopi dari Rinko.

"Pernikahan ya...." kata Rinko kemudian menatap kearah mesin – mesin pada tempat ini.

"Bersabarlah, Kita juga akan mengalaminya Rinko. Bukankah kamu sudah tidak sabar untuk menjadi seorang Ibu?" tanya Aki.

"Memang, walaupun aku tidak pernah disentuh sedikitpun oleh Zen" kata Rinko.

"Kamu harus berinisiatif Rinko, bahkan aku menggodanya dengan masuk kedalam kamar mandinya dengan keadaan telanjang dahulu" kata Aki sambil mengingat pengalaman pertamanya bersama Zen sebelumnya.

"Hmmm.... benar juga katamu" kata Rinko dan mulai saling berbincang tentang pembicaraan dewasa ditempat itu.

Disisi lain, Shizuku dan Kaori baru saja tiba dikediaman mereka di Alaska, namun mereka terkejut dengan kehadiran seseorang saat ini.

"Zen, bukankah kami melarangmu kembali saat ini?" kata Kaori sambil menyembunyikan sesuatu dibelakangnya saat ini.

"Aku tahu, aku hanya mengantarkan seseorang" kata Zen. Dan dari arah belakangnya, seorang wanita muncul dan menatap Shizuku dan Kaori saat ini.

"Aiko-sensei?"