webnovel

009 Perusahaan Grup Tahrir

Bella melambaikan tangan kepada para ABK yang hendak berburu gurita. Setelah itu kembali ke kamarnya. Niatnya, mencoba sekali lagi peruntungannya untuk mencoba membuka koper besi yang terkunci itu.

"Tuan Anang, apa kamu punya kertas dan bolpoin yang bisa aku pinjam?" tanya Bella sebelum mereka berpisah jalan.

"Ada. Nanti aku ambilkan."

Lima menit kemudian Anang mengetuk pintu kamar Bella, menyerahkan selembar kertas dan bolpoin.

"Untuk apa kertas dan bolpoin itu, Bella?" Anang penasaran, sekaligus mencari topik pembicaraan agar bisa menghabiskan waktu bersama Bella.

Bella yang telah menerima selembar kertas dan bolpoin dari Anang lantas berkata, seraya menarik koper besi di atas meja agar terlihat oleh Anang. "Aku ingin mencoba membuka koper ini."

"Butuh banyak percobaan kombinasi angka untuk membukanya. Dan aku perlu mencatat kombinasinya satu-satu, agar tidak mengulang kombinasi yang sama."

Bella mencoba kombinasi angka pertamanya, kemudian mencatatnya di kertas. Anang hanya memperhatikan selama beberapa saat, sambil menikmati pemandangan indah di hadapannya.

Bella, wanita berparas cantik dan anggun, bak Bidadari yang turun dari Khayangan, meski Anang belum pernah melihat rupa Bidadari dari Khayangan seperti apa.

Tapi, dari cerita yang pernah dan sering Anang dengar berulang kali, sejak kecil. Bidadari dari Khayangan adalah makhluk tercantik ciptaan Tuhan. Dan Anang yakin, Bella termasuk salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang tercantik.

Rambut kecokelatan, dengan warna mata yang serupa. Sungguh sedap dipandang mata. Anang sepertinya telah jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Bella.

Bella mendesah, lelah, setelah percobaannya yang ke sepuluh masih juga gagal. Menghempaskan bolpoin dari tangannya ke atas meja, begitu saja. Seolah dengan begitu bisa mengurangi kekesalannya.

"Tidak mau mencoba dengan cara lain? tawar Anang.

Bella menoleh dan menatap Anang. "Apa Tuan Anang punya cara lain?"

"Jangan panggil aku 'tuan', cukup Anang saja." Anang lama-lama merasa tidak enak selalu dipanggil 'tuan' oleh Bella.

"Mungkin menggunakan kapak?" lanjut Anang.

Bella terlihat berpikir beberapa saat. "Apakah ada kapak di kapal ini?"

"Ada. Akan aku ambilkan. Nona Bella, tunggu saja di sini." Anang pun kembali keluar dari kamar Bella, menuju tempat penyimpanan peralatan.

Anang kembali sekitar lima menit kemudian dengan membawa kapak di tangannya.

"Kamu bisa menggunakan kapak ini?"

"Apakah aman? Aku takut merusak isinya." Bella tiba-tiba merasa ragu-ragu dengan ide Anang, membuka kopernya dengan menggunakan kapak.

"Aku juga tidak yakin." Anang terkekeh, menertawakan idenya.

"Untuk apa kapak itu?" Terdengar suara Wijaya dari balik punggung Anang. Sedari tadi memperhatikan Anang bolak-balik dari kamar Bella, mencurigakan.

"Tuan Anang ingin membantuku membuka koper ini." Bella menunjuk koper di sampingnya.

"Jangan dengan kapak. Malah akan merusak kuncinya. Biar aku yang coba." Wijaya mendekat, dan mengambil alih koper terkunci milik Bella.

Wijaya memutar-mutar koper Bella, untuk mencari lubang kecil yang ada di setiap bagian bawah roda angka pada kunci koper.

Setelah menemukan lubang yang dicarinya, Wijaya terlihat memutar masing-masing lubang roda agar berada di posisi yang sama. Tampaklah sejumlah kombinasi angka di koper Bella.

Kombinasi 3-2-3.

Dengan acuan kombinasi 3-2-3, Wijaya mencoba memutar sekali dengan mengurangi masing-masing satu angka kombinasi, untuk mendapatkan kode koper Bella yang sebenarnya.

Voila!

Bukan sulap bukan sihir, koper Bella akhirnya bisa terbuka di angka 1-0-1.

Bella berteriak kegirangan dan mengucap terima kasih kepada Wijaya. Akhirnya, ia bisa melihat apa isi dari koper besinya, yang hampir saja merenggut nyawanya saat akan diselamatkan oleh Elon.

Trik cerdas Wijaya, ia dapatkan dari ahli kunci kenalannya. Hanya memerlukan percobaan maksimal sembilan kali dari kode acuan yang didapat, untuk membuka kunci koper yang terkunci tanpa harus merusak kunci koper atau mencoba kombinasi semua angka hingga sepuluh ribu kali percobaan dengan kombinasi angka nol hingga sembilan.

Wijaya mundur dari depan koper Bella, untuk memberi ruang bagi pemilik koper itu untuk membuka sendiri koper miliknya.

Bella mengambil alih koper dengan perasaan berdebar-debar. Apa gerangan isi kopernya.

Tutup koper terbuka lebar. Bella bergeming beberapa saat. Mencerna apa yang terhampar di hadapannya.

Berlembar-lembar kertas dengan ukuran yang sama. Beberapa memiliki kop surat bertuliskan:

Tahrir Group.

Berlembar-lembar kertas lainnya adalah dokumen-dokumen berharga, seperti wesel, kontrak kerjasama, sertifikat, saham, dan surat-surat berharga lainnya.

Satu buku cek, yang ketika Bella lihat isinya masih kosong, dan beberapa buku tabungan. Bella membuka satu buku tabungan dan melihat nama yang tertera di dalam buku tabungan. Zarina Tahrir.

Penasaran. Bella mengecek buku tabungan lainnya. Semua sama. Tercetak atas nama Zarina Tahrir.

"Apa Zarina Tahrir adalah namaku?" gumam Bella, yang tentu saja terdengar oleh Anang dan Wijaya.

Karena itu, Wijaya bersuara, "Bisa jadi, Nona. Zarina Tahrir adalah nama Nona yang sebenarnya."

Bella masih belum yakin akan nama Zarina Tahrir adalah identitas aslinya. Meski menurut penuturan Elon, koper besi itu terikat dengan borgol di tangan Bella, yang kini lukanya mulai sembuh.

Karenanya, Bella memeriksa setiap dokumen berharga di dalam koper itu, hingga ia menemukan akta lahir, surat wasiat, surat keterangan ahli waris, hingga ijazah yang memuat pas foto seorang wanita yang mirip dengan Bella. Semuanya tercetak atas nama Zarina Tahrir.

"Aku rasa, Nona Bella adalah orang penting." Ucapan Anang membuat Bella menoleh ke arahnya. Mengalihkan perhatiannya sejenak dari surat-surat berharga di tangannya.

"Menurutmu begitu?" tanya Bella. Masih tidak percaya, jika seandainya Bella atau Zarina adalah orang penting.

Sepenting apakah seorang Zarina Tahrir.

"Aku rasa, Nona mungkin adalah seorang pengusaha." Wijaya menyerahkan satu lembar surat berharga lainnya, yang berisi keterangan kepemilikan salah satu perusahaan makanan atas nama Tahir Group.

Nama Tahrir Group bagi sebagian nelayan seperti Anang dan Wijaya mungkin terdengar tidak populer. Karena mereka jarang berinteraksi dengan kehidupan di darat.

Kecuali, jika mereka pernah berjalan-jalan ke salah satu kota besar di Indonesia dan memperhatikan nama kepemilikan beberapa tempat makan, pastilah mereka akan mengetahui bahwa restoran atau gerai makanan cepat saji berada di bawah payung Perusahaan Grup Tahrir.

Keberuntungan belum berpihak pada Bella atau Zarina. Karena wanita itu masih hilang ingatan, sehingga belum mengetahui sepak terjang Grup Tahrir di dunia industri makanan.

Sebagian besar saham Perusahaan Grup Tahrir dipegang oleh kakek Zarina, kemudian diwariskan kepada ayah Zarina, dan setelahnya diwariskan kepada Zarina, sebagai keturunan sah terakhir dari keluarga Tahrir.

Posisi yang menguntungkan dan juga berbahaya bagi Zarina. Karena kekayaan keluarga Tahrir bernilai fantastis. Dari kakeknya terdahulu, sempat tercatat sebagai orang terkaya sedunia ke lima, versi Majalah Forbes. Dan orang terkaya seIndonesia nomor satu, versi Majalah Bisnis. Sungguh menggiurkan bagi para penyuka uang.