webnovel

002 Isi Koper

Wanita muda yang beberapa saat lalu berhasil diselamatkan, kini duduk termenung di sisi kapal. Kedua tangannya erat memegang cangkir berisi teh manis panas. Pandangan matanya terlihat sendu, menatap lautan yang luas membentang di hadapannya. Sesekali menarik napas dalam, sehingga aroma laut yang khas terhindu di indra penciumannya. Kemudian menghembuskannya perlahan. Angin laut menerpa wajah dan rambutnya, hingga rambutnya yang terurai tampak berkibar.

Pikirannya berkelana, kembali kepada ingatan terakhirnya, terapung di atas puing pesawat selama beberapa hari, tidak ada seorang pun yang bisa dimintai tolong, kemudian wanita itu tidak lagi mengingat apa pun setelah mengalami dehidrasi. Pandangannya perlahan berkabut dan menjadi gelap.

Bagaimana wanita muda itu bisa selamat dan berada di atas patahan sayap pesawat yang ditumpanginya? Ke mana tujuannya? Dan yang lebih utama, dari mana ia berasal dan siapakah gerangan identitas dirinya? Tidak ada satu pun orang di dalam kapal nelayan itu yang bisa memberinya petunjuk.

Semua pertanyaan itu terus bercokol di dalam kepalanya, silih berganti. Membuatnya tidak menyadari keadaan sekitar. Bahwa pemuda yang mendapat julukan Manusia Ikan perlahan berdiri di sebelah wanita itu.

"Namaku Elon. Apa tubuhmu sudah terasa lebih baik?" pemuda itu masih melihat sisa-sisa tanda dehidrasi di bibir sang wanita.

Wanita muda menoleh, sedikit mendongak, ke arah pemuda yang mengaku bernama Elon dan memperlihatkan raut wajah yang menunjukkan bahwa ia terganggu dengan kedatangannya. Hanya sesaat, karena setelah menyadari Elon adalah pemuda yang menyelamatkannya, wanita itu tersenyum tipis.

"Ya, aku sudah merasa lebih baik," jawab sang wanita.

"Bella."

Wanita muda mengerutkan dahi mendengar nama yang diucapkan oleh Elon.

"Karena kamu tidak bisa mengingat namamu. Bolehkah aku memanggilmu Bella, untuk sementara?" Elon merasa perlu untuk meminta ijin wanita muda itu.

Meski menurut Elon, Bella adalah nama yang indah, dan cocok untuk wanita itu yang memang sesuai dengan nama Bella, yang artinya cantik. Berasal dari bahasa Latin atau bahasa Italia yang mempunyai arti yang sama, cantik atau rupawan.

Wanita muda itu mengangguk. Panggilan 'Bella' terdengar lebih baik, ketimbang 'wanita asing' atau 'wanita bule' yang sempat dilontarkan oleh kawan-kawan Elon.

"Hanya sampai aku bisa mengingat kembali namaku."

Elon terkekeh. Wanita yang setuju diberi nama Bella, sungguh menarik. Padahal mereka baru saja dipertemukan beberapa waktu lalu, namun Elon merasa akan adanya suatu keterikatan tak kasatmata dengan wanita di hadapannya.

Elon lantas mengajak Bella untuk kembali ke dalam. Makan siang jelang sore untuknya sudah dipersiapkan.

Meja makan dengan kursi yang menempel kuat dengan lantai kapal–agar tidak ikut oleng saat kapal diterjang ombak di tengah lautan–telah terisi oleh beberapa menu makanan. Ada nasi dan lauk pauk yang semuanya berbahan dasar makanan laut. Aromanya sungguh menggugah selera. Bella seketika merasakan perutnya keroncongan. Entah berapa lama ia tidak makan, sementara terombang-ambing di lautan.

"Aku harap, kau tidak memiliki alergi terhadapan makanan laut. Karena stok makanan kami selama tiga bulan ke depan, sebagian besar berasal dari hasil tangkapan." Elon berbicara lebih banyak, agar Bella bisa mempersiapkan diri, seandainya ia memiliki riwayat alergi akan makanan laut. Maka, kemungkinan besar, makanan untuknya sangat terbatas.

"Aku harap tidak. Aku tidak ingat sama sekali." Bella tidak memiliki pilihan, satu-satunya cara untuk mengetahui apakah tubuhnya alergi makanan laut atau tidak, adalah dengan mulai mencicipi makanan laut yang telah terhidang di meja makan di hadapannya.

Bella duduk dengan tenang, menerima sepiring nasi beserta lauk olahan hasil laut. Gurita bakar dan gurita saos tiram, cah kangkung cumi. Bella mengambil satu tusuk gurita bakar, dan mencicipinya satu potong. Menguyahnya perlahan. Rasa manis, gurih, terasa sekali di lidahnya. Tanpa sadar, Bella bergumam, karena merasakan nikmatnya gurita bakar di mulutnya.

"Kau menyukai rasanya?" Anang, pria yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Bella saat pertama kali mencicipi gurita bakar, merasa tidak tahan untuk segera menanyakan pendapat Bella atas masakan buatannya.

"Ini enak!" Bella mengacungkan dua jempolnya, kemudian melanjutkan makannya.

"Aku rasa, kamu tidak alergi makanan laut. Akan tetapi, untuk berjaga-jaga, kita tunggu hingga dua jam ke depan," sahut Elon.

Elon memberi isyarat tangan kepada kawan-kawannya yang lain untuk kembali bekerja. Sebentar lagi mereka tiba di tempat tujuan.

Kehadiran Bella di dalam kapal nelayan, dalam sekejap tentu saja menarik perhatian para ABK. Selama sebulan mereka berlayar, menangkap ikan dan sejenisnya untuk kemudian dijual. Tanpa kehadiran seorang wanita. Semua ABK adalah para pemuda dan pria dewasa. Yang jumlah seluruhnya ada enam orang.

Hanya Anang dan Elon yang masih berada di dalam ruangan itu. Memperhatikan bagaimana caranya wanita muda dan cantik itu makan. Sangat rapi dan berkelas.

Kentara sekali jika Bella dahulunya mungkin saja berasal dari keluarga berada. Amat disayangkan, Bella tidak ingat dengan keadaan asalnya sebelum kecelakaan pesawat.

Baik Anang, Elon dan ABK lainnya sama sekali belum mengetahui adanya berita kecelakaan pesawat yang sekiranya terjadi di atas perairan di mana kapal mereka berlayar mengarungi samudra.

Kemungkinan besar, kecelakaan itu terjadi jauh dari lokasi mereka melintasi perairan. Dan arus laut membawa sebagian puing-puing pesawat itu mendekati kapal mereka, dengan membawa serta seorang bidadari yang cantik.

"Apakah kau yang membuatnya, Pak ..." Bella tiba-tiba lupa nama pria dewasa yang duduk tidak jauh darinya.

"Anang. Ya, aku yang membuat semua makanan ini. Apakah rasanya cocok?" Anang tidak lagi ragu-ragu untuk bertanya kembali. Pria itu sungguh ingin mendapatkan penghargaan atas usahanya menyiapkan menu spesial untuk Bella.

"Ya, aku suka. Rasanya enak. Terima kasih sudah memasakkan ini semua untukku." Bella sengaja memuji dengan berlebihan. Ia tahu, hanya dengan sekali melihat, Anang menyukai pujian. Apalagi jika yang memuji adalah seorang wanita yang cantik.

Anang yang tersipu karena dipuji kemudian mengundurkan diri, karena Elon mengisyaratkan demikian.

Ada hal yang ingin Elon sampaikan kepada Bella, hanya empat mata.

Pertama-tama Elon menyinggung soal luka di tangan Bella yang kini telah dibalut kain kasa dan perban secukupnya, agar lukanya tidak bergesekan dengan benda lain–tanpa sengaja, sehingga bisa mempercepat penyembuhan.

Kemudian Elon melanjutkan penyebab luka di pergelangan tangannya itu karena bergesekan dengan borgol yang mengikatnya dengan sebuah koper berwarna mawar muda metalik.

Elon penasaran dengan isinya. Apakah berisi barang-barang yang sangat berharga, sehingga harus diborgol di tangan Bella, yang hampir saja hal itu menyebabkan Bella kehilangan nyawanya, seandainya Elon tidak berhasil membuka paksa kunci borgol di tangan Bella.

"Koper? Koper apa?" Bella terlihat bingung, mengerutkan dahinya hingga terbentuk tiga lipatan di antara dua alisnya yang terbentuk sempurna. Membingkai mata indahnya yang berwarna cokelat.

Elon meninggalkan Bella sesaat, kemudian kembali dengan membawa koper yang dimaksud. Menaruhnya di atas meja makan yang sudah dirapikan dari hidangan makanan Bella, agar Bella bisa melihatnya dengan jelas.

Kembali Bella mengerutkan dahi. Menatap Elon. Kemudian menggeleng.

"Maaf. Aku tidak ingat," lirih Bella.