webnovel

Your Presence

Ketika fisik sudah tidak mampu untuk bertahan lagi, harapan terakhir agar diri tak menggila hanyalah pada batin dan akal sehat. Namun, bagaimana jika akal sehat sudah mulai tak bisa diajak untuk berkompromi lagi? Adit, sebagai contoh dari sekian anak yang merasa kurang beruntung akibat menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga orang tuanya. Menjadi sasaran empuk kala sang Ayah dan Ibu tengah lelah karena perkerjaan mereka, bahkan membuat Adit sudah sangat lelah untuk terus bertahan di dunia yang begitu kejam untuknya. Nurani sudah menghilang, batin pun mulai berbisik agar enyah dari dunia yang kejam ini. Mengakhiri hidup mungkin, menjadi akhir kisah Adit yang begitu kelam. Agar ia bisa lepas dari kedua orang tua nya yang tak menginginkannya untuk terlahir ke dunia ini. Namun .... "Kalo mau bunuh diri jangan di sini, Aa ganteng!" Suara khas sang gadis yang terus menggema, mengganggu pikiran Adit hingga akal sehatnya perlahan kembali membaik. "Siapa dia? Mengapa aku selalu memikirkannya?" Akankah, Tuhan mempertemukan Adit dengan gadis yang berhasil mencegah dirinya untuk mengakhiri hidupnya itu? Atau, kah sebaliknya? Apakah Adit akan mendapatkan kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan sejak berusia 5 tahun hingga sekarang?

AQUELLA_0803 · 都市
レビュー数が足りません
278 Chs

Tuan Dimas dan Nyonya Winda.

Senin tanggal 06 September 2021.

Tuan Dimas mengajak istrinya untuk pergi ke kantor. Mereka tengah berada di dalam mobil menuju kantor milik, Tuan Dimas. Saat tiba di kantor, paruh baya itu keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam ruangan, Tuan Dimas. Setelah selama sepuluh menit di dalam ruangan, Adit datang dan membawa beberapa berkas yang sudah ia selesaikan. Tuan Dimas memeriksa pekerjaan anaknya, sedangkan Nyonya Winda hanya diam sambil menatap layar ponsel-nya.

"Oke, semuanya aman. Kamu boleh pergi ke ruangan kamu kembali.." ujar Tuan Dimas.

"Baik, Pa.." balas Adit yang langsung keluar dari dalam ruangan ayahnya.

Nyonya Winda menatap anaknya dalam diam, wanita paruh baya itu mendekati suaminya yang tengah mengecek berkas-berkas pekerjaannya. "Kang, Adit kok pendiam banget sih? Terus tumben dia gak buat kesalahan? Di kenapa sih kang?" tanya Nyonya Winda.

"Bagus dong, Ma. Jadi kepala Papa gak bakalan sakit lagi, karena ulah itu anak. Bersyukur aja dia gak buat kesalahan, soalnya Papa lagi gak mood marah.." jelas Tuan Dimas.

Nyonya Winda mengangguk dan kembali menatap layar ponsel miliknya. Ia membalas pesan dari pelanggannya, sedangkan Tuan Dimas hanya fokus pada pekerjaannya. Nyonya Winda tersenyum malu-malu saat membalas pesan pelanggannya. Jam sudah menuju pukul 11 siang, Tuan Dimas menatap sang istri yang sedari tadi tak lepas dari ponsel-nya, ia mendekati Nyonya Winda. Saat pria paruh baya itu akan mengambil ponsel sang istri, Nyonya Winda langsung menyimpan ponsel miliknya ke dalam tas.

"Kang, aku laper.." ujar Nyonya Winda yang berusaha tenang.

Tuan Dimas menatap istrinya, "kamu gak macem-macem 'kan, Ma?" tanya Tuan Dimas.

"Macem-macem gimana, Kang?" tanya Nyonya Winda.

"Kamu gak selingkuh 'kan?" lanjut Tuan Dimas.

Nyonya Winda menggelengkan kepalanya, kemudian menarik pelan tangan suaminya untuk mencari tempat makan siang. Seluruh karyawan sudah berada di kantin kantor, untuk mengisi perut mereka. Tuan Dimas dan Nyonya Winda pergi ke restoran tempat Putri dan Oliv bekerja. Kedua paruh baya itu duduk di meja nomor 23, sambil melihat buku menu yang sudah ada di atas meja.

Oliv keluar dari dalam dapur dan terkejut saat melihat keberadaan kedua orang tuanya. Gadis itu masuk kembali ke dalam dapur, dan meminta tolong pada seseorang untuk mengantar pesanan pada pelanggan. Di sisi lain, Putri berjalan ke arah paruh baya itu dan mencatat pesanan mereka. "Sambelnya yang pedas ya, soalnya saya gak suka makan makanan yang manis.." pesan Nyonya Winda.

"Baik, Nyonya. Kalau begitu saya akan ke dapur, mohon bersabar untuk menunggu pesanannya.." jawab Putri yang langsung berjalan kearah dapur.

Gadis itu memberikan kertas yang ada pesanan dari kedua orang tua kekasihnya. Ia menatap Oliv yang tengah duduk di dekat kursi yang ada di dapur. Gadis itu mendekati Oliv dan memegang bahu Oliv dengan lembut. "Kenapa, Kak?" tanya Putri.

"Kakak takut, mereka akan tahu kakak kerja di sini. Bisa-bisa mereka menarik kakak untuk pulang. Kakak takut mereka menyiksa kakak dan anak yang kakak kandung. Gimana Putri kakak takut banget.." jelas Oliv yang ketakutan.

"Ya udah kakak duduk aja di sini, sampai kedua orang tua kakak pulang. Kami bisa kok menangani pelanggan, soalnya lagi sepi juga.." balas Putri.

"Tapi kakak ga--,"

"Gapapa, Kak. Kami bisa kok handle, kakak duduk aja di situ sampai orang tua kakak pergi.." sahut salah satu karyawan restoran.

Oliv menatap karyawan restoran Dengan sendu. Ia sangat bahagia bisa mendapatkan teman seperti mereka semua. Oliv mengangguk dan mengusap perutnya. Para karyawan keluar dari dapur dan melayani para pelanggan. "Mama beruntung bisa kenal dengan mereka, nak. Calon tante kamu juga baik banget sama, Mama.." gumam Oliv.

***

Putri mengantar makanan dan minuman pesanan dari kedua orang tua Oliv dan Adit. "Selamat menikmati," ucap Putri.

Kedua paruh baya itu mengangguk, saat mereka akan makan, tiba-tiba saja Adit masuk dan terkejut saat melihat kedua orang tuanya yang ada di restoran. Tuan Dimas dan Nyonya Winda menatap anaknya, kemudian memakan makanan mereka. Adit duduk di meja yang tidak jauh dari kedua orang tuanya. Putri berjalan kearah Adit dan pria itu langsung menatap sang kekasih. "Kak Oliv aman?' tanya Adit dengan pelan agar tidak di dengar oleh kedua orang tuanya.

"Aman," balas Putri.

Pria itu menghela napas dengan lega, ia langsung memesan makanan dan minuman untuk dirinya. "Kamu gak diapa-apain sama mereka 'kan?" tanya Adit lagi.

"Semua aman, aku ke dapur dulu buat kasih kertas pesanan kakak ya.." balas Putri yang langsung berjalan kearah dapur.

Tuan Dimas dan Nyonya Winda selesai makan, ia langsung berjalan kearah kasir dan membayar pesanannya. Mereka menatap Adit yang tengah memakan makanan dengan lahap. Setelah transaksi pembayaran selesai, Tuan Dimas mendekati anaknya. "Jangan lama di sini, kerjaan banyak di kantor.." tegur Tuan Dimas.

"Baik, Pa.." balas Adit dengan lembut.

Di sisi lain, Nyonya Winda kembali adik dengan ponsel miliknya. Ia kembali senyum-senyum saat membalas pesan pelanggannya. Terlihat dari raut wajah Nyonya Winda, dia tengah kasmaran dengan seseorang. Oliv yang melihat ibunya dari dapur dibuat bingung. "Mama kenapa ya? Kok kaya orang lagi jatuh cinta?" tanya Oliv.

Saat Tuan Dimas mendekat ke Nyonya Winda, paruh baya itu langsung menyimpan ponsel-nya. "Kang, aku ke toko dulu ya. Pulangnya agak malem, soalnya ada barang yang baru masuk.." pamit Nyonya Winda.

Wanita paruh baya itu langsung keluar dari dalam restoran dan memberhentikan taksi. Tuan Dimas menatap sang istri yang terlihat tengah terburu-buru. Paruh baya itu berjalan keluar dan masuk ke dalam mobil-nya. "Ada yang aneh," gumam Tuan Dimas.

Setelah kepergian kedua orang tuanya, Oliv keluar dari dapur dengan napas lega. Adit berjalan ke kasir dan membayar pesanan nya. Setelah itu ia mendekati sang kakak, "kakak harus hati-hati ya, jangan sampai Papa dan Mama tau kakak di sini.." peringatan dari Adit.

"Iya, kakak bakal hati-hati. Balik ke kantor sana, nanti kalau telat kamu kena marah loh.." balas Oliv.

"Iya, kak. Bilang ke Putri aku udah ke kantor. Nanti pulang kerja aku jemput," balas Adit mengecup punggung tangan kakaknya.

Pria itu langsung berjalan keluar dari restoran, untuk kembali ke kantor milik ayahnya. Taksi yang dinaiki oleh Nyonya Winda berhenti di sebuah hotel berbintang lima. Paruh baya itu menutup wajahnya dengan masker yang baru saja di beli. Nyonya Winda keluar dari dalam taksi setelah membayar ongkos taksi. Paruh baya itu masuk ke dalam hotel, untuk bertemu seseorang.

***

Malam hari, pukul 23:00 WIB.

Nyonya Winda masuk ke dalam rumah, dan tersenyum kearah suaminya yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Tuan Dimas hanya diam dan menatap datar sang istri. Adit berjalan keluar kamar, menuju dapur untuk mengambil minuman. Tuan Dimas berdiri dan menatap tajam istrinya.

"Dari mana?" tanya Tuan Dimas.

"Dari toko, Kang. Tadi aku udah izin sama akang 'kan.." balas Nyonya Winda.

"Oke, tapi kalau kamu bohong. Terima resiko atas kebohongan mu.." jelas Tuan Dimas yang langsung berjalan kearah dapur untuk mengambil minuman.

Adit yang dengan mengambil minuman di kulkas terkejut, saat melihat kedatangan ayahnya yang secara mendadak. Tuan Dimas mengambil minuman yang dipegang oleh Adit. "Masuk kamar," tegur Tuan Dimas.

"Iya, Pa.." balas Adit yang kembali mengambil minuman di dalam kulkas.

Adit masuk ke dalam kamar, dan Tuan Dimas memilih duduk di ruang makan. Ia meminum minuman nya, dan menatap kosong ke arah dapur. Nyonya Winda di dalam kamar tengah asik tersenyum malu-malu. Dia mengingat kejadian tadi di kamar hotel, wajahnya tiba-tiba saja memerah. Tuan Dimas berjalan kearah kamar dan tidak sengaja melihat istrinya, tengah tersenyum malu-malu seperti orang yang tengah jatuh cinta. Pria itu membuka pintu, Nyonya Winda langsung menyimpan ponsel miliknya.

"Kang, mau ganti baju gak?" tanya Nyonya Winda.

"Enggak," balas Tuan Dimas singkat.

Pria paruh baya itu langsung berbaring di atas kasur. Ia memejamkan kedua matanya, sedangkan Nyonya Winda memilih untuk keluar. Di ruang tamu, Nyonya Winda tengah menelpon seseorang dan kadang-kadang tertawa pelan agar tidak terdengar oleh siapapun. Adit keluar dari dalam kamar dan mendekati ibunya. "Ma, ada obat sakit perut gak di lemari?" tanya Adit.

Nyonya Winda terkejut, "bikin kaget, lihat di lemari yang ada di dapur sana!" bentak Nyonya Winda.

Adit langsung berjalan kearah dapur, ia membuka lemari untuk mengambil obat. Adit menatap ibunya secara diam-diam, "Mama kenapa ya? Kok ngobrol lewat telepon secara diam-diam sih?" gumam Adit.

"Kalau sudah masuk ke dalam kamar, sana!" ketus Nyonya Winda.

Adit mengangguk dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Nyonya Winda kembali tertawa saat teleponan dengan seseorang yang ia temu di kamar hotel. Di sisi lain, Tuan Dimas tengah menatap sang istri dari balik pintu kamar. Ia mengepal kedua tangannya, dia kira Tuan Dimas bodoh. Pria paruh baya itu sudah tau, pasti sang istri tengah bermain di belakangnya. Tuan Dimas masuk ke dalam kamar dan menelepon orang suruhannya agar menyelidiki sang istri.

Pagi hari,

Tuan Dimas sudah memakai pakaian nya, ia duduk di meja makan bersama Adit. Nyonya Winda kesiangan dan langsung duduk di ruang makan, setelah selesai mandi. "Maaf telat.." balas Nyonya Winda.

Tuan Dimas hanya diam dan memakan makanannya. Dia tidak menganggap keberadaan sang istri. Adit hanya bisa diam, dia tidak ingin ikut campur urusan kedua orang tuanya, karena jika ikut campur mereka akan marah padanya. "Kang, nanti aku bakal pulang malam lagi.." izin Nyonya Winda.

Tuan Dimas hanya diam dan berjalan keluar dari dalam rumah. Adit mengikuti sang ayah dan mereka pun berangkat bekerja. "Kenapa sih dia? Dari semalam diemin aku?" gumam Nyonya Winda yang bingung dengan sikap suaminya.

.

To be continued.