Sudah 1 minggu berlalu sejak kejadian malam itu. Sudah seminggu juga Lucinda menginap di tempat Leon. Meski kadang sesekali ia pulang untuk mengambil bajunya dan pergi bekerja. Selama 1 minggu ini Luce yang menjaga Leon karena Max yang beralasan sibuk di rumah sakit. Meski sebenarnya Max tidak berniat untuk menjaga Leon dan ditambah dengan permintaan Leon yang ingin Lucinda yang menjaganya.
Keadaan Leon sudah sangat baik. Ia masih tetap mengesalkan seperti sebelumnya. Bahkah jauh lebih mengesalkan. Entah sudah beberapa kali Lucinda berniat menenggelamkan Leon bahkan diam-diam ingin memberi Leon racun tikus karena kelakuan jahil Leon yang semakin menjadi-jadi.
Lucinda tentu tidak lupa dengan kejadian minggu lalu. Justru pernyataan cinta darinya yang membuat Leon semakin gencar untuk menjahili Lucinda. Jika permintaan Leon tidak dituruti makan ia mulai untuk mengejek Lucinda yang waktu itu menangis tersedu-sedu karena takut Leon terluka. Sungguh manusia yang tidak tahu terima kasih. Lucinda melihat Leon yang sedang menonton televisi sambil memakan semangkuk sereal. Seperti tidak pernah terjadi apapun. Padahal pria itu hampir saja mati jika tidak ditolong oleh dirinya dan Max.
Max. Lucinda belum bertemu Max hari ini. Lucinda tadi malam menginap disini tadi malam ia tidur di kamar Max karena pria itu bilang ia tidak akan pulang karena urusan penting dirumah sakit. Leon sempat mengajak Lucinda untuk tidur dikamarnya saja. Tentu saja Lucinda menolak. Lucinda masih terlalu malu gara-gara pernyataan cinta mendadaknya waktu itu. Mengingat itu saja pipinya kembali memerah.
"Kamu kenapa berdiri terus?" Ucap Leon membuyarkan lamunan Lucinda.
"Hah? A... apa?" Ucap Lucinda salah tingkah. Meski sudah seminggu namun masih canggung rasanya bagi Lucinda untuk kembali berbicara normal dengan Leon.
"Kamu kenapa berdiri terus? Tidak mau duduk?" Ulang Leon.
"Ah... aku tadi mau pulang." Jawab Lucinda.
"Kenapa?"
"Kau juga sudah tidak apa-apa. Jadi aku mau pulang saja. Aku tidak enak pada Max jika aku terus-terusan disini." Jelas Lucinda.
"Kenapa kamu tidak enak pada Max?" Kesal Leon. Bisa-bisanya Max menjadi alasan Lucinda untuk pulang. Padahal kan ini juga apartemen Leon.
Lucinda hanya memutar matanya kesal. Tanpa peduli dengan tatapan intens dari Leon, ia mulai membereskan barang-barangnya. Ia akan semakin membuang-buang waktu jika berdebat dengan Leon.
"Kamu segitunya ingin pulang?" Tanya Leon lagi. Ia masih kesal karena Lucinda tidak menanggapi pertanyaannya.
"Iya." Jawab Lucinda singkat.
"Luce..." Panggil Leon. Tidak ada sahutan dari Lucinda.
"Lucinda..." Masih tidak ada balasan.
"Sayang." Panggil Leon untuk yang ketiga kali. Lucinda yang terkejut dengan Leon yang tiba-tiba memanggilnya dengan panggilan "Sayang" langsung melempar handuk yang sedang ia pegang.
"Dasar gila." Cibir Lucinda. Leon hanya tertawa. Ia beranjak dari duduknya dan mengembalikan handuk itu kepada Lucinda.
"Aku antar pulang ya."
***
"Pokoknya kamu jangan kemana-mana, habis ini langsung pulang. Minum obatmu, jangan lupa makan lagi. Ka..." Omelan Lucinda terhenti saat Leon membekap mulutnya.
"Sshhh! Iya iya aku mengerti. Kenapa sekarang kamu jadi lebih cerewet ya?" Ledek Leon.
"Karna kasihan Max harus repot mengurus orang menyebalkan sepertimu!" Ucap Lucinda yang langsung diberikan tatapan tidak menyenangkan dari Leon. Pria itu menjadi sangat kesal saat wanitanya ini menyebutkan nama "Max".
"Kenapa kamu sangat peduli pada Max?" Tanya Leon dengan wajah tak suka.
"Hah? Maksudmu apa?" Bingung Lucinda.
"Kamu sudah 5 kali menyebut nama Max. Kamu mau selingkuh dariku? Padahal aku juga lebih tampan dibanding Max." Jelas Leon.
"Astaga. Kau benar-benar sakit ya. Sudah pulang sana!" Usir Lucinda. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan yang Leon katakan.
"Jawab dulu! Apa Max lebih tampan dariku?" Selidik Leon. Ia benar-benar bingung. Apa kelebihan yang dimiliki oleh Max sehingga Lucinda selalu saja menyebut nama pria itu. Padahal jika dilihat darimanapun Leon rasa ia jauh lebih baik dari Max. Apa karena Max seorang dokter? Tidak. Leon yakin Lucinda bukan orang yang seperti itu.
"Aku rasa otakmu benar-benar rusak ya." Jawan Lucinda.
"Jawab Luce!" Seru Leon.
"Tidak mau!" Tolak Lucinda.
"Jawab!"
"Tidak mau!"
"Jawab!"
"Tidak Leon!"
"Jawab Lucinda!!"
"ASTAGA! Baiklah! Kau lebih tampan darinya! KAU PUAS?" Teriak Lucinda. Ia benar-benar lelah menghadapi segala tingkah Leon yang tidak masuk akal ini.
Leon tersenyum senang. Sudah ia duga. Tidak ada seorangpun yang mampu menjadi saingannya. Bahkan Lucinda juga sudah mengakui bahwa ia lebih tampan dibandingkan Max. Tapi Leon tetap harus hati-hati. Mulai sekarang ia harus membatasi jarak antara Lucinda dan Max. Ia tidak mau jika suatu saat Max dengan liciknya merebut Lucinda darinya.
"Baiklah kalau begitu. Aku pulang ya sayang." Ucap Leon dengan senyumannya yang semakin lebar. Pria itu menaruh tangannya di puncak kepala Lucinda dan mengacak rambut Lucinda pelan.
"Siapa yang kau panggil sayang hah!" Ucap Lucinda galak sambil menjauhkan tangan Leon. Leon hanya terkekeh. Pria itu lalu melangkah pergi sambil sesekali menoleh kebelakang dan melambaikan tangannya seperti anak kecil yang mengucapkan selamat tinggal.
'Dasar orang gila'
***
PRANG!
"KENAPA BISA GAGAL! DASAR KALIAN SEMUA BODOH!" Teriak Hannah Frustasi. Vas bunga yang dilemparkan oleh Hannah pecah dan mengenai tangan salah satu orang suruhannya.
"JAWAB AKU! APA KALIAN TULI?!" Marah Hannah.
"Maaf nyonya kami sudah mengerahkan semua anggota kami tapi pria itu benar-benar hebat."
"LALU UNTUK APA AKU MEMBAYAR KALIAN JIKA KALIAN TIDAK BISA!" Teriak Hannah semakin menggila. Lagi-lagi Leon bisa melarikan diri darinya. Ia tidak bisa gagal seperti ini terus. Leon harus segera mati ditangannya.
"Aku tidak mau tahu apa yang terjadi. Cepat kau cari bajingan sialan itu dan bawa dia kehadapanku. Dia harus mati ditanganku." Ancam Hannah sambil menarik kerah orang suruhannya.
"Baik." Jawab pria itu lalu segera pergi dari sana. Ia sudah tidak mau mendengar teriakan Hannah lagi.
"Kenapa selalu gagal! Apa yang dilakukan oleh bajingan sialan itu! Kenapa dia selalu bisa lolos dariku!" Hannah semakin tidak mengerti. Kali ini ia sudah yakin rencananya akan berhasil. Seharusnya saat ini Leon sudah ia buat berlutut dihadapannya atau bahkan memohon untuk tidak dibunuh oleh Hannah. Hannah berpikir bagaimana bisa Leon yang hanya sendirian bisa melawannya yang sudah menghabiskan banyak uang hanyak untuk orang-orang suruhannya yang bodoh itu.
'Tunggu.' Hannah merasa ada yang aneh.
"Mengapa aku bisa melewatkan ini." Ucapnya pada dirinya sendiri.
"Bagaimana jika ternyata dia tidak bergerak sendiri? Pasti ada yang membantunya."
Hannah mengambil handphonenya dan menelepon orang suruhannya.
"Cepat cari semua CCTV yang ada didaerah gedung tempat terakhir dia berada. Catat dan cari semua yang ada disana. Orang, kendaraan atau apapun itu. Cari apapun yang aneh lalu laporkan padaku. Kali ini jangan sampai ada yang salah." Ucap Hannah lalu mematikan teleponnya.
"Aku pasti bisa menemukan sesuatu."
***