"Eh makanannya udah dateng, yuk kita makan." Kata ku mengalihkan pembicaraan
Aku mempercepat makan ku, agar bisa segara berpisah dengan Nadia. Pasalnya Nadia sudah mulai ingin mengabadikan Momenn ini di Snapchatnya, membuat ku sedikit tidak enak karena Abi memperlihatkan tingkah laku kurang nyaman. Cuman memang dasarnya Nadia sudah terlanjur bahagia dia tidak bisa membaca situasi saat ini.
"Eh udah selesai makan, bentar ya aku bayar. " Kata ku
"Enggak usah, saya aja yang bayar." Balas Abi
"Kamu punya Cash emang?." Tanyaku/
"Em.." mengeluarkan suara sambil memeriksa kantong celananya.
"Udah Aku aja Mas, anggep aja traktiran aku, kan sejak aku kerja belum sempet traktir Mas Abi. Hehehehe." Kataku
"Kok jadi adegan so sweet gini sih. Kalian bener-bener ga liat ada gue disini ya?!" Protes Nadia.
Aku menuju bagian kasir, sambil Nadia dan Abi bangun menyusulku. Setelah membayar Gulai kami berpisah di Parkiran, kebetulan Nadia memarkir mobilnya tidak jauh dari tempat Makannya, sebentara mobil Abi di parkiran yang sedikit jauh karena tidak muat dan aku menyarankan untuk cari parkiran yang sedikit jauh agar tidak terlalu mencolok dan menjadi pusat perhatian para pembeli yang datang.
"Thanks banget loh ini aku udah di traktir." Kata Nadia dengan nada yang dibuat-buat seakan malu- malu.
"Dasaaarrr jago ekting, huuuu … udah sana Pulang. Nyetirnya hati-hati yaa." Balasku
"Hehehehe,, iya, eh iya Mas Abi kalau mau jemput Jena sering-sering aja. Daripada Jena pulang sendri ditemenin Abang ojek mulu? Sukur-sukur kalau Dika jemput. Mending sama Mas Abi kan.? Udah aman bonus mandangin orang ganteng lagi. Hehehe. " Ceplos Nadia.
"Apaansih Naaad.. udah sana cepet nyalain mesin mobilnya. Kasian tau ada yang mau makan." Kataku.
"Boleh, kalau saya minta nomer telfon Nadia boleh?." Kata Abi secara tiba-tiba diluar dugaan ku
"Waah.. gue berasa jadi orang penting dimintain nomernya sama pengusaha sukses."Balas Nadia
"Gausah Mas! Buat Apa?." Tanya ku memotong tangan Abi yang sudah siap mengetik nomer Handphone Nadia
"Biar saya bisa tau kamu kosongnya kapan. Lagian Enggak apa-apa siapa tau saya sewaktu-waktu ada perlu sama Nadia." Balasnya
"Iya nih! Lo posesip banget… belum jadi istri sah nya juga. Catet ya Abi." Balas Nadia
Layaknya Kambing conge aku hanya diam melihat dua orang ini saling menukar nomer telefon entah apa yang sedang direncanakan Abi hingga memberanikan diri meminta nomer telfon Nadia. Perasaan ku kurang bagus soal saling berbagi nomer telefon ini. Apa setelah ini hidupku makin tidak tenang lagi? Padahal belakangan aku sangat menikmati lingkungan baru ku ini. Tanpa basa basi dan sangat minimalis. Semoga saja ini tidak akan membuatku repot.
Setelah adegan pertukaran nomer telefon, Aku dan Abi sempat menunggu Nadia memutar balik mobilnya dan jalan. Setelah mobilnya perlahan menghilang dari pandangan Kami, Kami pun langsung berjalan menuju arah parkiran mobil Abi.
"Dika sering jemput kamu?." Tanya Mas Abi memecah keheningan.
"Lumayan.. kadang kalau aku lagi lembur aja, dan Mas Jero gak bisa jemput kebetulan Dika juga udah ga ada meeting atau udah ga ada kerjaan lagi suka nawarin jemputan gratis." Jawabku santai.
"Oh gitu, memangnya kalau lembur Kamu pulang jam pulang kantor kamu jam berapa?." Tanyanya
"kadang jam 9 malam kadang sampai jam 10 malam. Tergantung sih hari itu cerita yang harus di edit banyak ga, karena kadang penulis suka ngasih H-7 sebelum dicetak jadi aku harus edit dulu sebelum di Acc sama Victor sebelum masuk percetakan." Jelasku
"Victor? Bos kamu?." Tanyanya
"Iya boss aku. Victory Matthew. Kamu kenal?." Tanyaku
"Iya kenal dia kan anggota Golden Poly Club." Balasnya
"Golden Poly Club masih ada?." Tanyaku.
Oh iya, Sebelumnya aku akan jelaskan terlebih dahulu apa itu Golden Poly Club dan Golden Golfy Club adalah 2 club terkenal di kalangan sosialita alias keluarga konglomerat dari dulu, club itu sudah ada mungkin dari sebelum aku lahir. Club dimana isinya hanya keluarga konglomerat yang bergerak di bagiannya masing-masing di Indonesia. Mulai dari keluarga Bisnis Minyak, Batu Bara,Infrastruktur, Arsitek, Percetakan,Property, Media, Air mineral, FnB, Club, Lounge, Galeri Seni, bahkan Politik dan Hukum pun ada . Untuk bergabung di Club itu lumayan sulit pasalnya sangat steril. Bahkan Artis dan New Money(Sebutan keluarga yang sukses karena kerja keras dari dirinya sendiri bukan karna turun temurun) belum tentu bisa bergabung di club itu. Karena lingkungan mereka sangat mengutamakan Privasi daripada keteranaran. Dalam arti lain club itu memang dibuat untuk mereka bersantai dan bernafas diantara ributnya Media diluar sana yang memberitakan setiap gerak-gerik mereka.
"Iya masih ada. Victor Matthew Purnomo adalah anggota Club lama. Dia kan anaknya Pak Purnomo." Jelasnya
"oh ya? Aku baru tau malah." Jawabku berlagak tidak tahu. Sebenarnya aku sudah tau bahwa Victor adalah sosilita, tapi aku pikir keluarganya adalah New Money karena aku tidak pernah melihat keluarga maupun Dia sendiri ikut acara Musical, Pagelaran, atau Arisan yang diadakan ibu-ibu sosilita.
"kakek Victor adalah seorang Arsitek. Papanya bergerak di bidang properti." Jelas Abi
"Oh gitu. " Balasku singkat.
Pembicaraan putus disitu, kami menaiki mobil dan di mobil pun kami berdua tidak banyak bicara, hanya beberapa saja misalnya menanyakan rencana ke depan ku cita-cita ku, bahkan hal-hal yang menurutku aneh ditanyakan oleh Abi. Baru kali ini aku melihat sisi lain dari Abi begitu Aktif. Ada apa ya. Batinku.
Sesampainya di depan pagar rumah, ketika hendak turun Abi membukakan pintu mobil ku.
"Kamu mulai hari ini aku jemput terus boleh?." Tawarnya
"Gak usahlah, aku bisa pulang sendiri kok Mas. Aku takut ngerepotin Mas." Balasku.
"Gak ngerepotin kok. Boleh yah?." Jawab Abi.
Bisa kulihat usahanya hari ini yang ingin membuatku nyaman dan terasa tidak asing berada disampingnya.
"Dengan satu syarat boleh?." Kataku
"Apa?." Balasnya.
"Kabarin kalau kamu udah dijalan ke Kantor, kabarin jam berapa jemput dan hari ini aku bisa dijemput atau enggak, biar ga kejadian kaya hari ini lagi Mas." Jelasku
"Oh itu. Iyah.. " Balasnya.
"Yaudah aku masuk dulu yah. Oh Iya. Makasih untuk hari ini Mas." Kataku.
"Sama-sama." Jawabnya sampil mendaratkan kecupan di keningku dengan santai lalu masuk ke mobilnya.
Aku yang masih diam terpaku dengan perlakuan Abi sampai tidak bisa berkata-kata dan bahkan tidak mendengar suara mobilnya sudah menghilang perlahan.
"Mba Jena udah pulang Mba?." Sapa Mang Dadang yang sedang melipat selang di garasi. Membuatku kaget
"Eh, Iya Mang. Siapa yang habis cuci mobil Mang?." Tanyaku basa basi
"Ini, Rady baru selesai nyuci motornya, tadi habis kena lumpur kontor banget." Balasnya.
"Oh bgtu Mang. Yaudah aku masuk dulu ya Mang." Kataku seraya pamit masuk ke dalam rumah.
"Iyah Mba, Mangga. Ibu juga udah nungguin daritadi." Balasnya.