webnovel

dewi siluman bukit tunggul 05

"Yang pertama ialah Sepuluh Jari Kematian...."

"Itu aku sudah tahu. Sepuluh Jari Kematian sobat lama yang sengaja kuundang kemari.

Siapa yang lain-lainnya?!"

"Yang lain-lainnya ialah dua orang nenek-nenek yaitu Sepasang Arit Hitam dan muridnya Si

Telinga Arit Sakti...."

"Heh... perlu apa murid dan guru itu berada di Pulau ini?" Dewi Siluman memandang lewat

jendela dari mana dia dapat melihat sebagian dari taman dan kolam yang tadi dilewati Nariti. Lalu

tanyanya sambil mengunyah buah anggur dalam mulutnya. "Apa masih ada pendatang yang lain?"

"Ada Dewi. Seorang pemuda sakti...."

Sepasang alis mata yang hitam dan bagus dari Dewi Siluman naik ke atas.

"Gerak-geriknya yang mencurigakan membuat aku menguntitnya selama dua hari. Ternyata

dia tengah mencari keterangan di mana letak tempat kita ini...."

"Begitu? Menurutmu apakah dia membawa maksud baik atau jahat?!" tanya Dewi Siluman.

"Pasti maksud jahat Dewi...."

"Kalau begitu dia mencari jalan ke akhirat!" kata Dewi Siluman pula sambil lemparkan

tangkai anggur ke luar jendela. "Tapi terangkan dulu segala sesuatunya tentang dia...."

"Hampir di setiap tempat dia menanyakan pada penduduk di mana letak Bukit Tunggul, di

mana letak sarang kita...."

"Kurang ajar. Istanaku disebut sarang!" maki Dewi Siluman. "Teruskan Nariti!"

"Tapi penduduk tak satu pun mau beri keterangan. Meski demikian karena jelas pemuda ini

sangat berbahaya bagi kita maka dengan menyamar kunantikan dia di jalan kecil di tepi hutan.

Sengaja aku duduk di tengah jalan menghalanginya untuk mencari sengketa. Kemudian terjadi

pertempuran antara kami. Tapi nyatanya dia sakti sekali dan bukan tandinganku. Aku hampir saja

dimakan totokannya kalau tidak lekas melemparkan bola asap hitam!"

Dewi Siluman merenung sejenak. Nariti adalah pembantunya yang memiliki ilmu tinggi.

Kalau Nariti tiada sanggup melawan pemuda itu pastilah si pemuda memiliki ilmu yang hebat.

"Siapa nama pemuda itu?" bertanya Dewi Siluman.

"Tak berhasil kuketahui Dewi."

"Nariti, bawa tiga orang kawanmu. Cari pemuda itu dan tamatkan riwayatnya sebelum dia

bikin susah pihak kita!"

"Perintahmu aku jalankan Dewi," sahut Nariti. Dia menjura tiga kali lalu melangkah ke

pintu.

"Tunggu dulu Nariti!" berseru Dewi Siluman. Nariti hentikan langkah dan balikkan badan.

"Ya Dewi...?"

"Apakah pemuda sakti itu berparas gagah?" tanya Dewi Siluman.

Nariti memandang ke jendela lalu tundukkan kepala. Kalau dia memberikan jawaban bahwa

pemuda itu memang berparas gagah dia khawatir sang Dewi akan punya persangkaan yang bukan-

bukan padanya. Karenanya Nariti tak berikan jawaban.

Dewi Siluman tertawa merdu laksana taburan mutiara yang jatuh berderai di atas lantai

pualam. Dari kebisuan anak buahnya itu dia segera maklum bahwa si pemuda yang mendatangi

Pulau Madura adalah seorang berparas cakap.

"Kalau begitu tangkap saja dia hidup-hidup, Nariti." kata Dewi Siluman pula. "Jika

parasnya betul-betul gagah dia akan menjadi budakku. Tapi kalau tampangnya buruk dia akan mati

percuma!"

Nariti mengangguk. Dia menjura lagi tiga kali lalu tinggalkan kamar itu. Dewi Siluman

memandang ke luar jendela memperhatikan anak buahnya bersimbur-simburan air di tengah kolam.

Di sudut bibirnya mengelumit sekuntum senyum aneh. Gadis jelita ini kemudian bertepuk tiga kali.

Inani gadis yang tadi memainkan kecapi menghibur Dewi Siluman masuk kembali ke dalam

kamar itu.

"Mainkan satu lagu yang bagus untukku, Inani."

"Lagu bagus tentang apa, Dewi?" tanya Inani.

"Apakah tentang lautan yang indah diwaktu matahari terbenam atau tentang bunga-bunga

yang tengah mekar, atau tentang kebahagiaan hidup di swarga loka? Atau pula tentang

pemandangan gunung yang tinggi hijau, atau tentang binatang-binatang yang bagus lucu...?"

Dewi Siluman gelengkan kepala.

"Bukan... bukan tentang laut atau bunga-bunga atau binatang-binatang, Inani. Bukan tentang

semua yang kau sebutkan itu. Tapi tentang cinta...." kata Dewi Siluman pula.

Terkejutlah Inani mendengar jawaban Dewinya itu. Selama ini sang Dewi sangat membenci

segala sesuatu yang berbau cinta kasih. Dewi Siluman selalu marah dan mendamprat bila dia

memainkan lagu-lagu cinta, sekalipun dia memetik kecapi itu seorang diri dalam kamarnya! Dan

kini adalah aneh kalau sang Dewi minta dimainkan sebuah lagu cinta. Apakah telah berubah jalan

pikiran dan lubuk hati sang Dewi. Ada sesuatu yang telah terjadi dengan Dewinya itu?

Untuk lebih memastikan maka bertanyalah Inani. "Lagu cinta yang bagaimana Dewi?

Apakah cinta kasih seorang ibu terhadap anaknya? Atau cinta kasih Tuhan kepada hamba-hamba-

Nya...?!"

"Jangan sebut-sebut Tuhan!" sentak Dewi Siluman. "Yang ada di dunia ialah kekuatan!

Siapa yang kuat dia akan berkuasa dan bisa berbuat sekehendak hatinya! Jadi Tuhan di dunia ini!"

Meski di dalam hatinya Inani membantah ucapan sang Dewi, tapi karena takut dia tak berani

nyatakan pendapatnya itu.

"Kalau begitu mungkin Dewi ingin dengarkan lagu cinta antara seorang pemuda dengan

seorang gadis?" tanya Inani pula.

"Ya, lagu itulah yang kuinginkan." jawab Dewi Siluman.

Maka dengan jari-jari tangannya yang bagus runcing itu Inani mulai memetik kecapinya

menyanyikan sebuah lagu cinta.