HI AKU DARA
Suara langkah kaki terdengar kasar, gesekan sepatu tak layak dengan aspal jalanan berbunyi sangat nyaring ditelinga gadis berusia 18 tahun. Dengan sisa tenaganya, ia memaksakan berjalan dari sekolah menuju rumah.
" Assalamualaikum Bibi," sapanya kepada seorang wanita dewasa yang sedang melipat pakaian.
"Walaikumsalam cantik." jawab Pricilla.
"Dara masuk dulu ya Bi," ucapnya sambil melenggang pergi.
Disebuah kamar kecil, hanya berisi kasur lantai dan kipas angin yang terus berputar dilangit-langit kamar Dara. Melempar tas ransel berukuran mini yang terkapar di lantai. Sedetik kemudian tubuhnya ia rebahkan, lalu ia luruskan kedua kakinya yang mulai kram.
Beberapa menit kemudian Dara hilang kesadaran, ia tertidur lelap. Ditambah semilir angin dari jendela kamar yang setengah terbuka. Sore harinya, tubuhnya mulai menggeliat, yang artinya kesadaran Dara akan segera kembali. Perlahan ia merasakan hembusan angin yang begitu dingin menerpa kulit wajahnya yang halus. "Huaaam."
Dara menguap sangat kencang. Lalu ia melihat jam di ponsel genggam miliknya, lantas ia terkejut karena sore itu sudah menunjukkan pukul 5:00. Tetapi ternyata pikiran Dara keliru, ia mengira jika sore itu pukul 5:00 pagi.
Dirinya berteriak memanggil Pricilla. "Bibiiii! Dara telat datang wisuda Biii!"
"Astaga Ra! Ini masih sore." jawab Pricilla mendekati Dara yang sudah berada di depan kamar tidurnya.
"Sore apaan sih Biii, ini tuh jam 5 pagi. Dara belum siapin kebaya, make up, apalagi mandi." sahutnya kesal.
"Cah ayu, deleng sik iki jam pira? Deleng njaba." ujar Pricilla.
[Anak cantik, lihat dulu ini jam berapa? Lihat luar]
Lalu Dara menuruti ucapan dari Pricilla, ia mulai berjalan mendekati jendela. Tanpa pikir panjang, tangannya sudah menyibakkan gorden berwarna cokelat di hadapannya. Dengan mata yang membelalak, dirinya masih tak percaya apa yang ia lihat barusan.
"Bi, kok petang sih? Ini masih sore ya? Atau hari ini kiamat Biiiii!" ujar Dara histeris sambil mengerjapkan matanya.
"Masih sore, bisa dilihat kan Nona muda?! Sudah ah! Ayok siapkan kebayamu." jawab Pricilla yang mulai gemas kepada keponakannya ini.
"Bi, kira-kira Dara saat wisuda nanti cantik ga?" ucapnya lirih.
"Kenapa Ra? Kamu sudah pasti cantik." balas Pricilla.
"Ga apa-apa Bi, Dara cuma keinget aja sama Ibu. Di hari wisuda Dara lulus SMA, orang tua Dara gak pernah datang." jawabnya dengan suara parau.
Pricilla yang mendengar suara Dara, dengan sigap langsung memeluk keponakannya ini. Ia tau betul betapa kehilangan sosok yang sangat dirindukan.
"Ra, kan masih ada Bibi disini. Bibi masih kuat dan bisa datang menjadi wali kamu di sekolah nanti. Sudah ya jangan nangis lagi." ujar Pricilla sambal mengusap puncak kepala Dara.
Namun air mata sedih lancang keluar begitu saja dari mata Dara. Sedikit isakan ia tahan agar tidak semakin menjadi. Pricilla adalah bibi yang baik yang Dara punya setelah kedua orang tuanya.
Keesokan harinya, tepat pukul 5 pagi Dara sudah membersihkan tubuhnya. Ia sudah siap dipoles wajahnya dengan MUA terkenal di desa tempat Dara tinggal. Suara ketukan pintu utama sudah mulai terdengar.
'Tok, tok, tok!'
Karena Bibi sedang berada di dalam toilet, maka Dara lah yang membukakan pintu. Dengan badan yang wangi, dan rambut basahnya ia berjalan, kemudian memegang gagang pintu dan menariknya.
"Ya ampun Mba, sini masuk-masuk." ucap Dara mempersilahkan masuk.
"Iya Ra, sudah siap banget di wisuda nih?" ledek Mba MUA.
"Iya dong Mba," sahut Dara.
"Duduk sini Ra, diam ya jangan banyak gerak. Ngomong-ngomong Bibi kemana Ra?" tanya Mba MUA.
"Bibi di toilet Mba." jawab Dara yang sedang diberi bedak dasar pada wajahnya.
Beberapa saat setelah proses make up wajah Dara selesai, Pricilla keluar menghampiri Dara yang masih duduk terdiam di depan cermin.
"Ra, ini kebaya yang akan kamu pakai. Kamu suka?" tanya Pricilla.
"Bi, ini Bii buat sendiri? Astaga ! Cantik bangeeet, terima kasih Bi, Dara suka banget." jawabnya girang sembari memeluk pinggang Pricilla.
Pricilla senang melihat Dara bisa tersenyum dan melihat raut wajah bahagianya. Setelah itu, Dara segera beranjak menuju kamarnya untuk mengganti pakaian. Sedangkan Pricilla sedang membayar jasa MUA sembari bersiap-siap.
10 menit berlalu, Dara keluar dari kamarnya dengan rambut yang ia kepang satu, benar-benar terpancar aura yang berbeda darinya. Ia begitu cantik, persis dengan almarhumah ibundanya.
Wisuda sekolah Dara dilaksanakan di sebuah hotel di pusat kota mereka. Meskipun bukan kota besar, bangunan hotel itu membuat Dara terkesima, karena desain interiornya yang sangat indah dan mewah.
Acara berjalan dengan lancar, seusai sambutan selesai dilaksanakan tiba lah proses penyerahan piagam serta piala bagi yang mendapatkan nilai tertinggi. Dara menoleh ke arah Pricilla, ia memandang bola mata Pricilla seakan-akan berkata "maaf kalo Dara belum bisa bikin bangga Bibi."
Pricilla yang mengerti bahasa isyarat keponakannya hanya tersenyum, dan menggengam tangan Dara erat. Bapak guru sudah berada dipanggung dengan membawa laporan hasil nilai siswa.
Pak guru yang sedang berbicara sudah mengumumkan juara 2 dan 3 peringkat paralel, dalam satu lingkup angkatan Dara. Dan disini lah waktunya mengumumkan juara pertama, Dara dan Pricilla tak henti-hentinya berdoa saling berharap bahwa nama yang disebut adalah nama Dara.
"Para hadirin sekalian, saya selaku kepala sekolah SMAN 2 Nusa Bangsa dengan senang hati akan memberitahukan peringkat pertama dengan rata-rata hasil ujian nasional 95 diraih oleh ananda-" ucap pak guru terpotong. Ia sengaja memberi jeda agar siswa dan siswinya dibuat penasaran.
"Tunggu sebentar, saya bacakan; bahasa indonesia 90, matematika 92, ipa 90, bahasa inggris 91. Sungguh mencengangkan ya?" tanya nya mengajak audiens berbicara.
"Pak ayolah sebutkan namanya," pinta salah satu murid di barisan paling depan.
"Baik sabar Nak, peringkat pertama diraih oleh, selamat atas keberhasilannya ananda Adara Fredella Urani. Ayo Nak naik ke atas panggung." ucap pak guru dengan senyum lebar.
Sontak Pricilla bersorak histeris mengetahui keponakannya sangat berpretasi, Dara dalam hitungan detik tiba dipelukannya. Mereka sama-sama menangis terharu. Tidak lupa Pricilla memberikan kecupan manis dikening Dara dan memenyuruhnya untuk segera naik ke atas panggung.
Dara yang menghampiri kepala sekolah disambut dengan pelukan hangat, dalam waktu yang bersamaan Dara mulai menyadari bahwa inilah rasa yang selama ini ia rindukan. Berpelukan dengan seorang ayah.
Tak terasa air matanya kembali jatuh, tetapi setelah bapak kepala sekolah melepaskan dekapannya, Dara segera menyeka air matanya agar tidak ketahuan.
"Selamat ya atas kerja kerasnya Nak Dara, bapak bangga mempunyai murid pintar sepertimu." ujar pak kepala sekolah.
"Terima kasih banyak Pak, senang sekali bisa membuatmu bangga." jawabnya dengan mata berbinar-binar.
Tentunya keberhasilannya benar-benar membekas, ia merasa dirinya tidak begitu buruk dengan prestasi anak di kota.