Raiden Ei tiba di sebuah rumah kosong di daerah Fontaine, ia kembali melihat layar gawainya untuk memastikan lokasi yang telah diberikan oleh Childe. Sejak pertemuannya dengan Zhongli semalam, perut Ei terus ditendang oleh sang buah hati. Sang puan tersenyum, tentu ia merasakan sakit namun rasa sakit itu justru membuatnya semakin bahagia.
"Sebentar, ya, Nak. Bunda ada urusan," gumam Ei sembari mengelus lembut buntingnya.
Usia kandungan Ei saat ini baru menginjak 7 bulan, perempuan berambut ungu itu sudah tak sabar menanti kelahiran anaknya setelah menunggu lama sejak pernikahannya dengan Zhongli 5 tahun lalu.
Baru saja Ei membuka knop pintu, suara teriakan seorang perempuan sudah terdengar dari luar. Raiden Ei langsung membuka pintu yang tak terkunci itu lalu berjalan perlahan ke dalam. Bau darah dan mayat begitu menyengat indera penciumannya, sepatunya pun sudah basah tergenang oleh campuran darah manusia yang tercecer di mana-mana.
'Benar kata anak itu, dia perempuan yang menjijikkan,' batin Ei.
Sandrone terlihat sedang bersenggama dengan salah satu robot buatannya, karena Katheryne sudah hancur, Sandrone beralih pada sebuah robot besar dengan penis berukuran sepanjang lengan manusia, tak ayal perempuan itu berteriak lantang, namun ada birahi di dalamnya.
Raiden Ei sudah berhadapan dengan Sandrone yang masih melakukan aktifitasnya, perempuan bersurai coklat itu menoleh perlahan ke arah Ei yang sudah menatapnya penuh kebencian.
"Kau—"
BRUK! Tendangan keras Raiden Ei berhasil membuat Sandrone terpelanting hingga penis robot berkulit manusia itu lepas dari liang surganya. Sandrone berdiri perlahan dengan senyum mengerikan, saat ia mengepalkan tangannya urat-urat mulai muncul di kedua lengan perempuan itu.
"Aku tahu siapa kau," Sandrone mulai berjalan ke arah Ei sedikit cepat.
Raiden Ei pun tidak lagi mundur, mereka mulai saling serang namun dengan tujuan yang berbeda.
"Manusia sakit sepertimu seharusnya dirawat saja!" seru Raiden Ei berhasil memukul jatuh Sandrone untuk kedua kalinya.
Sandrone menyeka luka yang keluar dari bibirnya, melihat lawannya terus memegang perut membuatnya sadar titik terbesar Ei ada di sana. Jari lentik Sandrone mulai bergerak aneh, dari belakang robot besar itu menghantam Raiden Ei hingga perutnya lebih dulu jatuh daripada bagian tubuh lainnya.
"Beruntung sekali, kau masih bisa mengandung," ujar Sandrone terkekeh.
"Pasti kau belum pernah merasakan kehilangan seseorang yang berharga dalam hidupmu,"
Sandrone menginjak tangan kiri Raiden Ei hingga tulangnya yang patah nyaring terdengar. Raiden Ei meringis kesakitan namun ia masih berusaha untuk melindungi perutnya. Setelah selesai di sisi kiri, ia memerintahkan robot itu untuk menduduki punggung Raiden Ei.
"Aahh!" pekik Ei histeris.
Sandrone mengangkat wajah Raiden Ei walaupun tubuhnya masih rata dengan tanah, ia memasukkan jarinya ke dalam mulut Ei lalu mengocok paksa bagian tenggorokannya.
"Kau benar-benar datang ke tempat yang salah, Raiden!"
Raiden Ei mengeluarkan isi perutnya sebanyak-banyaknya, namun tangan Sandrone terus masuk ke dalam mulutnya hingga nafas Ei tersengkal-sengkal. Pupil ungunya mulai naik ke atas seiring hilangnya kesadaran diri perempuan itu.
"Perempuan Inazuma itu berasal dari lonte-lonte buangan Snezhnaya! Kau tahu itu, kan?! Kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kami!"
Sandrone meludahi wajah Raiden Ei, salivanya sudah bercampur dengan muntahan yang tercecer di atas lantai. Kekuatan robot milik Sandrone pun terus meningkat, benda itu menindih tubuh Raiden Ei semakin kuat.
Air mata Raiden Ei terus mengalir, ia merasakan perutnya mulai ringan namun daerah rahimnya terus memaksa bayinya keluar karena himpitan robot besi tersebut.
"Keluarlah! Aku menerima jasa aborsi juga!" seru Sandrone tertawa, skleranya melebar karena telah diselimuti oleh kemurkaan.
"Berani-beraninya kau—"
"Berani-beraninya kau, mengganggu urusanku, Imperatrix Umbrosa!"
Raiden Ei mengepalkan tangannya, kekuatannya seolah terisi penuh setelah mendengar kalimat sakral tersebut. Seluruh anggota pasukan militer khusus Inazuma memiliki sebutannya masing-masing, sejak masa pendidikan, orang-orang yang berada di pangkat tertinggi sudah didoktrin oleh sebuah kalimat spesial untuk merangsang kekuatan bawah sadar mereka.
Raiden Ei mencengkram pergelangan tangan Sandrone lalu mematahkannya begitu saja, pekikan histeris Sandrone saat tangannya luntang-lantung membuat kesadarannya mulai hilang.
Kini tubuh Raiden Ei sudah benar-benar ringan, namun sayangnya janin milik Ei sudah berserakan di belakangnya. Perempuan bersurai ungu itu berbalik arah tanpa memedulikan tulang pinggangnya yang retak, Raiden Ei langsung memukul kepala robot itu hingga pecah dan tersungkur.
"Anjing! Berengsek kau!" pekik Sandrone lantang.
Raiden Ei menatap Sandrone tajam, ia berjalan pincang menuju lawannya yang sudah mulai mundur perlahan.
"Hari ini anakku mati,"
"Dan kemungkinan aku tidak bisa lagi menjalankan tugasku sebagai istri untuk Zhongli,"
"Kau sudah menghancurkan impianku untuk menjadi seorang ibu,"
"Kau pikir siapa yang lebih menderita sekarang?!"
Raiden Ei menarik kepala Sandrone dengan cepat hingga ia berdiri tanpa keinginan sang pemilik tubuh, Ei mencekik leher Sandrone dengan tangan kirinya lalu mencongkel kedua bola mata Sandrone menggunakan tangan kanannya.
SLASH! Belum selesai sampai di situ, saat kedua bola mata Sandrone lepas, Raiden Ei sontak memukul wajah perempuan bersurai coklat itu tanpa ampun. Suara tangisan minta ampun Sandrone tak lagi dipedulikan oleh Ei, tubuh Sandrone terdorong ke belakang hingga menabrak dinding akibat dari kekuatan Raiden Ei. Ia mematahkan kedua lutut Sandrone dengan kedua kakinya, kini Sandrone sudah terduduk, posisi tubuhnya sudah tak tentu arah.
"Am...pun..." ujar Sandrone pelan.
"Bagaimana kalau kau mencoba apa yang kurasakan?"
Raiden Ei membuka paksa mulut kecil Sandrone lalu memasukkan tangannya ke dalam, goresan gigi Sandrone melukai lengan Raiden Ei namun tak dihiraukan olehnya. Deru nafas Sandrone mulai memacu, seolah malaikat pencabut nyawa sudah ada di atas, Raiden Ei menarik tangannya lalu mencengkram rambut Sandrone, bunyi tulang leher Sandrone yang patah menjadi adrenalin sendiri bagi Raiden Ei, ia menarik kepala Sandrone sekuat tenaga hingga terlepas dari badannya.
"Jangan berani-beraninya kau menyebutkan kalimat sakral itu," ucap Raiden Ei dengan suara beratnya sembari menatap kepala Sandrone di tangan kanannya.
***
John Lee dan Hu Tao masih menyusuri pesisir Liyue, bertanya kepada warga sekitar tentang keberadaan Kunikuzushi. Perempuan bersurai hitam itu masih tak berani menatap ke arah sepupunya, John Lee pun sudah sadar sejak perjalanan mereka tadi subuh tetapi ia mengurungkan niatnya untuk bertanya kepada Hu Tao.
"Aku tak pernah melihat orang ini di sekitar pelabuhan," ujar salah seorang warga Liyue.
"Daripada mencari tak jelas seperti ini, lebih baik kau lapor kepada Millelith saja, mereka pasti akan membantu," tutupnya sebelum menyuruh John Lee dan Hu Tao menjauh dari dagangannya.
John Lee masih belum menyerah, mereka melanjutkan perjalanan menuju pusat kota yang kebetulan sedang ramai-ramainya. Poster pencarian Xiao sudah tertempel di mana-mana, hal ini membuat John Lee yakin bahwa rencana pertamanya dengan Childe sudah berhasil.
"Childe pasti sudah membunuh Pantalone," ujar John Lee kepada Hu Tao.
Ia menghentikan langkahnya, namun tidak disadari oleh John Lee. Hu Tao kabur setelah melihat John Lee tak memperhatikannya.
'Salah gue ini sok-sok akrab sama orang!'
'Dia bahkan bukan sepupu gue?!'
'Kenapa gue harus repot-repot cari adik orang yang tak kukenal?!' Hu Tao tak memperhatikan langkahnya saat berusaha menjauh dari John Lee, tubuhnya terjatuh saat menabrak kawanan pria bersurai putih bersama belasan bawahannya.
"Halo, Gadis Muda," sapa Pierro memaksakan senyumnya.
Mata Hu Tao terbelalak karena ia tahu orang yang ada di depannya bukanlah orang sembarangan. Hu Tao langsung berteriak namun seketika kepalanya ditendang oleh salah satu anggota Fatui.
"Ini dia salah satu bawahan Zhongli," jelas anggota Fatui lainnya.
"Bawa dia—"
"Tak perlu!" seru John Lee keras.
Pierro dan John Lee sudah berhadapan di tengah keramaian, tidak ada yang memedulikan hal itu karena sebenarnya mereka bukanlah warga biasa melainkan kumpulan dari anggota Fatui yang menyamar.
"Saya tidak akan membuang waktu berharga saya untuk melawan agen kelas teri sepertimu,"
"Ada dua acara pemakaman yang harus saya hadiri, mungkin tiga setelah kau mati nanti," Pierro membalikkan badannya lalu pergi begitu saja meninggalkan John Lee yang sudah terkepung.
John Lee berlari ke arah Pierro namun ditutupi oleh Fatui, kemampuan John Lee jauh di atas mereka sehingga ia dengan mudah mengalahkan seluruh bawahan Pierro yang ada di depannya.
"Kau! Pierro! Berhenti!"
Pria bertubuh besar itu berhenti, sembari berbalik arah ia membuka kancing jas lalu menggertakkan tulang lehernya.
"Capitano sudah bergerak menuju rumah sakit, kenapa kau tidak menyelamatkan tubuh aslimu saja?"
John Lee tersentak setelah mendengar perkataan Pierro, ia tak lagi memedulikan Hu Tao yang sudah memisahkan diri dari kawanan Fatui. John Lee memasang kuda-kuda saat Pierro berjalan ke arahnya, pria bersurai putih itu meraba punggungnya untuk mengambil senjata. John Lee yang sadar langsung menghindar saat tembakan pertama itu meluncur ke arahnya.
DOR! Salah satu anggota Fatui terjatuh, ia berteriak histeris saat melihat darah yang keluar dari perutnya, namun suara itu perlahan hilang karena ditutupi oleh para Fatui yang semakin ramai di sekeliling John Lee.
Suara berisik muncul dari seberang, gerombolan anak berseragam SMA Teyvat mengacaukan sesi hidup mati John Lee di bawah pimpinan Kaedehara Kazuha.
"Cih, lawannya orang-orang penting," gumam Heizou saat beradu fisik dengan para Fatui.
"Fokus selamatkan John Lee saja!" seru Gorou dari sisi lain.
Pelantang berukuran besar milik Millelith mulai menggelegar oleh suara seorang perempuan, Fischl bernyanyi asal untuk memecahkan konsentrasi lawannya.
"Dengan menyebut nama Archon yang paling sexy! Saya, akan mengumandangkan kekejian orang nomor satu Harbingers, yaitu Pierro!"
Yang disebut namanya menarik pelan garis bibirnya, ia mengisyaratkan bawahannya untuk mencari sumber suara tersebut. Dari depan John Lee sudah melompat untuk menerjang Pierro dengan kaki kanannya.
BRUK! Tubuh John Lee terpental jauh saat anak buah Pierro memukulnya dengan besi berukuran besar, ia merasakan beberapa tulang rusuknya patah sehingga menyebabkan rasa sesak di dada. Dari atas rumah warga, Arataki Gang melemparkan batu ke arah kawanan Pierro. Sang pemimpin, Arataki Itto mencaci maki orang dewasa yang ada di bawahnya sesuka hati.
"Lawan lo bukan dia! Cari lawan yang sepadan, dong, Anjing!"
"Pierro tolol!"
"Urusin mayat anak-anak lo, Bangsat!"
Kazuha datang menghampiri John Lee lalu membantunya untuk berdiri, ia berterima kasih sebelum kembali mengejar Pierro yang sudah mulai menjauh dari kerumunan.
"Dia bersenjata! Kau tak bisa melawannya!" teriak Kazuha kepada John Lee.
Pierro yang sadar kembali berbalik arah lalu mengayunkan pistolnya ke John Lee, beberapa kali tembakannya meleset karena ia harus berlari menuju mobilnya.
"Bos, kendaraan kita sudah dibakar!"
Siswa SMA Teyvat lainnya sedang berpesta ria di sekitar mobil-mobil milik para Fatui, mereka semakin menambah minyak tanah saat melihat Pierro dan yang lainnya berdiri beberapa puluh meter di belakang mereka.
Keadaan seolah berbalik, namun Pierro tak habis akal.
"Helikopter sudah disiap?" ujar Pierro dengan suara beratnya.
"Sudah, Bos!"
BRUK! Pierro tersungkur, kepalanya mendarat duluan ke tanah setelah di tendang John Lee dari belakang. Pierro berbalik arah sambil berusaha menghalau pukulan dari John Lee, sementara siswa lainnya berkelahi dengan anggota Fatui yang ada di sekitar mereka.
Pistol milik Pierro tergeletak tak jauh dari dirinya, ia memukul rahang John Lee hingga ia terjatuh lalu mengambil senjatanya secepat mungkin. John Lee langsung bangkit lalu kembali memukul Pierro.
DOR! Tepat sasaran, seluruh perkelahian terhenti saat kepala John Lee bolong karena peluru panas yang dilontarkan oleh Pierro. Helikopter darurat milik Harbingers berhasil membuat orang-orang sekitar menjauh, Pierro melompat ke helikopter itu bahkan sebelum mendarat. Ia menjauh dari kekacauan itu sembari membersihkan senjatanya yang sudah berlumuran darah.
"Bodoh," Pierro tertawa terbahak-bahak, helikopternya kian menjauh walaupun para siswa SMA Teyvat terus mengumpatnya dari bawah.
Anggota Fatui lainnya kabur tunggang langgang karena kendaraan mereka sudah habis terbakar, jasad John Lee yang sudah terbujur kaku dikelilingi oleh anak-anak sekolahnya.
Kazuha menutup wajah John Lee dengan selembar kain, namun kain putih tersebut dalam sekejap berubah menjadi merah karena terserap oleh darah.
***
Capitano tengah berseteru dengan para anggota rahasia milik secret service yang sedang berjaga di depan ruang rawat Zhongli, ia datang bersama Columbina setelah menyelesaikan urusannya di ruang konferensi pers Millelith semalam. Tensi tinggi di antara keduanya tak berhasil diredam oleh sekuriti rumah sakit, sehingga mereka terpaksa mengamankan pengunjung rumah sakit lainnya agar menjauh dari kerumunan.
"Kalau kalian tidak mengindahkan perintah saya, maka dengan berat hati kepolisian harus mendobrak pintu ini!" seru Capitano lantang.
"Kami tidak bisa melakukan itu! Kami berjaga sesuai protokol yang telah dibuat!"
Capitano yang sudah naik pitam langsung mendorong salah satu aparat tersebut hingga pintu ruang rawat Zhongli terbuka lebar.
Pria berbadan besar itu masuk ke dalam namun tak menemui siapa pun, sebuah jendela di ujung ruangan terbuka lebar serta tali bekas infus sudah berserakan di mana-mana.
"Menarik," gumam Capitano pelan.
"Ada apa, Ayah?" tanya Columbina yang baru saja masuk.
"Zhongli menghilang," jawab Capitano dengan suara beratnya.
Il Dottore tiba entah dari mana, setelah melihat apa yang terjadi pria itu justru tertawa bak orang gila.
"Lalu siapa orang yang kau temui di markas saat itu, Varka?!" sentak Dottore ke arah Capitano.
"Var...ka?" ujar Columbina tak percaya.
Capitano masih bergeming, ia langsung memukul jatuh Dottore hingga tak sadarkan diri. Capitano beranjak dari rumah sakit lalu mengambil ponsel dari saku jas hitamnya, ia mencari nama seseorang di kontaknya lalu segera menghubunginya.
"Bunuh semua orang yang memiliki hubungan dengan Zhongli! Sekarang juga!"
'Tapi, Bos—'
"Saya tidak peduli, kerahkan semua anggota secret service untuk memburunya! Kalau kalian tidak bisa membunuhnya, bawa kepalanya kepada saya!"
Capitano membuka topeng hitam yang selama ini membungkus wajahnya, peluhnya sudah membasahi seluruh tubuhnya karena terlampau emosi. Kini wajahnya terungkap, ia adalah pemimpin pasukan secret service itu sendiri, yakni Varka.