webnovel

Type of A Boyfriend

"Hai Bob... apa kau tahu dimana Lea?" Bob menghentikan langkahnya setelah mendengar seseorang memanggil namanya. Dia menoleh ke arah sumber suara itu.

"Seingatku kita tidak begitu dekat untuk saling memanggil nama depan Navarro?" Meskipun mendapat jawaban ketus dari Bob, senyum ramah Felix tetap melekat di wajahnya. Dia tahu betul bagaimana sifat salah satu teman dari pacarnya itu. Jadi dia sudah biasa dengan hal itu.

Saat Bob hendak kembali berjalan, Felix segera menggekorinya, berusaha agar berjalan berdampingan dengan Bob. Bob yang menyadari hal itu, memutar bola matanya malas.

"Kalau kau mencari pacarmu, mungkin dia sekarang ada didepan patung monumen sekolah. Tadi pagi dia sempat bilang kalau dia penasaran apa yang tertulis dibuku yang dipegang oleh patung itu." Felix hanya mengangguk mendengarkan penjelan Bob sambil senyum-senyum membanyangkan kelakuan pacarnya itu.

"Aku akan kesana untuk menyeretnya dari tempat itu. Huh... entah apa yang ada dipikiran anak itu. Dia bahkan belum makan siang." Lanjut Bob.

"Benarkah??" tanya Felix yang dijawab dengan anggukan dari Bob. "Kalau begitu aku dengan senang hati akan membantumu. Aku juga mencarinya untuk mengajak makan bersama."

Bob hanya menoleh sekilas ke arah Felix dan mendengus. Dengan langkah yang pasti mereka berdua pergi menuju lokasi target mereka.

Benar sekali, sesampainya mereka di tempat itu. Mereka dihadapkan dengan pemandangan yang sontak membuat mereka kaget dan segera berlari mendekati patung monumen tersebut.

"Woii!!! El turun gak dari situ..!!" teriak Bob yang berusaha menangkap kaki Elea yang sudah terlanjur memanjat di badan patung itu. Elea tidak mengindahkan teriakan Bob dan tetap berkeras untuk terus memanjat. Bob tidak punya pilihan lain selain ikut memajat.

Patung itu berukuran 5 meter dengan pijakan dibawah patung yang berukuran setengah meter, jadi total tingginya 5,5 meter. Dan letak buku yang dituju Elea ada di paling atas, karena posisi patung itu memegang bukunya keatas. Untung saja patung itu berada di tengah taman belakang sekolah dan kondisinya sangat sepi karena kebanyakan murid berada di kantin dan para guru sedang beristirahat di ruangan mereka.

Saat Elea sudah sampai di bahu patung itu langkahnya terhenti karena Bob berhasil menangkap pergelangan kakinya. "Eh... Bob, lepasin gak. Dikit lagi aku bisa liat tulisan dibuku itu." Ucap Elea sambil berusaha melepaskan pegangan Bob.

"Gila ya kamu!! Kalau kamu jatuh gimana? Enggak akan aku lepas, pokoknya kamu harus turun sekarang!!" Pinta Bob yang masih teguh memegang kaki Elea. "Kamu gak mikir apa, kalau sampe ketahuan kepala sekolah kamu panjatin nih patung bisa-bisa kamu dapat surat peringatan atau bahkan lebih parah."

Sejenak Elea terdiam, memikirkan apa yang dikatakan oleh Bob. "Eh?? Iya juga ya?" jawab Elea baru sadar akan tindakannya. Dan Elea pun segera mencoba untuk turun, tapi sialnya kaki satunya yang tidak dipegangi oleh Bob terpeleset sehingga membuat pegangannya pada patung itu terlepas juga pegangan tangan Bob dikakinya. "El....!!!" teriak Bob.

Elea pasrah, dia memejamkan matanya erat menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya. Tapi anehnya dia tidak merasakan apapun, Elea yang bingung langsung membuka matanya dan disambut oleh tatapan khawatir Felix. Felix berhasil menangkap tubuh Elea. Dia berada didalam gendongan Felix. "Kamu gak kenapa-napa kan?"

Elea mengangguk kecil, Felix pun dengan perlahan menurunkannya. "Aish... aku hampir saja jadi saksi sebuah kasus kecelakaan yang disebabkan oleh hal yang tidak masuk akal." gerutu Bob yang baru saja turun dari patung itu.

Elea tidak menanggapinya dia malah memikirkan hal lain. "Akhirnya..." ucap Elea menatap kearah patung itu yang sontak membuat Bob dan Felix bingung. "Tadi sebelum aku mau turun, aku sempat melirik ke arah buku itu dan ternyata dibuku itu tidak ada tulisan apapun."

Bob yang awalnya panik mengira temannya itu mungkin mengalami gegar otak, tapi setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Elea, dia menghembuskan nafas lega. Temanya baik-baik saja cuma tingkat keabsurdannya semakin parah.

"Bodoh amat sama buku itu, mending kita pergi dari sini sekarang sebelum ada yang memergoki kita." Bob kesal dan langsung menarik tangan Elea dan memegangnya erat, takut nanti Elea hilang dan ngelakuin hal aneh lagi. Diikuti oleh Felix yang masih tertawa melihat tingkah dua sekawan itu.

Di kantin, di tempat biasa mereka duduk. Sudah ada Rhino dan Jovita menunggu para adik kelas kesayangan mereka. Dan akhirnya yang ditunggu-tunggu datang. Rhino yang melihat ke arah pintu kantin, langsung tersenyum merekah saat melihat Bob bersama Elea. Dia hendak menghampiri mereka tapi langsung mengurungkan niatnya saat melihat ada orang lain. Senyumnya sedikit pudar saat melihat Felix yang berjalan dibelakang mereka.

"Kalian dari mana saja? Kenapa lama sekali?" tanya Jovita.

"Tanyakan pada anak disebalahku ini." Jawab Bob ketus.

Elea hanya senyum-senyum sambil menggaruk belakang kepalanya. "Geya dimana kok gak kelihatan?"

"Tadi dia bilang ada rapat di klub paduan suara. Mungkin akan makan siang disana." Jawab Jovita.

"Lea, kamu mau makan apa? Biar aku yang pesan." Tanya Felix perhatian mengingat kalau pacarnya itu belum makan siang.

"Gak usah, tadi aku sama Vita udah pesan makanan buat El sama Bob. Nah itu makanannya udah dateng." kata Rhino tiba-tiba dan benar saja makanan yang datang memang untuk empat orang.

"Lix juga pesan makan, kamu kan juga belum makan. Hari ini ada ekskul sampe sore kan? Nanti Lix kelaperan." Mendengar ucapan sang pacar, Felix hanya bisa tersenyum gemas. Dia mengusap kepala pacarnya dengan lembut sebelum berjancak untuk memesan makananya.

Mereka berlima menyantap makanan mereka dalam diam, tidak ada yang bicara hingga Jovita melayangkan pertanyaan yang menarik perhatian yang lainnya. "Kudengar kamu adalah alah satu calon Student President berikutnya. Apa itu benar?"

Felix yang merupakan subjek yang ditanya mengangguk perlahan. "Ada empat calon lainnya, jadi total ada lima orang termasuk aku. Entah siapa yang akan terpilih. Aku sekarang ingin fokus dengan ujian kenaikan kelas dulu kak."

"Aku yakin Lix yang akan terpilih, karena Lix yang terbaik." ucap Elea dengan penuh kepastian yang langsung membuat Felix tersenyum mendengar itu. "Makasih Lea, Lea juga yang terbaik buat aku." jawab Felix.

"Hmm... Entah mengapa selera makanku jadi hilang mendengar ucapan kalian." kata Bob sambil sedikit mendorong piringnya yang hampir kosong kedepan, menghentikan kegiatan makannya. "Aku sebenarnya masih gak ngerti, gimana kamu bisa tahan dengan tingkahnya, Navarro? Aku saja hampir tiap hari sakit kepala menghadapinya." tambah Bob.

Felix tersenyum mendengar pertanyaan Bob. "Lea itu berbeda." jawabnya singkat dan kembali mengelus perlahan kepala pacarnya itu.

Benar sekali, Elea itu memang berbeda, meskipun dirinya sendiri tidak menyadarinya. Itu salah satu alasan Felix tertarik padanya.

Jika kebanyakan orang akan menganggap Elea itu aneh. Tapi Felix itu kebalikannya, dia melihat Elea tidak seperti kabanyakan gadis yang dia kenal atau yang terang-terangan mengejarnya seperti para fansnya. Felix yang merupakan murid populer meskipun dirinya sendiri tidak suka dengan julukan tersebut. Felix merasa dia bukan murid populer bahkan tidak ingin populer. Sama dengan Elea, dia hanya ingin jadi murid biasa. Karena latar belakang keluarganya, ketampanan wajahnya juga prestasi yang dimilikinya membuatnya secara tidak langsung menjadi populer.

Mungkin Elea hanya murid biasa yang tidak populer. Tapi bagi Felix, Elea sudah cukup luar biasa dengan segala keunikan yang dia punya.

Saat satu sekolah tahu kalau dia menyatakan perasaanya pada Elea. Banyak murid yang tidak setuju bahkan berharap mereka tidak jadian. Awalnya Felix sempat takut kalau Elea akan kesulitan jika jadi pacarnya. Tapi melihat sifat Elea yang cuek, Felix merasa lega karena Elea tidak merasa terganggu. Orang tuanya pun tidak mempermasalahkan selama tidak mempengaruhi nilai akademiknya. Dia senang hubungannya dengan Elea bisa berjalan lancar.

Elea pun begitu, meskipun awalnya dia sempat ragu. Tapi dia tidak menyesali keputusannya untuk menerima Felix. Dia bahkan senang mendapatkan satu orang lagi yang perhatian dengan dirinya selain teman-temanya, bahkan perhatian yang sangat khusus untuk dirinya.

Mereka pun menjalani hubungan seadanya yang tidak berlebihan. Layaknya orang yang berpacaran, mereka sering makan, belanja, nonton, atau jalan berdua untuk menghabiskan waktu bersama. Ada saat dimana Felix ingin sedikit intim bersama pacarnya seperti sekedar berpelukan. Tapi karena dia tahu Elea merasa tidak nyaman, dia tidak memaksakannya. Yah jadi physical touch mereka hanya sebatas pegangan tangan dan elusan dikepala. Felix tidak keberatan dengan itu, karena dia menghargai perasaan pasangannya yang percaya pada dirinya dan dia tidak ingin merusak itu semua.

Seperti saat ini, mereka berdua sedang berada dirumah Felix. Elea kesulitan mengerjakan tugas Kimianya. Jadi dia minta tolong ke Felix. Berhubung Felix juga sedang dikejar deadline tugas Matematikanya, akhirnya Elea memutuskan untuk datang kerumah Felix. For your information, Felix memilih untuk tinggal sendiri, terpisah dengan keluarganya. Dengan alasan ingin mandiri juga lokasi rumah yang dia tempati tidak begitu jauh dari sekolah.

Setelah berhasil menyelesaikan tugas Kimia dengan bantuan dari Felix. Elea kelelahan dan tertidur di meja  belajar diatas buku tugasnya. Felix merasa gemas melihat wajah tidur pacarnya itu. Saking gemasnya dia seperti ingin melahap sang pacar yang ada disebelahnya.

Hingga tatapannya itu jatuh pada bibir Elea yang entah mengapa seperti mengundangnya untuk mendekat. Tanpa dia sadari wajahnya perlahan mendekati wajah Elea yang masih terlelap. Saat jarak mereka sudah sangat dekat, Felix bahkan dapat merasakan nafas Elea di wajahnya. Felix tiba-tiba menarik kembali wajahnya, dia menggeleng perlahan. Menatap kembali wajah Elea dan mengelus rambutnya pelan.

"Aku menyukaimu, sangat menyukaimu. Milikku yang berharga."