webnovel

Can't Escape

'Brakkk!!!'

Suara gebrakan meja membuat Rob terdiam kaku menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Sam yang duduk di hadapannya. Menoleh ke arah Mark, lelaki berkacamata itu berusaha meminta bantuan temannya itu. Tapi Mark hanya mengangkat bahunya dan langsung memalingkan wajahnya, dia tidak bisa membantu jika urusannya berhubungan dengan Sam yang sedang marah.

"Apakah sesulit itu menjaga sebuah buku tua? Hah??? Aku hanya menyuruhmu untuk menyimpannya sebentar dan sekarang buku itu hilang?" Sam beranjak dari tempat duduknya, berjalan mendekati Rob. "Dan apa yang juga kau katakan tadi soal ponselmu? Kau bilang ada yang membajak ponselmu dan semua data dalam ponselmu hilang?"

Rob semakin takut, setiap perkataan yang keluar dari mulut Sam seolah belati yang menusuknya perlahan. Belum lagi tatapan tajam dari Sam, Rob benar-benar sangat takut.

"Aku sudah menyimpan buku itu di tempat yang aman, tapi aku tidak tahu seseorang akan menyusup dan mengambil buku itu. Soal data di ponsel itu, aku sedang mencoba untuk memulihkannya..."

"Cukup!!! aku tak butuh alasan darimu." Sam memotong ucapan Rob, dia tidak mau mendengar alasan lagi. Sekarang semua rencana yang sudah dia buat kacau berantakan. "Kau tahu aku paling benci jika sesuatu yang sudah ada di genggamanku diambil dariku kan?"

Rob mengangguk, paham dengan apa yang dimaksud oleh Sam. "Aku akan segera mencari cara untuk mengantarkannya kembali padamu."

Sam menepuk pelan bahu Rob, tersenyum puas dengan jawaban yang dia terima. "Satu hal lagi, aku benci menunggu terlalu lama. Bawa dia kehadapanku secepat mungkin. Jika kau gagal lagi kau tahu apa konsekuensinya?"

Sam kembali menepuk bahu Rob sebelum pergi, disusul oleh Mark yang hanya bisa menatap Rob yang masih tertunduk.

"Kau sebaiknya bergegas." Ucapnya sebelum berlalu meninggalkan Rob sendiri.

*

*

*

Elea merasa lega, sudah dua minggu berlalu sejak kejadian di rooftop waktu itu. Tapi tidak ada kejadian apapun yang terjadi, dia bahkan tidak pernah melihat seniornya itu lagi. Bahkan dari pihak perpustakaan ataupun sekolah tidak mencarinya perihal buku atau insiden patung monumen itu. Apa dia benar-benar sudah bebas dari masalah?

Felix pun tidak pernah meninggalkannya sendiri, seperti janjinya dia selalu berada di dekat Elea. Elea sebenarnya merasa tidak enak, karena Felix sendiri sibuk dengan kegiatannya. Felix telah resmi terpilih sebagai Student Presindent seminggu yang lalu. Dan ada banyak hal yang harus dia kerjaan dengan jabatan barunya itu.

Meskipun sibuk dengan kegiatannya itu, Felix selalu menyempatkan waktu untuk mengecek keadaan Elea. Saat Felix harus menjalankan tugasnya, dia akan mengantarkana Elea pada temannya yang lain. Jika yang lainnya juga sedang sibuk, Felix mau tidak mau akan mengajak Elea bersamanya, tidak memperdulikan keluhan dari anggota student council lainnya.

Seperti saat ini, dimana Elea sedang duduk di dalam ruang rapat student council, mengikuti Felix dan para anggota rapat mengenai kegiatan sekolah. Sebenarnya ini bukan rapat penting, jadi tidak masalah jika Elea berada di situ. Tapi anggota yang lain menganggap Felix tidak serius dengan kegiatan mereka, sampai-sampai harus membawa pacarnya ke rapat anggota.

Elea yang merasa tidak nyaman dengan tatapan dari para anggota student council. Memutuskan untuk keluar dari ruangan rapat tersebut. Dia lihat Felix sedang sangat fokus, jadi dia mengirim pesan singkat dari ponselnya, mengatakan kalau dia akan pergi ke tempat Geya dan menunggu disana. Lagipula ruang paduan suara tidaklah jauh dari tempat rapat, jadi menurutnya dia bisa pergi sendiri kesana. Bob juga akan kesana setelah ekskulnya selesai, jadi tidak akan terjadi apa-apa dengannya, pikirnya.

Setelah berhasil mengendap-endap keluar dari ruangan rapat itu. Elea segera pergi menuju ruang paduan suara. Ruangan itu berada di gedung seberang, hanya perlu melewati sebuah ruangan setelah ruang rapat lalu melewati sebuah batu monumen yang berada dalam wadah kaca yang letaknya berada ditengah diantara kedua gedung (gedung rapat dan gedung paduan suara).

Elea berhasil melewati ruangan di sebelah ruang rapat, tinggal berjalan melewati batu itu dan sampailah dia di gedung paduan suara. Saat kakinya sudah melangkah tepat didepan batu monumen itu.

'Praaang...'

Suara pecahan kaca menggema di lorong perbatasaan kedua gedung itu. Elea yang berdiri di dekat batu monumen itu terkejut, terdiam melihat kaca yang melindungi batu itu tiba-tiba pecah.

"Wah, lihat apa yang sekarang kau lakukan?" suara seseorang mengalihkan perhatian Elea. Dia menoleh ke sampingnya dan mendapati Sam sudah berdiri disana sambil menatap pecahan kaca itu.

"Kau... Kau apa yang kau lakukan?" tanya Elea masih terkejut. Dia tahu senior disebalahnya itu pasti dalang dari insiden yang baru saja terjadi.

"Aku??? Aku baru saja tiba disini, bukannya kau yang melakukan semua kekacauan ini?"

"Tidak... bukan aku, kaca ini tiba-tiba saja pecah saat aku lewat." bela Elea, tidak terima mendapat tuduhan dari Sam.

"Lalu bagaimana ini bisa pecah, tidak ada orang lain selain dirimu disini. Tidak mungkin kaca ini pecah sendiri." ucap sam lagi dengan seringai diwajahnya melihat Elea kebingungan.

Elea hendak membalas ucapan Sam, namun tiba-tiba seseorang berteriak dari belakang mereka berdua. "Kalian berdua, apa yang kalian lakukan?" seorang guru yang datang karena mendengar suara kaca pecah tadi.

"Siapa yang melakukan ini? Jawab?" tanyanya lagi, marah setelah melihat kondisi kaca dari batu monumen itu.

Dengan mudahnya Sam mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah Elea. "Dia pak, saat saya kesini kacanya sudah pecah dan anak ini berdiri disini. Jadi pasti dia yang melakukannya."

Guru itu langsung menatap ke arah Elea. Elea yang merasa tidak melakukan kesalahan langsung mengelak. "Tidak pak, saya tidak tahu apa-apa, kaca ini tiba-tiba saja pecah saat saya lewat."

"Saya tidak mau mendengar alasan, kalian berdua ikut saya sekarang!!!" perintah guru itu dengan suara yang sangat keras, bahkan lebih keras dari suara saat kaca batu monumen itu pecah.

Felix dan anggotanya keluar dari ruangan mendengar suara keras dari guru itu. Geya dan tim paduan suaranya juga ikut keluar. Bob yang baru saja selesai ekskul dan hendak ke gedung paduan suara, segera bergegas berlari mendekati suara keributan itu.

"Ada apa pak? kenapa bapak sampai berteriak begitu?" tanya Bob pada guru itu, tapi seketika dia langsung terkejut saat mendapati Elea yang sedang dimarahi oleh guru tersebut dan ada Sam yang berdiri disebelah Elea.

Felix dan Geya juga terkejut dengan kejadian yang mereka lihat. Saat guru itu hendak membawa Elea dan Sam pergi, Felix berusaha menghentikannya, tapi guru tersebut tetap berkeras membawa mereka berdua.

Guru itu akhirnya membawa Elea dan Sam ke ruang detenti, disana mereka akan diserahkan ke guru pembimbing. Sedangkan guru tersebut akan melaporkan kejadian itu pada Kepala Sekolah.

Sambil menunggu guru pembimbing tiba, Elea dan Sam duduk disebuah ruangan tertutup, mirip seperti ruang interogasi. Ini pertama kalinya Elea berada di ruang detensi sekolah, dia tidak pernah melakukan kesalahan yang membuatnya harus keruangan itu. Dia gugup dan bingung, ditambah lagi harus satu ruangan dengan seniornya yang menyebalkan, itu membuatnya makin tidak nyaman.

Berbeda dengan Sam yang terlihat sangat santai, dia sepertinya sudah biasa dengan ruangan itu. Tidak ada rasa gugup apalagi takut di raut wajahnya. Dia hanya senyum-senyum sambil menatap ke arah Elea.

"Akihirnya kita bisa berdua saja." Mata Elea seketika membulat, setelah mendengar ucapan yang keluar dari mulut Sam.

"Jadi benar, ini semua ulahmu?"

Sam mengangkat kedua bahunya "Aku tidak bilang begitu, aku hanya bilang kalau akhirnya aku bisa berdua saja denganmu. Itu saja."

"Kau ini benar-benar aneh."

"Kalau begitu kita cocok, aku aneh dan kau juga aneh. Pasangan yang serasi kan? Bagaimana?" tanya Sam sambil menaik-naikkan kedua alisnya. Membuat Elea bergidik ngeri melihatnya.

"Aku sudah bilang tidak tertarik padamu, lagipula aku sudah punya pacar."

"Aku tidak peduli...." Sam berjalan mendekati Elea, membuat Elea reflek berjalan mundur untuk menghindari Sam.

"Apa yang aku inginkan, pasti aku dapatkan..." ucap Sam lagi, masih terus mendekati Elea yang sudah tidak bisa mundur lagi karena ada tembok dibelakangnya.

Kali ini Elea mulai ketakutan, dia hanya berdua dengan Sam diruangan itu. Dia mulai merasa tidak aman dan mulai panik. Tangan Sam perlahan naik hendak meraih wajah Elea. Saat tangan Sam sudah hendak menyentuh wajahnya Elea menutup rapat matanya dan memalingkan wajahnya.

Melihat itu, Sam tambah bersemangat untuk mengerjai Elea. Dia menggeser tangannya dan memainkan rambut Elea, Mendekatkan wajahnya dan hendak membisikkan sesuatu di telinga Elea.

"Kau tidak bisa lari dariku Galen..."

'Ceklek'

Suara pintu terbuka menghentikan Sam. Dia menoleh ke arah orang yang baru saja masuk. Dia mendengus kesal dan menjauhkan dirinya dari Elea. Elea yang merasa Sam sudah menjauh, membuka matanya dan mencoba untuk mengatur nafasnya.

"Siapa kau? Kenapa masuk ke sini?" tanya Sam, tidak mengenal siapa orang yang baru saja masuk dan telah mengganggu kegiatannya.

"Saya guru pembimbing kalian." jawab orang tersebut.

"Guru pembimbing? Dimana Mr. Thomson?"

"Mr. Thomson sudah resign dan saya penggantinya." Guru tersebut kemudian duduk di mejanya dan kembali menatap ke arah Sam yang masih bingung.

"Nama saya Christof Aubrey"