webnovel

Namiirah

Satu minggu Iyan menyimpan nomor ponsel Mira, satu minggu itu pula dia setia menjadi penonton story, di WA dia hanya berteman dengan Aldo, Tante, Paman, Adam, Charl dan juga Mira. Wa yang sepi sesepi hatinya yang tidak pernah ia sadari. Dari banyaknya temannya itu, ada tiga orang yang hampir up date status tiap waktu, ururtan ketiga diduduki oleh Aldo, storynya seragam tentang game, urutan kedua diduduki oleh Adam, storynya tentang pencitraan seratus persen dan beberapa kali hasil jepretannya saat nanjak gunung, dan yang urutan pertama diduduki oleh Mira.

Hampir setiap jam dia akan mengirim story boomerang wajahnya, aktivitas yang dia lakukan, termasuk pas lagi ngafe dengan teman-temannya. Iyan tidak kenal sebelumnya dengan Mira namun, malalui storynya dia bisa tahu apa dan bagaimana keseharian gadis itu.

POV Mira

Alarm membangunkannya, hari minggu adalah hari yang paling ia tunggu dalam satu minggu. Merapikan tempat tidur, membersihkan kamar, dan menggosok gigi bermenit-menit di kamar mandi merupakan rutinitasnya di hari minggu.

"Pagi, Mah."

"Pagi, sayang!" sapa mamanya.

Mira adalaha anak perempuan tunggal, ayahnya bekerja sebagai polisi dan ibunya guru SMP, minggu adalah hari di mana keluarga kecil itu bisa menghabiskan waktunya bersama-sama.

"Yah, ayo berangkat!" ajak Mira yang mendapati ayahnya telah siap untuk jogging.

Ayahnya berlari kecil beberapa langkah di depan Mira, gadis itu pun megabadikan momen itu, "Yah, liat aku!" teriak Mira, ayahnya berbalik dan melambaikan tangan ke Mira.

"Jogging sama ayah tercinta!" tulis Mira di story WA-nya. Iyan yang ada di Surabaya seketika melihat itu, cara Mira memanggil ayahnya, dan cara ayahnya melambai ke Mira, menggambarkan dua orang yang sangat dekat. Iyan berspekulasi bahwa Mira adalah anak yang manja dan akan bungsu.

Sepulang jogging, mamanya telah menyiapkan minuman segar kiwi di tambah cemilan. "Pulang-pulang dari joging dapat ini! Thank u mama, love you!" tulis Mira di story WA-nya, Iyan penonton setia story Mira tidak pernah melewatkan satu pun story gadis itu.

Sebagai siswi SMA kesehatan, di kelas XI Mira sudah harus mengambil magang di rumah sakit selama satu semester di semester genap. Selama magang ia telah banyak belajar, Mira merasa teori yang selama ini ia pelajari sama sekali tidak mendukungnya di waktu praktek, karena butuh keberanian untuk merawat orang termasuk menyuntik. Setelah mendapat giliran shift malam, kini yang kedua kalinya di malam minggu ia harus melakukan hal yang sama.

Berjaga di pusat obat-obatan dan pemeriksaan gawat darurat menjadi sasarannya. "Malam minggu ditemani obat-obatan!" tulis Mira di story WA-nya sambil memoto obat-obat yang ada di sekitarnya.

Pukul 02.21, di Surabaya Iyan sama sekali belum tertidur, ia masih sibut bergelut dengan soal-soal Kimia kali ini, ia sadar waktu di Kanada cara belajar Kimianya sangat tidak efektif, karena selain ia beda kelas dengan Charlotte, kapasitas ruangan dengan jumlah murid yang banyak juga susah memuatnya fokus.

Story Mira di tengah malam membuat Iyan mau tidak mau pun membalasnya. "Semangat!" ditambah satu emot tersenyum yang memperlihatkan gigi putih.

"Sama-sama, Ryan!"

"Sampai pagi, ya?" Ryan mencari topik untuk memperpanjang pembahasan.

"Iya, nih, untung infonya dari kemarin, jadi tadi siang udah tidur!"

"Hoh, kamu sendiri?"

"Sendiri di ruangan ini, tapi di luar ada beberapa temanku yang jaga juga!"

"Oh, magang sejak kapan?"

"Baru-baru sih, semester genap!"

Sebelum Iyan membalas pesan Mira, ia membuat story terlebih dahulu, fotonya di Kanada saat musim salju dengan gaya candid, Carlotte yang memfotonya dengan iseng tapi Iyan suka dan iya berebcana untuk mengaploadya di IG, satu-satunya foto yang paling bagus ia liah selama tinggal di Kanada.

Mira menjadi orang pertama yang menyaksikan story Iyan. "Lo pernah ke luar negeri?" balas Mira.

"Pernah, baru pulang dua minggu yang lalu, oh, kemarin aku sempet gak percaya loh, kalau kamu masih SMA udah magang, siswi sekolah kesehatan rupanya."

Percakapan mereka terpecah menjadi dua topik, dan saling  membahas satu sama lain. Iyan pun bertanya, kenapa tidak dari dulu ia menjadikan fotonya itu story kalau bisa menarik perhatian Mira.

"Ngapain di luar negeri? Negara apa?"

"Pertukaran  pelajar, cuma satu semsester di Ottawa, Kanada!"

"Wah, kapan ke sana lagi?"

Iyan membalas dengan emot tertawa. "Gak tahu, semoga nanti dapat beasiswa lanjut di sana lagi."

"Kalau ke sana, gue titip salju, ya!"

"Mana bisa, nanti sampainya di Indonesia udah jadi air!"

"Atau videokan saja, gue Cuma mau liat salju itu gimana!"

"Hem, iya, semoga nanti bisa ke sana lagi!"

"Lo belum tidur jam segini, ngapain?"

Iyan mengirimkan foto buku Kimia yang ada di hadapannya

"Berarti gue ganggu, dong!"

"Gak, gak sama sekali, tadi belajar tapi sekarang udah nggak."

"Kenapa?"

Iyan bingun mau menjawab apa, ia pun mencari alasan. "Karena udah tadi, mulai jam 10 sampai jam 2 lewat."

"Jadi sekarang lo udanh mau tidur?"

"Gak juga, sempat kamu mau ditemenin jaga!" Iyan salah tingka mengirim pesannya itu pada Mira.

"Boleh, telponan mau?"

Iyan mengucek matanya, untuk memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi kali ini.

"Boleh, kutelpon, ya!"

Mereka akhirnya beralih ke WA via telepon. "Selamat malam!" Iyan menyapa lebih dulu, terdengar di balik telepon Mira menyapa dengan kalimat yang sama.

Iyan merasakan dirinya sedang berantakan, ada yang salah dengan perasaannya dan tidak bisa definisikan.

"Kok, diam?" kata Iyan.

Mira tertawa di balik telepon. "Jadi mau bahas apa?" tanya Mira.

"Terserah, pengalamanmu mungkin selama magang?"

"Nggak deh, lain kali aja, gue mau denger pengalaman lo selama di Kanada, terus rasanya megang salju itu ginamana?"

"Hem, suka salju rupanya."

"Suka banget!" kata Mira dengan manja membuat Iyan yang mendengarnya makin merasa berantakan dengan perasaannya. Ia berusaha menahan senyumnya.

"Harus cerita mulai dari mana, ya?"

"Dari, lo kepilih jadi siswa yang pergi ke Kanada."

"Panjang loh, ceriatnya."

"Gak papa, malam masih panjang, kecuali kalau lo yang mau tidur."

"Nggak, besok libur, oke aku cerita, ya."

"Iya."

"Tapi jangan tidur."

"Mana mungkin gue tidur, gue lagi duduk, nih, guenya justru khawatir lo yang tidur!"

"Kalau aku tidur, nanti kamu teriak aja, aku pakai headset kok."

"Sip, mulai ceritanya."

SMA Pelita Bangsa merupakan salah satu sekolah tingkat menengah swasta yang minati orang-orang cerdas seperti Iyan, bukan karena sekolah ini terkenal dengan siswa-siswa anak sultan namun, karena ada program pertukaran pelajar. Waktu Iyan kelas sepuluh, ada kakak kelasnya yang berangkan ke Columbia dan ada siswi dari negara yang sama datang ke Sekolahnya. Iyan tidak habis pikir bagaimana sekolah swasta seperti sekolahnya ini bisa menyusun program kerja seperti itu, tapi yang pasti Iyan menargetkan dirinya untuk menjadi siswa yang dikiri ke luar negeri selanjutnya, Iyan bercita-cita ke New York, sebuah tempat yang terakhir kali dikunjungi oleh kedua orang tua Iyan sebelum pergi untuk selamanya.

"Tungu, gue potong ceritanya, orang tua lo, udah ga-gak ada?"

"Iya, nanti ya, akan ada sesi lain ceritanya."

"Oh, hehehe, maaf, lanjut!"