Bumi Bagian Utara, Hatemoor, Distrik 14
21 Januari 2157 M
09.03 N.A.M (New Ante Meridian)
"Pemirsa, bongkahan es terakhir di Kutub Selatan seberat empat ratus kilogram telah mencair, bumi bagian selatan telah dipastikan tenggelam sepenuhnya …"
"Tiga ratus juta orang dari selatan dipastikan mencari suaka di bumi bagian utara. Bagaimana Pemerintah Federasi menangani hal ini?"
"Pemerintah Federasi dikabarkan akan membuat perumahan padat penduduk di ratusan titik lokasi untuk menampung para pengungsi. Apa saja yang menjadi dasar pertimbangannya …"
"Pemirsa, para ahli telah mengecam Pemerintah yang membatalkan pengesahan Undang-undang larangan deforestasi untuk kepentingan industri manufaktur kecerdasaan buatan dan robotik, bagaimana implikasinya?"
"Hari ini, Rapat Kongres Terbuka akan kembali diselenggarakan. Isu pangan, lingkungan, dan kemiskinan akan menjadi topik utama. Akankah pertemuan ini membuahkan solusi, atau sekedar atraksi penarik simpati?"
Siaran berita terkini dari stasiun televisi swasta dan pemerintah mengudara di layar-layar besar ibu kota, seiring ratusan orang dengan masker oksigen berjalan berbondong-bondong, bergerak dari pusat kota ke selatan, menuju Gedung Kongres. Disana, pertemuan besar para elit politik, bisnis, dan cendekiawan akan diselenggarakan beberapa jam dari sekarang, pun disiarkan secara langsung.
Memanfaatkan kesempatan, ratusan orang itu menyuarakan protes melalui tulisan-tulisan sarkastik dan orasi provokatif sepanjang jalan. Masih pagi, namun kota itu sudah menyesakkan. Kamera dan drone diterbangkan dimana-mana, menyorot barisan di jalanan itu tanpa celah, dan bisingnya para demonstran itu beradu padu dengan suara puluhan jurnalis yang meliput aksi besar hari ini secara langsung.
Sementara itu, di ketinggian ratusan kaki, seseorang tengah memperhatikan mereka dibalik kacamata hitamnya. Santai wanita itu duduk diatas kursi mobilnya bersilang kaki, mengamati kerumunan manusia yang lebih terlihat berjalan seperti semut berwarna-warni. "Kurasa ini protes terbesar sejak dua tahun lalu," ujarnya.
"Ya, amarah mereka memuncak ketika setengah wilayah bumi yang tersisa ini akan dimampatkan sedemikian rupa dengan kedatangan para pencari suaka dari selatan," jawab teman wanita itu, tampak sibuk dengan gawai.
Wanita itu menghela nafasnya sejenak, "Mereka bar-bar dan ribut sekali, tapi Aku menyukainya. Para demonstran itu mewakili suara banyak orang."
"Apa Kau juga termasuk yang terwakili?"
"Tentu saja, dan sebagai timbal balik, Aku yang akan lebih mewakili mereka hari ini."
****
Gedung Kongres
Hatemoor, Distrik 14
21 Januari 2157 M
10.12 NAM
Kilatan cahaya dari robot-robot kamera begitu menyilaukan, memotret dan merekam satu per satu elit federasi yang diundang hadir dalam kongres besar hari ini. Bagaikan pagelaran penghargaan musik akhir tahun, mereka diminta untuk berpose dan berbicara singkat di atas karpet merah pelataran gedung. Tentu saja, karena para demonstran di depan itu ingin melihat lebih rinci siapa orang yang layak dan tidak layak untuk berbicara di dalam kongres itu.
Ah, memang banyak yang tidak layak, tapi apa juga yang bisa dilakukan oleh para demonstran minim kekuasaan itu? Ujung-ujungnya mereka hanya bisa menyaksikan, menjadi penonton pasif. Namun setidaknya, satu orang itu cukup mereka nantikan.
"Berikan Kami gambaran tentang apa yang akan Anda sampaikan dalam kongres, Direktur Rachel!" pinta seorang pengarah jurnalistik pada seorang wanita tamu kongres yang berpenampilan paling glamor.
Wanita bernama Rachel itu mengangguk tanpa melepas kacamata mahalnya, "Sebagai bagian dari rakyat federasi, tentu saja Aku akan menyampaikan apa yang perlu diperbaiki oleh pemerintah Kita dari berbagai sudut pandang. Kita tidak bisa lagi membuang-buang waktu untuk mengurusi egoisme sektoral dan hal-hal tidak berguna lainnya."
CLASH!
CLASH!
Ramai-ramai kamera itu mengabadikan momen sebelum wanita dengan gaya bak supermodel itu meninggalkan karpet merah. Ucapannya barusan pasti akan membakar para demonstran yang mulai lesu di jalanan sana.
Sementara itu di dalam gedung kongres, kursi-kursi sudah hampir terisi penuh, hanya tersisa beberapa di masing-masing sayap: kiri untuk pebisnis, tengah untuk politisi, dan kanan untuk ilmuwan. Seluruh undangan memiliki tempatnya masing-masing, baik sesuai permintaannya sendiri, atau memang ditempatkan seperti itu oleh penyelenggara.
Dengan sistem demikian, beberapa yang hadir disebut salah tempat, salah satunya adalah Rachel. Wanita itu mengejutkan banyak orang dengan duduk di sayap kanan, di tempat ilmuwan alih-alih di kiri sebagai pebisnis sebagaimana citra publiknya yang lebih mewakili. Semua orang disana tahu bahwa Ia adalah CEO dari Cyclops Intelligence, perusahaan bioteknologi terbesar di dunia. Lalu mengapa Ia lebih memposisikan diri sebagai ilmuwan?
"Jika dia duduk di sayap ini, sepertinya dia memang wanita paling jenius abad ini…"
"Jadi selama ini dia merangkap posisi sebagai pebisnis dan peneliti? Itu gila."
"Aku penasaran, dia berpenampilan seperti seorang artis papan atas, bersikap seperti pebisnis kaya raya, dan berpikir seperti Einstein. Bagaimana seseorang bisa begitu serakah?"
Bisik-bisik itu tentu tak terdengar oleh Rachel, karena wanita itu sama sekali tidak tertarik. Sejak kedatangannya Ia hanya sibuk dengan gawai, diam-diam memantau situasi terkini para demonstran diluar, pun sekali lagi memastikan seluruh aspirasi mereka itu akan Ia tekan dalam kongres.
Setengah jam berlalu, kongres telah dimulai, disiarkan langsung ke seluruh penjuru negeri. Retorika membosankan mengalun sangat merdu, memabukkan, membuat kantuk bagi mereka yang sama sekali tidak bersimpati, terutama Rachel. Sedari tadi Ia hanya sebisanya menatap tajam beberapa pembicara di depan, hingga akhirnya sebuah topik panas diangkat: suaka dari selatan, undang-undang deforestasi.
"Parlemen dan Kabinet telah sepakat untuk membatalkan peresmian undang-undang larangan deforestasi dengan beberapa alasan. Pertama, kita perlu untuk terus mengembangkan AI guna melakukan restorasi lingkungan serta menyediakan oksigen dan pangan sintetik di tengah krisis. Kedua, ekonomi harus terus berputar, dimana industri AI dan robotik menjadi sektor utama saat ini …" Perdana Menteri kembali berbicara.
"Dengan pertimbangan tersebut, pemerintah menilai bahwa larangan deforestasi akan mempersempit pergerakan pengembangan bisnis tersebut, karena sebagian besar material industri masih dipasok dari alam, khususnya hutan. Hal yang tidak kalah penting adalah, kedatangan orang-orang selatan, dimana kita harus membangun banyak tempat untuk mereka, dan tentu saja dibutuhkan lahan yang tidak sedikit di utara …"
"Demikian, selanjutnya kami membuka sesi diskusi untuk kita semua disini," finalnya.
Berbagai macam respon tampak di dalam ruangan besar itu, dengan kecenderungan yang berbeda-beda. Sayap kiri tak banyak penasaran, mereka hanya tersenyum dan mengangguk, sayap tengah pun sama, hanya beberapa yang menekan bel interupsi, sementara hampir seluruh orang di sayap kanan menekan bel mereka.
"Izinkan Aku berbicara duluan." Rachel bahkan tak sungkan apalagi berbasa-basi, memaksa tanpa dipersilakan.
Pria Perdana Menteri itu sekilas tersenyum miring, "Ya, silakan, Direktur Rachel."
"Baik." Rachel membenarkan blazer putihnya yang sedikit turun dari bahu, "Pertama-tama, omong kosong macam apa yang baru saja kau bicarakan, Perdana Menteri?"
Riuh terdengar, mencela betapa tidak sopannya seorang Rachel dalam kongres kenegaraan. Namun sayangnya wanita berlipstik merah terang itu tak peduli, justru Perdana Menteri dan jajarannya yang mulai terlihat malu.
"Aku ingin bertanya, apakah kau nyaman hidup di bumi ini dengan masker dan tabung oksigen yang harus selalu asistenmu bawa kemana-mana?" tanyanya, datar mengintimidasi. "Jika iya, maka sungguh aku memuji ketangkasan organ pernafasanmu."
Rachel menggulirkan layar gawainya. "Masuk ke substansi, apakah kalian di kursi megah pemerintahan ini merumuskan sebuah kebijakan publik, atau kebijakan bisnis? Karena dari yang kudengar sedari tadi, yang menjadi penerima keuntungan hanyalah para pebisnis, politisi, dan orang-orang pencari suaka dari selatan. Itupun, mungkin hanya karena bumbu-bumbu kemanusiaan yang sifatnya terpaksa."
"Hutan yang tersisa di utara bahkan tidak sampai seperempat daratan yang kau pijak ini, Perdana Menteri. Apa yang kau harapkan? Bumi ini sudah rusak!" lanjutnya. Tatapan mata menguliti itu benar-benar membisukan enam orang elit federasi di depan. Mereka sungguh tak berkutik, bahkan sungkan untuk sekedar bergerak.
"Federasi ini memiliki banyak perusahaan teknologi, pun sangat maju, sama seperti yang kau sebutkan sebagai sektor penopang bisnis paling utama saat ini. Mengapa aliran investasi itu tidak kalian suburkan di sektor-sektor pemulihan?"
"Jangan Kau pikir masalah alam, pangan, dan pertanian adalah sesuatu yang serba manual!" Rachel mulai menggebu-gebu, membungkam seluruh orang dalam forum. Para ilmuwan di belakangnya mengangguk-ngangguk, mendukung penuh opininya yang representatif.
"Aku harap pemerintah sedikit lebih belajar dan membuka wawasan tentang teknologi pangan dan restorasi lingkungan. Semua isu itu yang kau sebut membutuhkan lahan, jelas-jelas dapat dilakukan bahkan tanpa lahan sedikitpun."
"Selama ini kalian terlalu berpikir di dalam cangkang, membuat kebijakan bongkar-pasang yang bersifat reaktif. Semua itu bisa kukatakan tidak efisien, bahkan beberapa tidak berguna sama sekali."
Semua orang mulai geleng-geleng kepala, beberapa menunduk menahan malu.
"Jika undang-undang larangan deforestasi itu dibatalkan, akan seleluasa apalagi para pengusaha ini merusak hutan dan lingkungan? Dengan apalagi kau akan bernafas?"