webnovel

Veracious Hearts

“Dia hanya menginginkan kekuatan untuk menyingkirkan apapun. Sementara aku hanya menginginkan hatinya. Egoiskah kita untuk mencoba tetap bersatu?” *** Pernikahan antara penyihir dan manusia tanpa berlandaskan cinta adalah sesuatu yang dianggap tabu. Tetapi mereka tetap melakukannya, berjalan pada takdir pahit yang telah menanti mereka. Tanpa adanya ikatan pernikahan itu, luapan mana sihir Arina akan menuntunnya menjadi monster pembunuh. Sementara tanpa adanya ikatan itu, Arthur tak akan pernah mengerti sebuah ketulusan. Namun tentu saja pernikahan antara dua ras yang berbeda tidak pernah sesederhana itu. Siapa sangka bahwa waktu Arina tetap terbatas selama Arthur belum mengerti dan merasakan perasaan cinta? Akankah Arthur jatuh hati sebelum waktu Arina habis? Ataukah Arina akan bertemu ajalnya sebelum Arthur jatuh hati padanya? Sementara waktu terus berjalan, menuntun mereka ke arah garis takdir yang telah ditentukan. *** “Katakan, bagaimana caraku untuk mencintaimu, Arina? Sementara Pendahuluku ini telah melakukan sihir terlarang hingga hatiku terkena efeknya sampai seperti ini.” *** Update setiap minggu! Cover by pinterest

AkariHikarii · ファンタジー
レビュー数が足りません
13 Chs

Kekuatan Sihir

"Ketika pertama kali melihatmu berada di ambang kehancuran, hal pertama yang ada di benakku hanyalah bagaimana cara menyelamatkanmu. Sekalipun kita tidak pernah mengenal sebelumnya, Arina."

***

***

***

Arthur menatap Arina yang kini lincah berjalan mondar-mandir di kamar mereka. Entah apa yang ia lakukan. Padahal sepertinya tadi kakinya itu masih lecet. Apa wanita itu telah menyembuhkannya dengan sihir?

"Kenapa melihatku?" tanya Arina dengan aneh.

"Kakimu sudah sembuh?" tanya Arthur seraya menatap sepasang kaki Arina yang tak beralaskan sendal. "Kapan kamu menyembuhkannya?"

"Baru saja. Tadi saat aku ke kamar mandi," ucap Arina sambil mengusap tengkuknya canggung.

Arthur hanya memanggut. Padahal ia ingin melihat bagaimana Arina menyembuhkan lukanya sendiri. Ia juga penasaran sihir macam apa yang bisa digunakan Arina.

Karena yang Arthur ingat, sihir Arina amat sangat berbahaya saat mereka pertama kali bertemu. Hawa kegelapan pekat mengelilingi tubuhnya saat itu. Gadis dengan kedua iris merah membara itu hampir saja membunuh orang-orang jika Arthur tidak cepat menyadarkannya.

Meski Arthur tahu jika seorang penyihir yang memiliki mana berlebih bisa kehilangan kontrol dan tak jarang kasus dimana penyihir tersebut menjadi monster pembunuh, baru kali itu Arthur melihatnya secara langsung.

Tapi kenapa ya hanya Arthur yang bisa menyadarkannya? Apa karena memang benang merah telah mengikatkan takdir pada mereka berdua?

Bahkan sampai detik ini pun, ia bingung pada dirinya sendiri. Saat itu, seakan ada yang berbisik padanya, menyuruhnya berlari untuk menyelamatkan gadis itu.

[Larilah, selamatkanlah. Panggil namanya dan sadarkan dia, Arthur.]

Dan tubuhnya pun bergerak dengan sendirinya. Menyebut nama yang bahkan tak ia ingat sebelumnya. Padahal jika Arthur berpikir logis, hal itu tidak akan bisa ia lakukan. Boro-boro mengenal namanya, bahkan Arthur saja tak pernah bertemu dengan Arina sebelumnya.

"Arthur?"

Arthur mengadah, menyadari raut cemas Arina.

"Kamu enggak apa-apa?" tanya Arina seraya mengambil tempat di sebelahnya. "Kamu seperti memikirkan sesuatu."'

"Aku memikirkanmu."

Arina mengerjap dan tersenyum canggung. "Aku? Kenapa denganku?"

"Sihir apa saja yang bisa kamu gunakan?" tanya Arthur seraya menatap Arina dengan intens. "Aku penasaran. Katamu … kamu membagikan mana berlebihmu itu ke dalam diriku. Lalu apa itu artinya aku juga bisa menggunakan sihir sepertimu?"

Arina bergeming. Tidak menyangka kalau Arthur akan menanyakan tentang sihirnya. Ah, naif sekali rasanya kalau Arina berpikir bahwa Arthur tengah memikirkan perasaannya.

"Hmm, mungkin?" sahut Arina yang kini tersenyum tipis, berpikir kalau ia harus lebih bisa mengontrol pikirannya agar tidak terkena harapan palsu dari angannya sendiri.

"Mungkin?"

"Aku tidak bisa menjawabnya dengan pasti karena aku pun baru pertama kali terikat dengan seorang manusia."

Arthur mengangkat sebelah alisnya. "Maksudmu?"

"Sejujurnya … syarat pernikahan dari seorang manusia dan penyihir adalah landasan cinta yang amat besar. Tapi … bagaimana dengan kita? Apa kamu bisa merasakan debaran jantung itu saat kamu bersamaku sekarang, Arthur?" tanya Arina seraya menunjuk tepat di jantung Arthur. Intonasi suaranya kini berubah menjadi serius.

"Ti-tidak …," jawab Arthur dengan pelan. Wajahnya sedikit menggelap. "Aku tidak pernah merasakan debaran di dekat siapapun."

"Ya. Itulah mengapa … situasi kita tidak bisa seperti mereka yang memang benar-benar berlandaskan cinta."

Arthur hanya diam, mengamati perubahan air muka Arina yang berubah sendu. Namun tatapan mereka tetap terkunci dan Arthur seolah bisa merasakan emosi Arina yang mulai tidak stabil.

"Aku memang berbagi mana sihir denganmu. Sekarang, kamu bisa melampaui kekuatan manusia biasa … tapi tetap saja kamu tidak akan pernah menang jika berhadapan dengan penyihir pureblood sesungguhnya. Jadi kalau diibaratkannya, kondisimu berada di tengah-tengah, Arthur."

"Lalu bagaimana denganmu? Apa kamu tetap akan menjadi monster pembunuh, Arina?"

"Ahaha! Jika kita belum mengikat pernikahan kemarin, mungkin sekarang aku sudah menjadi monster pembunuh, Arthur," sahut Arina seraya tersenyum pahit, membayangkan bagaimana ia harus menahan diri dari luapan mananya saat sesi pernikahan dimulai. "Tapi terimakasih padamu yang mau menerimaku begitu saja. Aku terselamatkan olehmu, Arthur."

Arthur terdiam. Seketika itu ia teringat bagaimana dirinya menawarkan Arina untuk menikahinya tanpa berpikir panjang. Entah keegoisan apa yang merenggut dirinya saat itu, Arthur langsung menawarkan dirinya layaknya pernikahan adalah suatu hal yang mudah. Padahal itu pun ia lakukan karena ada sesuatu yang berbisik dalam hatinya, seolah mengatakan kalau Arina adalah seseorang yang telah ditakdirkan untuknya.

Padahal jika Arthur mau, ia bisa saja meninggalkan Arina tanpa peduli apapun. Tapi mengapa dirinya bahkan memedulikan seorang penyihir yang tak ia kenal sebelumnya?

"Pasti amat rumit ya bagimu menerima semua ini," ucap Arina pelan. "Tapi tidak apa. Kupikir semua jawabanmu yang belum terjawab akan terjawab dengan sendirinya seiring waktu berjalan."

"Kenapa kamu bisa setenang itu? Apa kamu sebelumnya sudah tahu kalau akan berakhir denganku seperti ini?"

Arina mengangguk. Kemudian menyentuh punggung tangan kiri Arthur, tepat pada ukiran lambang ikatan sihir tersebut.

"Aku tahu. Karena lambang ini pun mengatakannya, Arthur. Selain itu … karena hanya memang kamu yang bisa menemukan dan menyelamatkanku," jawab Arina dengan tulus.

Lagi-lagi Arthur terdiam.

"Ah, aku juga akan membantumu supaya kamu lebih kuat. Kamu menginginkan kekuatan, bukan?" tanya Arina dengan semangat.

Arthur hanya mengangguk. Lagi-lagi ia teringat ucapannya. Bagaimana ia melamar Arina tanpa berpikir panjang dan berdalih kalau dia menginginkan kekuatan. Padahal alasan kekuatan itu hanyalah kedok dari tawaran pernikahan yang tidak beralasan.

[Kalau ikatan pernikahan hanya satu-satunya cara untuk menghentikanmu menjadi monster, maka menikahlah denganku. Tapi sebagai gantinya, berikan aku kekuatan yang dapat menyingkirkan siapapun, Putri Arina!]

Arthur menghela nafas panjang. Lalu tersenyum kecil. Sepertinya tidak ada salahnya juga ia berucap seperti itu di masa lalu.

"Iya, kalau begitu … aku penasaran bagaimana kamu menyembuhkan dirimu sendiri, Arina," ucap Arthur. Air mukanya berubah menjadi santai. "Lalu apa aku juga bisa menyembuhkan diriku sendiri?"

"Tentu saja dengan sihir penyembuhan, Arthur. Setiap penyihir bisa melakukannya tapi yang membedakannya hanya keterbatasan sihir tersebut saja," jawab Arina dengan riang. Kemudian ia mengambil pisau makan yang tergeletak di atas meja.

"Hei, kamu mau apa?" Arthur menatap Arina cemas ketika gadis itu mendekatkan mata pisau ke pergelangan tangan kirinya.

"Membuktikannya."

SREEET!

"Ukh!"

"ARINA!"

Arthur terbelalak lebar. Darah segar pun muncrat dan menetes deras dari pergelangan kulit Arina. Gadis gila itu benar-benar menggoreskan pisau ke arterinya.