Fiona mengetuk pintu rumah berwarna putih itu. Juga matanya tak berhenti memandang sekitar rumah yang minimalis namun tetap tidak mengurangi keindahannya. Diparkiran mini itu nampak mobil hitam mewah yang waktu itu dipakai Yasmin. Di belakang mobil itu nampak motor yang sering dipakai Yoseph ke sekolah.
"Hai, kak!" sapa Fiona setelah pintu dibuka.
"Eh, Fio! Yaampun Kakak udah lama banget nungguin loh. Kamu juga enggak ngabarin dulu lagi. Kalau tahu kamu bakal ke sini kan Kakak bisa siapin makanan yang banyak banget," sambut Yasmin antusias.
"He he he maaf ya, Kak, Fio baru mampir."
"Ah, enggak apa-apa. Ayo, masuk!" timpalnya lagi seraya menarik tangan Fiona.
"Kita ke taman belakang aja yuk!" ajak Yasmin.
Hanya luarnya yang tampak minimalis, namun rumah bagian dalam sangat luas. Mereka berjalan agak jauh hingga akhirnya tiba di taman keluarga Yasmin. Nampak jelas Fiona terkesima oleh taman minimalis yang indah itu. Begitu asri dan memanjakan matanya.
"Kita duduk di sini aja yuk, di sana masih panas soalnya," ajak Yasmin lagi.
Fiona menduduki kursi panjang
berwarna abu gelap itu. Di sana nampak kursi bulat dengan kursi sandar yang masih panas oleh serangan sinar mentari sore.
"Kamu kalau mau keliling lihat-lihat boleh tuh. Kakak mau buat minum dulu. Kamu mau minum apa, Fi?"
"Fio ngikut kakak aja he he," balasnya sungkan.
"Yaudah kalau gitu Kakak buatkan teh es ya. Udah, kamu lihat-lihat aja enggak apa-apa kok. Paling ada beruang peliharaan Yoseph," canda Yasmin.
"Haaa? Beruang?!" kaget Fiona melebarkan bola matanya.
"Engak, enggak. Kakak bercanda kalik," kata Yasmin terkekeh.
"Ah, kirain beneran."
"Yaudah, bentar ya Kakak bikin teh dulu," kata Yasmin sambil berlalu menuju dapur yang tidak jauh dari taman belakang.
Sambil menunggu Yasmin, Fiona berjalan-jalan melihat pemandangan sekitar taman yang begitu asri.
"Dorr!" kaget Yoseph.
Plakk..
Niat Yoseph ingin mengageti Fiona malah berbalik pada dirinya. Pipinya merah terkena tamparan tangan Fiona.
"Astaga! Yoseph?!" ucap Fiona seraya menutup mulut dengan kedua tangannya.
"Sorry gue enggak sengaja, Yos."
"Lo enggak sengaja atau emang ada dendam terselubung sih, Fi? Kenceng banget naboknya!" protes Yoseph seraya terus mengelus pipinya yang memerah.
"Ma-maaf, enggak sengaja, beneran," balas Fiona sembari terkekeh geli.
"Ketawa lagi lo!" protes Yos.
Tiba-tiba saja, Yasmin muncul dengan gelak tawa yang lantang membuat tiga cangkir tehnya hampir saja tumpah.
"Sini sini, Kakak udah buatin kamu teh juga nih!" ajak Yasmin mencoba meredam tawanya.
"Ketawa aja terus, kak. Jangan berhenti ketawa!" kesal Yoseph.
"Kakak enggak ngetawain kamu yang habis ditabok kalik. Cuma bekas tangan Fiona ngejiplak banget di pipi kamu, ha ha ha," ketawa Yasmin kembali pecah.
"Ini lagi! kenapa lo senyum-senyum segala sih, Fi?"
"Enggak. Suasana di sini hangat aja menurut gue. Ternyata dibalik lo yang dingin lo juga punya sisi yang hangat ya?" ucap Fiona masih tersenyum.
"Halah, bilang aja kalau lo lagi terkesima kan?"
"Hmm," gumam Fiona.
Gumaman Fiona berhasil membuat Yoseph syok dan tersipu malu.
"Bisa-bisanya lo sesantai ini sama gue?!"
"Salting salting aja, Yos. Enggak usah bentak-bentak Fio gitu dong," ujar Yasmin.
"Ekhem," dehem Yoseph seraya menata dirinya.
"Bentar lagi Wandi mau kesini sekalian ngenalin ceweknya ke gue. Karena ada lo yaudah jadi sekalian aja."
"Oh, Wandi si playboy taubat?"
"Yupp," jawab Yoseph singkat.
Setelah mereka mengobrol kurang lebih tiga puluh menit, terdengar suara motor di depan rumah Yasmin.
"Sebentar Kakak buka pintu dulu ya."
"Kak, Fio kebelet nih. Toilet di sebelah mana ya?"
"Tuh enggak jauh dari dapur," tunjuk Yasmin seraya meninggalkan mereka menuju depan pintu.
"Gue anterin aja mau enggak?" tawar
Yoseph menggoda.
"Pipi lo kayaknya udah sembuh deh. Tambah dikit lagi enggak akan berdarah kan?" Fio menggoda balik dengan wajah smirknya.
"Becanda kok, he he," ujar Yoseph.
Nyalinya menciut setelah mengingat bagaimana sakitnya tamparan gadis langsing disebelahnya ini.
"Kecil doang tapi tamparan kayak macan," sindir Yoseph saat Fiona beberapa langkah darinya menuju toilet.
"Apa lo bilang?!" dengus Fiona menoleh.
"Ha?" tiba-tiba Yoseph gagu.
"Oh ini gue nemu kata-kata bagus Fi. Segala yang bathil itu membahayakan," alasan Yoseph.
"Halah, kayak ngerti aja lo!" nyinyir Fiona menaikan bibir sebelah kirinya.
Ia lalu meneruskan langkah menuju toilet.
***
Wandi telah berada di taman belakang bersama kekasihnya. Sementara Yoseph sedang izin mandi. Kegerahan katanya.
"Kok gue enggak asing ya sama suara ketawanya, kayak familiar... banget," terawang Fiona.
"Fi, ayo bareng!" ajak Yoseph dengan rambut yang masih basah. Yoseph membuat mereka nampak sangat dekat. Mata mereka saling bertemu.
"Yaampun, ganteng banget," ucap Fiona tanpa suara.
"Apa Fi?" tanya Yoseph berharap Fiona menjelaskan maksud gerakan bibirnya.
"Yaampun, lo males banget. Mandi apaan enggak nyampe lima menit?" lagi. Fiona menyinyir lalu mendorong dadanya agar menjauh darinya.
"Tadi kayanyaknya enggak sepanjang itu deh. Atau... lo nervous deket gue?" goda Yoseph. Fiona berdecih meneruskan langkah menuju taman.
"Fa.. nia?" Fiona terperanjat. Mulutnya membulat, bola matanya melebar.
"Ja.. di cewek yang berhasil meluluhkan si playboy taubat ini saudara kembar gue sendiri? what?" ucap Fiona masih tidak meyangka.
Ekspresi sebaliknya dari Fania. Ia nampak bahagia menyambut saudara kembarnya.
"Hello, my twin!" sapanya mengedipkan mata kirinya menggoda Fiona.
"Nah, ini dia nih! Kakak kira tadi ini Fiona loh, kok munculnya sama Wandi," kata Yasmin terkekeh.
"Lo ngapain di sini?!" interogasi Fiona yang telah duduk disamping kembarannya.
"Lah lo sendiri?"
"Gue ketemu sama Kak Yasminlah, astaga.. lo tuh, arrggh!" Fiona gemas pada gadis dihadapannya, nampak ia siap menerkamnya.
"Jangan sakitin cewek gue dong," celah Wandi yang membuat Fiona melotot padanya.
"Apa lo bilang? heh! Cewek yang lo deketin ini adik gue! Sampe dia kenapa-napa gue pelintir ginjal lo ya!" ancam Fiona.
"Astaga, kita cuma beda tiga menit kalik, Fi," protes Fania membuat Fiona semakin kesal.
"Heh! yang masak, beresin rumah, bantuin mama siapa? Yang sering dimarahin ayah siapa? ha?" dengus Fiona.
"Gue kangen lo yang dulu, Fi. Lo enggak
mau kayak gini lagi?" tiba-tiba Fania sendu.
Fiona hening, seolah hatinya merasa
sakit dengan ucapan itu. Suasana menjadi kikuk, tidak ada seorangpun yang berani mengeluarkan suara. Begitupun Yoseph, dia memandang Fiona tidak tega.
"Wah, Fiona jago masak? bisa bikin brownies panggang, enggak? Ajarin Kakak dong," kata Yasmin mencairkan suasana.
"Cake ulang tahun aja dia bisa, Kak. Apalagi cuma brownies," sahut Fania memuji.
"Kalau sekarang, bisa? Kebetulan tadi pagi Kakak habis beli bahan buat brownies panggang. Niatnya sih ngikutin tutorial video tapi berhubung ada Fiona yaudah sekalian aja," usul Yasmin.
"Bisa kok Kak, ayo," ajak Fiona yang beranjak bersamaan dengan Yasmin.
***
Wandi sedang keluar mencari menjemput Fandi sekaligus membeli beberapa camilan untuk mereka.
"Gue mau tanya boleh enggak, Fan?"
"Apa? Fiona? dia dulu enggak tomboi, Yos. Kita dulu hampir tiap hari pakai barang, baju atau apapun yang beneran sama bahkan enggak jarang pakai baju yang warna sama," jelas Fania seolah memahami arah pertanyaan Yoseph.
"Kalau gue boleh tahu, apa ada alasan khusus, Fan?" tanya Yoseph khawatir Fania merasa tidak nyaman.
"Dulu, Fiona suka sama cowok. Tapi cowok itu enggak tahu kalau gue itu Fania. Jadi cowok itu nyatain perasaannya ke gue sayangnya dia malah nyatain perasaannya ke Fiona. Otomatis Fiona terima dong. Waktu dia sadar kalau dia salah orang, dengan teganya dia banding-bandingin gue sama Fiona didepan teman-temannya."