Untuk beberapa orang, mungkin berada di sebuah apartemen mewah seperti ini adalah hal yang menyenangkan.
Tapi tidak bagiku, terutama karena ini adalah tempat tinggal seorang pria yang belum benar-benar akrab denganku.
"Pagi."
Sapaan tersebut terdengar normal dan tidak memiliki kesan apa-apa. Tapi, saat ia tiba-tiba mengecup bibirku, saat itu juga aku mendorong ia agak jauh.
"Maaf! Apa kamu tidak suka, Lux?"
Tanya Jeno dengan raut wajah khawatir sambil memegang kedua pipiku yang memerah dengan tangannya.
"Tidak! Aku hanya merasa terkejut saja- Ya! Aku cuma terkejut!"
Kataku dengan tergagap, berusaha agar tidak membuat Jeno merasa sedih karena perlakukan ku terhadapnya tadi.
"Maaf! Maksudku, aku tidak pernah dicium saat disapa-"
"No! I mean- What's wrong with me?!"
Jeno yang memperhatikan bagaimana sikapku di depannya membuat ia tertawa kecil.
Sontak, hal tersebut membuatku terkejut saat ia menarik tubuhku untuk menghilangkan jarak diantara kami berdua.
"Kau sangat menggemaskan, Lux."
Memegang erat tubuhku dengan tangan kirinya, ia menyusuri rambutku dengan tangannya yang lain sebelum melekatkan matanya dengan ku.
"Dan aku khawatir hal tersebut akan membuat orang lain merebut mu dariku."
Ucapnya pelan dengan helaan napas panjang yang membuatku semakin bingung dengan perkataannya.
"Percayalah, aku akan selalu berada di sisimu selamanya, Jeno.
Balasku sebelum mendekap erat tubuhnya, membaringkan kepalaku sambil mendengar suara detak jantungnya yang berdetak dengan pelan.
==
"Oi, Lux! Cepat kemari!"
Shua berteriak dengan kencang, menarik perhatian banyak orang di sekitarku. Terutama karena pakaian yang ia kenakan terlihat sangat unik.
Ini adalah bulan ketiga setelah hari pertama masuk sekolah. Kami para OSIS sedang sibuk mempersiapkan perlombaan juga acara yang akan digelar untuk merayakan ulang tahun sekolah kami.
Meskipun demikian, tugas kami tidak lah terlalu berat karena sebagian besar dijalankan oleh para anggota panitia khusus yang telah diseleksi bersama para EO.
"Ada apa?"
Shua memberi sengiran nakal saat melihatku yang sudah bersusah payah lari kepadanya sebelum menarik ku pergi keluar dari gedung acara utama.
"Kau benar-benar harus melihat ini!"
"Hah? Kamu gimana sih! Jelasin dulu lah!"
Bantahku sambil berusaha melepaskan genggamannya.
"Nanti kau mengerti kalo udah liat. Sekarang ikuti aja aku dulu."
Balasnya sambil kami berdua berjalan ke gedung sekolah. Di sana, terlihat beberapa murid sedang membentuk sebuah lingkaran dan mengelilingi papan pengumuman.
"Woi, minggir, napa!"
Teriak Shua sambil menyikut orang-orang yang menghalangi kami berdua untuk melihat apa pengumuman yang baru saja di pasang.
"Wah! Gila gak, sih?"
"Keren juga, sih tapi."
"Sumpah?! Wow, ternyata ada juga ya murid yang kayak begituan disekolah ini."
Bagi beberapa orang, pengumuman yang biasanya di tempel di papan tidaklah menarik, bahkan cenderung membosankan.
Dari poster klub yang sudah terlalu banyak anggotanya hingga penawaran beasiswa yang terkesan menipu, kalo nilai-mu dibawah rata-rata, sih.
"Heh..."
Sambil membaca kertas tersebut dengan perlahan dan saksama, aku benar-benar tidak dapat percaya dengan apa yang aku lihat.
Nilai Tertinggi Tahun Ajaran 20XX/20XX
1. Lux Ferre Weissmann (Total : 2600)
2. Zhong Chen Le (Total : 2600)
3. Shuhua Yeh (Total : 2567)
4. Me Yin Ia (Total : 2556)
5. Park Ji Sung (Total : 2550)
"Dua orang sebagai rangking satu?!"
Teriakan Shua yang memekik keras dekat telingaku membuat tanganku secara otomatis memukul lengannya yang tidak tertutupi kain.
"Tau ah! Berisik!"
Balasku sebelum berusaha mengingat wajah pemilik nama lengkap 'Zhong Chen Le' ini. Dari marganya, sudah pasti ia adalah salah satu dari pewaris perusahaan Zhong.
Tunggu! Perusahaan Zhong?
"Kalo marga Zhong bukankah berarti memiliki hubungan dengan-"
"Aku? Iya, memangnya kenapa, Weissmann?"
Pemilik dari suara tersebut berkicau ditengah kehebohan yang membuat seluruh sekolah merasa takjub atas hal ini.
"Apakah kau merasa tertandingi oleh adikku, Lux?"
Ucapnya dengan senyum polos menghiasi bibirnya dengan anggun. Membuat perasaanku semakin menjadi-jadi ketika menatap matanya untuk pertama kali sejak hal 'itu' terjadi di hidupku untuk pertama kalinya.