webnovel

Risau

"Kamu dari mana aja sih?" cerca Echa begitu Xena sampai di kelas, Xena bahkan tak dibiarkan untuk duduk terlebih dahulu.

Membuat gadis itu berdiri menatapnya. Echa kesal sebab ia sudah mencari Xena ke mana-mana, ia juga takut gadis itu kena rundung kalau hanya sendirian, dan tahu-tahu tepat bel berbunyi Xena telah kembali. Ya walau ia memang senang akhirnya gadis itu muncul juga, tapi setidaknya kalau pergi kasih tahu dulu, mana susah juga mau menghubunginya, sebab sejauh ini, hanya Xena yang ia ketahui tak memiliki ponsel.

"Aku? Dari gudang olahraga," ujar Xena. Ia tak bohong, dirinya memang ke sana, meski akhirnya nyasar sedikit ke area lain. Tak perlu lah ia umbar tentang hal tersebut.

"Apa? ngapain?" sahut Echa masih berusaha untuk mengintrogasinya.

"Guru olahraga menyuruhku untuk menyimpankan bola ke sana."

Echa geleng-geleng kepala, dia saja kurang berani pergi ke sana sendirian, terlebih ia heran kenapa sih guru kerap kali memberi perintah seperti itu. Kalau ke anak cowok ya tidak apa-apa, ini malah ke anak cewek, mana tempatnya lumayan lagi.

Kalau dia jadi Xena sih pasti Akan ia perlihatkan jurus muslihat pura-pura kebelet untuk menghindar.

Sebab kalau di tengah jalan ada guru yang memanggil, itu karena dua sebab, mau dimarahi, atau di mintai tolong. Tentu saja ia lebih baik memilih untuk kabur saja.

Tapi ya sudahlah, sudah kepalang juga, sekarang ia memberikan wejangan kepada Xena, agar gadis itu jangan bersikap terlalu baik. Jika hal ini terjadi lagi lebih baik kalau gadis itu langsung kabur saja dari sana. Tak mengapa jika ia melakukan hal itu, tak akan ada yang marah juga. Nanti pasti si guru akan mencari murid lain.

Lebih lagi Xena termasuk murid baru, mengatakan ia belum hafal area sekolah ini adalah opsi jawaban terbaik. Kalau dia sih maunya begitu.

Kemudian tak lama berselang. guru mereka pun masuk.

Salah satu guru killer yang datang tepat waktu.

Kalau murid telat sedikit pasti bakalan disuruh berdiri di pintu luar sana.

Katanya masa murid hobinya datang telat, tapi kadang guru itu yang suka cari masalah, bel belum bunyi dia sudah datang duluan.

Kalau bagi murid nakal, itu kesempatan emas, tapi kalau murid biasa-biasa saja, bisa meringis mereka sebab takut nilai turun drastis. Belum lagi penilaian tentang kepribadian akan menurun.

Hanya di jam ini saja, Echa akan menjadi sosok siswi kalem tak banyak ulah, ia akan duduk dengan tenang, mencatat di buku tulisnya sambil mendengarkan guru itu bicara, padahal aslinya jangan ditanya. Ia berusaha keras untuk menahan kantuk. Apalagi sebenarnya mulutnya sangat gatal agar bisa bicara. Pendiam bukanlah sifatnya.

Rasanya terlalu senyap jika ia melakukan hal itu.

Kalau Xena sendiri sih, disuruh puasa bicara seharian pun tak masalah, palingan ia hanya akan mengganguk dan menggeleng jika bicara dengan orang lain. Nah dan lawan bicaranya lah yang gregetan ingin menjedotkan dirinya ke dinding.

***

Rifqi tak bisa konsentrasi, hancur sudah image yang ia bangun. Belum lagi malah ketahuan sama Xena lagi.

Apalah yang akan gadis itu pikirkan tentangnya. Terlebih ia tahu gadis itu memiliki geng, beberapa gadis berkulit ember, jika Xena bicara sedikit saja, maka akan ketahuan lah sifat aslinya ke satu sekolahan. Hal ini membuatnya bimbang, haruskah ia mendatangi gadis itu atau sekalian saja mengancamnya.

opsi mana pun itu sama sekali bukan pilihan yang baik, tapi berdiam saja juga membuatnya gelisah.

Mungkin ia butuh saran dari seseorang sambil berharap Xena tak bicara apa pun ke siapa pun.