webnovel

Unfaithful From 2568 KM

Penampilan bukanlah tempat penilaian sikap seseorang, dan hati tidak bisa sepenuhnya dinilai melalui sikap. Terkadang seseorang terlihat biasa saja dalam menghadapi apa yang dia cintai, dan tidak ada yang mengetahui isi hatinya yang sebenarnya. Ibaratkan buah manggis yang nampak gelap dari cangkangnya namun begitu putih, bersih, dan lezat rasa buahnya. Dia sangat mencintaimu, hanya saja dia memiliki cara tersendiri untuk melakukannya. Lalu bagaimana jika di antaranya lupa akan janjinya untuk memeluk erat kembali jiwa yang telah jauh darinya … karena sudah terlanjur jatuh ke dalam pelukan jiwa yang lain? Entah itu teman mereka atau temannya sendiri, yang jelas dia harus benar-benar dilepaskan. Siapa mereka? Siapa yang harus melepaskan, dan siapa yang harus dilepaskan? Biarkan waktu yang mengungkapkan segalanya. “Gue selalu berusaha buat ngisi penuh botol itu. Tapi nyatanya gue gagal.” -Seseorang yang terkhianati

Indriani0903 · その他
レビュー数が足りません
63 Chs

UF2568KM|| 50

"Mama kira dia pacar kamu, Nak." Rein dan Sakti otomatis saling menatap satu sama lain setelah telinga mereka berdua mendengar hal tersebut. "Udah berapa lama kalian berteman?"

"Kita udah temenan dari SMA, Mah. Kebetulan kita juga sekarang satu kampus." Kali ini Sakti yang menjawab pertanyaan dari ibunya itu sedangkan Rein hanya tersenyum dan mengangguk mengiyakan yang diucapkan Sakti barusan.

"Pesan dari Mama buat kamu, kalau kamu udah mapan, cepat-cepat cari istri, ya? Nanti, biar istri kamu yang urus mama di sini selagi dia ditinggal kerja sama kamu. Jujur Mama tuh kesepian tiap hari."

Sakti tersenyum ke arah ibunya dan ia mengecup singkat pipi sebelah kanan ibunya itu. "Iya, nanti Sakti bakal cari istri yang bisa urus Mama. Tapi, nanti ya, Mah? Kalo Sakti udah mapan juga Sakti gak bakalan cepet-cepet nikah, Sakti mau bahagiain Mama dulu sebelum Sakti bahagiain anak orang lain."

Ibunya Sakti tersenyum dan nampak jelas sudah menggenang air di pelupuk matanya. Ya, sebuah air mata bahagia. Ia terharu dengan apa yang telah dikatakan oleh putranya itu terhadap dirinya. Waktu terasa berputar begitu cepat, kini bayinya telah tumbuh dewasa.

Rein ingin menyampaikan pada seorang wanita yang akan menjadi istri dari pria yang ada di hadapannya ini kelak seperti, 'Hey, kau! Kau adalah wanita yang beruntung karena berhasil mendapatkan hati seorang pria yang begitu penyayang'.

Rein tersenyum senang tatkala ia baru membayangkannya saja. Ia berdoa, semoga kelak Sakti akan berjodoh dengan seorang wanita yang sama-sama berhati lembut seperti suaminya.

Rein dan Sakti menghabiskan waktu mereka di sana hingga sore hari. Tepat pada pukul enam, mereka pun akhirnya berpamitan untuk pulang.

Selama di perjalanan pulang, mereka tidak banyak berbicara satu sama lain. Mereka fokus dengan pikirannya masing-masing hingga akhirnya waktu satu jam lebih itu telah mereka habiskan di perjalanan.

Riasan Rein telah luntur dan rambutnya sudah tak tertata rapi lagi. Mereka berdua saling melontarkan senyum mereka setelah gadis itu turun dari motor dan berdiri di samping seseorang yang masih berada di atas motornya.

"Capek?" Tanya Sakti pada gadis itu dengan tangannya yang memegang helm.

"Lumayan. Udah lama gak bepergian jauh jadi ngerasa pegel aja nih kaki."

"Sorry ya, Rein."

Rein sedikit terkekeh dan ia menepuk pelan bahu Sakti. "Santai aja, gue seneng kok udah lo ajak buat nemuin ibu lo. Lain kali kalo lo mau ke sana lagi, kalo lo mau ajak gue ya gak papa ajak aja. Gue gak bakal nolak kalo gak ada urusan yang penting banget yang harus gue kerjain."

"Iya, Rein. Kalo gitu gue pamit, ya? Selamat beristirahat, pacar orang." Mereka berdua kembali tertawa. Setelah itu Sakti pun benar-benar pergi dari sana untuk kembali pulang ke rumahnya.

Rein sedikit menghela napasnya dan ia pun masuk ke dalam rumahnya. Saat ia baru saja sampai dan menutup pintu kamarnya, tiba-tiba ponselnya yang ia letakan di dalam tas berbunyi.

"Haris?" Rein langsung mengangkat panggilan video dari Haris. Setelah panggilan itu terhubung, Haris nampak memperhatikan wajah Rein.

"Cantik banget." Rein berdecih mendengarnya. Cantik dari mananya? Tanyanya dalam hati.

"Gak usah ngeledek, lo! Gue belum mandi, tau," ketusnya yang membuat Haris tertawa di seberang sana.

"Kok belum mandi, sih? Ya udah sana mandi dulu! Nanti gue telpon lagi."

"Hm."

Setelah panggilan itu berakhir, Rein menyimpan ponsel juga tasnya dan ia pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Ia merasakan tubuhnya kini benar-benar sudah terasa lengket.

Ia menghabiskan waktunya sekitar 15 menit di dalam kamar mandinya. Setelah ia selesai, ia pun keluar dengan mengenakan kimono miliknya dan ia berjalan ke arah almari untuk mengambil piyama miliknya.

Setelah ia selesai, ia pun merebahkan tubuhnya di atas kasur untuk menunggu Haris kembali menghubunginya.

Rein sedikit menghilangkan rasa bosannya dengan cara membaca novel online melalui ponselnya. Ia sama sekali tak memperhatikan waktu hingga tak terasa ia pun tertidur dan ponselnya yang tengah ia genggam pun perlahan terlepas dari genggamannya. Perjalanan jauh bersama Sakti berhasil membuatnya kelelahan dan sangat mengantuk.

• • •

Gadis itu terbangun dari tidurnya karena sebuah alarm berbunyi dengan nyaring sehingga berhasil mengganggu mimpi indahnya.

"Sial! Gue ketiduran? Terus, gimana sama Haris?" Gadis itu mengecek ponselnya dan ia tidak melihat sama sekali ada panggilan masuk atau panggilan tak terjawab dari Haris. Ia menghela napasnya lelah, lagi-lagi pria itu kembali menghilang.

Ia sedikit melemparkan ponselnya dan kembali merebahkan tubuhnya hanya untuk mengumpulkan nyawanya karena ia baru saja terbangun dari tidurnya.

'TING!'

Tangan Rein terurai untuk kembali menggapai ponselnya yang tergeletak tak jauh darinya. Ia sedikit memicingkan matanya ketika ia membaca pesan dari seseorang tersebut.

👤Sakti

Sakti: Rein, takutnya lo nyari gue di kampus

jadi gue mau ngasih tau kalo hari ini gue absen karena gue ngerasa gak enak badan

Gadis itu mengernyitkan keningnya heran. Perasaan, kemarin pria itu baik-baik saja. Untuk menghilangkan rasa kepenasarannya itu, ia pun bermaksud untuk menanyakannya saja.

👤Sakti

Sakti: Rein, takutnya lo nyari gue di kampus

jadi gue mau ngasih tau kalo hari ini gue absen karena gue ngerasa gak enak badan

Rein: Kok bisa?

Sakti: :)

Rein: Malah senyum

Sakti: Gue kebanyakan minum semalam :)

Rein: Bandel sih, lo! Ya udah lo istirahat aja,

gue mau mandi

Rein meninggalkan ponselnya dan ia mulai menyiapkan dirinya untuk pergi ke kampus hari ini.

'Tap'

'Tap'

'Tap'

Kaki jenjangnya menuruni anak tangga dengan santai. Ia melirik ke setiap sudut ruang tamu yang ternyata sedang kosong pagi ini. Gadis itu mengira jika keluarganya kini tengah menikmati sarapan mereka pagi ini.

Bibirnya tertarik melukiskan senyuman ketika ia melihat keluarganya di meja makan pagi ini. Ia pun bergabung dengan mereka dan ia mengambil posisi duduk di samping kakaknya. Ia sedikit memberikan senyumnya pada kakaknya itu karena mereka memang baru bertemu kembali pagi ini.

"Ngapain lo senyum-senyum?" Tanya Rendi dengan mulutnya yang masih mengunyah makanannya.

"Ya terserah gue, dong. Ya masa gue datang-datang langsung ngamuk? Gak cantik, dong." Rein sedikit mengoleskan selai cokelat pada rotinya dan Nayra menyodorkan segelas susu hangat yang telah dibuatkan khusus untuk putrinya. "Oh iya, Kak."

Rendi kembali menatap adiknya itu yang sepertinya akan mengatakan sesuatu padanya. "Kak Rendi punya cewek kok gak ngasih tau, Rein?"

"Emang lo penting?" Rein berdecak sebal, kakaknya ini memang selalu menyebalkan di matanya. Tapi walaupun seperti itu, mereka berdua sangat saling menyayangi satu sama lain.

Gadis itu tak ingin menanggapi apa-apa lagi, ia pun fokus untuk menghabiskan sarapannya dan setelah itu ia akan segera pergi ke kampus.

• • •

Rein sedikit memainkan penanya seraya ia memperhatikan seorang dosen yang sedang menjelaskan di depan sana.

Saat ia sedang fokus memperhatikan, tiba-tiba terlintas sesuatu dalam pikirannya yang akhirnya membuyarkan konsentrasinya.

Seketika ia teringat akan Sakti. Ia ingat jika Sakti tinggal sendirian di rumahnya. Lalu selama ini, jika ia sedang sakit, siapa yang akan mengurusnya?

Gadis itu sedikit memijat pelipisnya dan ia berpikir haruskah ia pergi ke rumahnya untuk memastikan keadaannya?

Ini adalah kelas terakhir, sepertinya ia akan melakukan itu setelah kelas selesai. Ia beberapa kali melihat ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya itu hanya untuk terus memperhatikan waktu yang terus berputar.

Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya kelas pun selesai dan Rein sedikit meregangkan otot-ototnya sebelum ia mengemasi barang-barangnya. Setelah semuanya selesai, ia pun mulai pergi keluar kelas bersama yang lainnya.

Rein mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetikkan sesuatu di sana. Sepertinya, gadis itu mengirimkan pesan pada seseorang.

👤Bastian

Rein: Bas, udah keluar? Lo lagi ada di kantin, gak? Gue pulang duluan ya, sorry gak bisa ke situ dulu

Bastian: Yoi, Rein. Santai aja

Rein kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas dan ia mulai fokus dengan langkah kakinya. Ia berencana akan menaiki taxi untuk pergi ke rumah Sakti. Tapi sebelum itu, ia membeli beberapa buah-buahan untuk ia bawakan pada Sakti nantinya.

Setelah ia selesai dengan buah-buahan itu, ia pun memulai perjalanannya ke rumah Sakti. Rein memperkirakan ia hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk sampai ke rumah pria itu.

Rein memainkan ponselnya selama ia di dalam perjalanan agar ia tak merasa bosan. Tidak ada hal yang serius ia lakukan dengan ponselnya, ia hanya berselancar di media sosial dan melihat beberapa postingan orang-orang di luar sana.

Perhatiannya teralihkan ketika supir taxi yang duduk di depan sana mengangkat suaranya memberitahukan pada Rein bahwa mereka telah sampai di tempat yang telah disebutkan oleh Rein sebelumnya.

Gadis itu mulai keluar dari dalam taxi dan kemudian membawa tungkainya menuju sebuah rumah yang nampak sepi dari luar.

Setelah ia sampai di depan pintu, Rein memencet sebuah tombol yang merupakan bel dari rumah tersebut. Tapi, setelah ia memencetnya beberapa kali pun, pintu yang ada di hadapannya ini tak kunjung dibuka juga oleh sang tuan rumah.

Rein mulai berputus asa, apakah Sakti tidak ada di rumah?

Tangannya terurai untuk menyentuh kenop pintu hanya untuk memastikan jika itu terkunci atau tidak, bila pintunya terkunci, berarti Sakti memang tidak ada di rumah.

'Kret'

Rein sedikit mengernyitkan dahinya. 'Gak dikunci', batinnya. Karena pintunya sudah terlanjur terbuka sedikit, gadis itupun memutuskan untuk kembali membukannya hingga tubuhnya berhasil masuk ke dalam sana.

"Sak-ti?" Gadis itu sedikit terkejut dengan apa yang ia lihat, matanya sedikit terbuka ketika ia menyaksikan ini.

•To be Continued•