webnovel

Om Beruang

Rama gelisah, laki-laki itu sudah berganti posisi beberapa kali tapi tidak juga bisa terlelap. Selama enam tahun terakhir, untuk pertama kalinya pikiran laki-laki itu di penuhi oleh sesuatu yang lain selain Jenna dan juga anaknya yang entah hidup atau tidak.

“Makasih ya om!” Rama tersenyum mebayangkan seyum lebar anak perempuan yang menyebut dirinya sebagai Kara, mungkin karena ia juga seorang ayah. Rama jadi penasaran bagaimana rupa dari anaknya dan Jenna yang sampai detik ini keberadaannya sama sekali belum di temukan.

Rama tidak bisa menahan decakannya, sudah satu minggu ini laki-laki itu melewati area pertokoan tempatnya bertemu anak-anak yang menyemir dan menyewakan majalah untuknya. Tapi sialnya, keberadaan anak-anak itu tidak ia temukan.

“Kita mau muter sekali lagi pak?” si supir bertanya.

“Enggak usah, langsung pulang aja.” putus laki-laki itu dengan sendu, baru setengah jalan supirnya tiba-tiba saja memperlambat laju kendaraannya.

“Ada apa?”

“Itu.. mirip sama anak-anak yang waktu itu pak.”Mendengar hal tersebut, Rama ikut memperhatikan titik yang di tunjuk oleh supir pribadinya.

“Pinggirkan mobilnya.”

“Baik pak.” si supir menyempatkan diri untuk mengklakson pelan, memberikan tanda kepada si anak laki-laki yang sedang mengayuh sepeda bututnya untuk berhenti.

Rama turun dan begitu saja mengulum senyum menatap anak perempuan yang duduk di boncengan si anak laki-laki sedikit memiringkan kepala karena penasaran.

“Om beruang!” seru si anak perempuan dengan riang.

“Hust! Enggak sopan Kara.” Tegur si anak laki-laki sembari melirik Rama segan.

“Kok enggak sopan sih bang, ibuk bilang kalau orang yang punya uang banyak itu namanya beruang.”

“Kara..” si anak perempuan langsung merengut.

Kalau saja bisa, Rama ingin sekali mencubit pipi kemerahan Kara yang mengembung karena kesal. Sayangnya, Rama harus menahan diri jika tidak ingin di teriaki pedofil oleh si anak laki-laki. Lagi pula, Rama tidak ingin membuat anak perempuan itu takut kepadanya.

“Kalian mau kemana?”

“Pulang, ibunya Kara bisa marah kalau kami pulang ke maleman.” Kening Rama langsung berkerut.

“Ibu Kara jahat?”

“Enggak!” si bocah perempuan langsung protes.

“Ibuk itu baik banget, iya kan bang?”

“He’em, ibuknya Kara baik banget. Cuma suka khawatiran kalau kami pulang telat.” Rama menganggukan kepala, laki-laki itu melirik jam sekilas.

“Ini masih belum terlalu malam, kalau om ajak kalian makan dulu mau?” si anak laki-laki langsung siaga, tangannya terulur untuk melindungi anak perempuan yang masih duduk di boncengan sepedanya.

“Jangan salah paham, om bukan orang jahat.” Rama langsung kelabakan, laki-laki itu bergegas mengambil dompetnya dan mengulurkan kartu nama untuk di baca oleh si anak laki-laki.

“Bacaannya apa bang, Kara belum lancar bacanya.” bisik Kara pelan.

“Sttt, udah kamu diem aja.” Rama berdehem, meminta perhatian anak-anak tersebut.

“Kalau kalian masih ragu, kalian boleh pilih tempat makannya sendiri dan om akan ikutin kalian pake mobil.”

“Beneran?”

“Iya.” Kedua anak itu berpandangan sebentar kemudan mengangguk dengan kencang.