webnovel

TRISALVARD

Aku bahkan tidak mengetahui siapa aku sebenarnya, dari mana asal-usulku, dan orangtuaku. Yatim piatu, begitu orang biasanya menjulukiku. Saat ini aku hidup di sebuah negeri yang bernama Slanzaria, Kerajaan yang sangat berjasa bagiku sebab telah mengangkatku sebagai anaknya. Aku bertekad untuk membalaskan jasa pada negeri ini, dengan mengejar impianku menjadi seorang Prajurit Suci. Namun, beberapa hari sebelum aku dikukuhkan sebagai calon Prajurit Suci, peristiwa-peristiwa aneh dan menyeramkan menghampiri hidupku. Bayangan makhluk itu datang kembali dan mencakar kulitku, kemudian menghilang meninggalkan rasa sakit dan tanda tanya besar di hari-hariku. Perlahan-lahan, aku menjalani rentetan misteri dan teka-teki yang menghampiriku. Yang perlahan-lahan membongkar siapa diriku yang sebenanarnya, dan membongkar misteri tentang negeri ini yang disimpan selama ratusan tahun.

YourPana · ファンタジー
レビュー数が足りません
25 Chs

Terhenti Tertawa

Sepertinya tidak ada yang berbeda dari hujan pada malam ini, begitu matahari mulai membenamkan dirinya, rintik-rintik hujan mulai menjatuhi negeri ini dan awet hingga tengah malam. Namun, sepanjang Joah hidup, ia belum pernah merasakan hujan malam yang hampir setiap menitnya diikuti oleh kilat dan guntur di langit malam yang gelap itu.

Seolah-olah sang malam ingin menyampaikan suatu berita besar bagi seluruh rakyat di Kerajaan Slanzaria. Namun, tak ada yang mengetahui pasti, mungkin saja tidak ada arti apa-apa dari munculnya hujan ini.

Malam ini terasa sangat dingin dan gelap, cukup berhasil untuk membuat bulu-kuduk Joah berdiri, walau sebenarnya ia tidak menemui makhluk menyeramkan yang sedang bersembunyi ataupun mengintai dibalik gelapnya malam.

Anak laki-laki itu bernama Joah, jangan tanyakan nama keluarganya karena ia tidak memilikinya. Saat ini ia berumur lima belas tahun. Tubuhnya cukup tinggi untuk anak seusianya dan ukuran tubuhnya ideal. Kulitnya putih, raut wajahnya lembut, rambut hitamnya yang lebat menutupi sebagian sisi dahi dan sedikit bagian telinganya.

Saat ini ia memakai pakaian berbahan bulu untuk menghangatkan tubuhnya, menandakan bukan mainnya suhu pada malam ini.

Joah memperhatikan langit hitam yang menyelimuti Slanzaria, ia sama sekali tidak melihat bintang yang berkelap-kelip ataupun bulan yang menggantung disana, semuanya dirahap oleh kumpulan awan gelap yang diarak oleh angin.

Angin malam terasa menusuk wajah dan memainkan rambutnya, percikan air hujan membasahi sebahagian wajahnya, belum lagi guntur yang bergemuruh seakan menyuruh anak itu untuk menutup jendela yang ia buka dan meninggalkannya.

Namun, Joah tidak menghiraukan hal itu. Dalam benaknya, ia khawatir apabila hujan ini dapat menimbulkan bencana sehingga hari penting yang akan dilaksanakan besok terpaksa dibatalkan, apalagi ia sangat yakin bahwa hujan ini tidak akan segera berakhir.

Tampaknya sang langit malam mulai merasa muak dengan Joah sehingga ia harus mengeluarkan jurus andalannya untuk menyadarkan Joah. Tiba-tiba kilat dan guntur menggelegar, kali ini benar-benar dahsyat sehingga Joah langsung menutup jendela itu dan bergegas menuju kursi kayu yang berada di ruangan tengah.

Malam ini, Joah sedang tidak berada di panti asuhan yang menjadi tempat tinggalnya, melainkan sedang berada di rumah salah satu temannya, yaitu Shany Oshiera. Tentu ia tidak menyengajakan diri supaya terjebak hujan di rumah Shany, melainkan hujan itulah yang menjebaknya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana khawatirnya ibu panti jika mengetahui bahwa saat ini ia sedang tidak berada di kamarnya.

Joah duduk di dekat perapian dan mengawasi riuhnya hujan malam dan ditemani oleh secangkir teh hangat yang sesekali ia seruput. Ruangan tengah ini cukup lebar, sehingga membuat Joah harus lebih menjaga pengawasanya, siapa tahu ada sesuatu yang tiba-tiba mengejutkannya. Bukan tanpa alasan ia berbuat demikian, ia sadar betul bahwa rumah Shany merupakan tempat kediaman bagi benda-benda yang sangat ekstrim.

Tengkorak babi yang terbakar di perapian, lukisan-lukisan tua jelek dan topeng menyeringai yang tergantung di dinding dengan tidak estetik, dan sebuah lemari besar tepat di belakangnya yang menyimpan berbagai jenis amulet.

Shany mengaku semua benda-benda itu adalah milik ayahnya. Ia pun mengaku sangat membenci benda-benda jelek itu. Jika membenci seorang ayah diperbolehkan, mungkin ia sudah membenci ayahnya karena telah mengoleksi benda-benda aneh yang pernah ayahnya ceritakan, seperti kencing setan, tongkat neraka, dan buhul api.

Walaupun Shany mengaku belum pernah mengalami peristiwa yang menyeramkan di sini. Bahkan ia juga tidak tahu pasti apakah benda-benda itu memiliki semacam kekuatan yang meliputinya atau tidak. Yang ia tahu, Tn. Jildan Oshiera, ayahnya, merupakan seorang pendeta sekaligus penjelajah yang terkenal di Slanzaria.

Joah memperhatikan sekelilingnya, ia baru menyadari keberadaan sebuah mozaik tepat di atas jendela tadi. Mozaik itu terlihat menakjubkan sekaligus menimbulkan tanda tanya. Pada benda itu terlukis seekor gagak yang tengah mengepakkan sayapnya di antara kerumunan gagak yang sedang menundukkan kepala kepadanya.

"Mungkin burung gagak yang mengepakkan sayapnya dengan gagah itu adalah pemimpin bagi burung gagak yang lainnya" pikir Joah dalam hati.

"Mengapa mereka lama sekali?" bisik Joah sembari meletakkan cangkir teh ke meja.

Joah menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memantau kedatangan mereka, namun tidak ada tanda-tanda yang muncul, melainkan hanya desiran angin malam yang usil memainkan rambutnya. Joah bosan untuk menunggu, ia berniat untuk menyusul dan menemui mereka di lantai bawah.

Ia langsung berdiri, mengambil lampu penerangnya, kemudian melangkah meninggalkan secangkir teh hangat di atas meja dan kobaran api di perapian yang sedari tadi menemaninya.

Perlahan-lahan ia menuruni tangga dan menyusuri ruangan. Sesekali mengayunkan lampu penerangnya ke kanan dan ke kiri untuk memperhatikan sekelilingnya.

Joah terus melangkah dengan berani, berusaha menyiram api was-was yang menjalari tubuhnya. Selama ia menyusuri tiap tangga dan ruangan, ia kerap kali menemukan patung-patung dan lukisan-lukisan aneh yang terpajang di setiap sisi.

Hingga akhirya ia sampai di depan pintu ruangan yang ingin ia tuju. Dari luar, ruangan tersebut terlihat lebar dan memang disediakan khusus untuk menghimpun ratusan kitab kuno yang menjadi koleksi Tn. Oshiera.

Pintu ruangan itu telah terbuka lebar menandakan ada yang telah memasukinya. Joah mengarahkan lampu penerangnya ke daun pintu, terlihat ukiran pengawal kerajaan berpakaian zirah di kedua daun pintu, mungkin bermaksud untuk melindungi ruangan ini dari orang-orang yang berniat jahat. Tetapi Joah sama sekali tidak ingin berniat jahat, apalagi mencuri benda-benda yang ada di sana.

"Namun mungkin hanya akan sedikit berbuat tidak sopan" ucapnya dalam benak.

Sebelumnya Joah tidak pernah memasuki ruangan ini, dan hal itu tidak membuatnya sungkan untuk memasukinya. Begitu memasukinya, Joah langsung disambut dengan aroma debu yang bercampur di udara sehingga membuatnya bersin. Telapak kakinya terasa risih, dan benar saja, lantai yang ia injak pun dipenuhi oleh tumpukan debu sialan.

"Dasar anak perempuan penjorok!" kutuknya.

Ia berusaha mengembalikan minatnya terhadap ruangan ini. Ia pun mulai meneropong setiap bagian ruangan dengan menggunakan lampu penerangnya. Terlihat banyak lemari buku tua di tiap sisi dan sudutnya. Memang benar, isi ruangan ini sangat besar, dan terlantar. Tenyata ruangan yang berdebu bukanlah satu-satunya masalah, jaring laba-laba seolah-olah menjadi dekorasi alami ruangan ini.

"Joah!" mendadak ia disambut oleh panggilan keras dari suatu arah.

Muncul seorang anak laki-laki seumurannya sembari memberikan senyum tanpa rasa bersalah di wajahnya. Laki-laki itu merupakan teman dekat Joah, namanya Arion Asgael. Seorang laki-laki yang berkulit cerah, berambut coklat acak-acakan, bermata coklat, dan berhidung mungil.

"Maaf terlalu lama menunggu, aku yakin kau pasti ketakutan berada di sana sendirian, itu sebabnya kau kemari" ujar Arion sambil menepuk pundak dan menghendus-henduskan nafasnya ke arah Joah. Tingginya sama persis dengan Joah.

Tiba-tiba, dari belakang Arion muncul sebersit cahaya dari lampu penerang, Joah menyadari bahwa itu adalah Shany yang sedang berjalan mendatangi mereka. Shany tersenyum manis kepada Joah dengan bibir merah mungilnya. Shany menyambung perkataan Arion,

"Kabar baiknya, kami telah menemukan kitab yang sedang kau cari!" ucap Shany sembari menunjukkan sebuah kitab tua tebal.

Shany juga merupakan teman dekat Joah, bersama dengan Arion. Shany memiliki rambut kemerahan yang terurai sepinggang, berhidung mancung, dan tubuhnya lebih pendek daripada Joah dan Arion.

"Ini waktunya, ayo kita lihat bersama-sama!" ajak Shany.

Shany membawa kitab tua itu ke sebuah meja kayu yang berada di ruangan itu dan meletakkannya. Joah dan Arion pun mengikuti langkah Shany dari belakang. Shany menoleh ke arah Joah dan Arion sambil berkata,

"Karena kitab ini merupakan benda milik ayahku, maka sepertinya aku yang harus membukanya. Siapa tahu benda ini hanya bisa disentuh oleh Oshiera" ucap Shany berusaha membuat Joah jengkel, namun Joah tidak menghiraukannya.

Baginya, yang penting kitab itu bisa memberikan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaannya selama ini. Keingintahuan yang selama ini ia pendam, yang selama ini hanya ia peroleh dari orang-orang tanpa dapat membuktikannya sendiri. Keingintahuan akan sesuatu yang sederhana, namun sangat berharga baginya.

Tanpa berlama-lama, Shany langsung membuka kitab itu dan aroma debu yang kuat kembali mencuat. Kitab itu menjelaskan seluk-beluk tentang Benua Aeslan, daratan tua berumur jutaan tahun, terbentang luas dan berdiri kokoh menopang seluruh kehidupan dan kematian yang terjadi di tubuhnya.

Kitab itu terbuka tepat di halaman pertengahan sesuai dengan tali pembatas buku. Di halaman itu terpampang peta sebuah daerah yang letaknya cukup jauh dari Slanzaria, dan secara kepulauan terpisah dari Pulau Ospillia, pulau dimana Kerajaan Slanzaria berada.

Pulau tersebut termasuk pulau yang kecil jika dibandingkan dengan pulau lainnya dan letaknya berada di barat laut. Di sana tertulis "Tenebris" dengan menggunakan aksara Slanzaria, yang merupakan nama pulau itu. Di timur Pulau Tenebris terlihat sebuah simbol peta yang menandakan bahwa terdapat sebuah pertambangan di sana, walau dari gambar tersebut tidak dijelaskan pertambangan apa.

Joah benar-benar tertarik dengan ini, rasanya hanya dengan melihat peta saja sudah memuaskan rasa keingintahuannya. Terutama dengan Pulau Tenebris, rasanya ingin sekali pergi ke sana atau bahkan lebih jauh lagi, rasanya ingin sekali menjelajahi seluruhnya yang terdapat di peta ini. Itupun jika ia diizinkan berpergian oleh ibu panti.

Yah, Joah sudah lama memendam hasrat ini. Keingintahuannya terhadap dunia luar sudah muncul sejak lama sekali. Hal ini sebab Joah sama sekali tidak pernah menginjakkan kakinya ke tanah selain Negeri Slanzaria, dan juga tak pernah menghirup udara selain udara dari pasar dan jalanan di Slanzaria.

Satu-satunya alasan mengapa ia tidak diizinkan untuk berpergian jauh adalah karena keberadaan ibu panti yang sangat ketat dalam mengawasinya. Bahkan tak jarang ibu panti mencari-cari alasan untuk melarangnya pergi, walau dengan alasan yang terkadang tidak masuk akal.

Namun kali ini Joah cukup beruntung dan mempunyai alasan jika ibu panti menanyakan mengapa ia belum berada di panti tengah malam seperti ini, Joah hanya tinggal mengatakan bahwa ia sedang berada di rumah Shany dan ia tidak perlu berbohong untuk itu.

"Jo, apa yang sebenarnya ingin kau cari dari buku ini?" tanya Arion mematahkan renungannya.

"Tidak pasti, hanya menyembuhkan rasa penasaran saja" dalih Joah setelah beberapa detik berpikir.

"Biarlah Arion!, kita tahu Joah sangat penasaran dengan ini semua. Aku juga, namun tidak sebesar Joah. Kita semua tahu apa yang terjadi pada Joah, kan?" sambung Shany menjelaskan.

"Yah, namun setidaknya aku sudah pernah mengunjungi beberapa tempat di Aeslan. Aku tidak kalah dari Tn. Jildan." ledek Arion menggoda Joah.

Joah tidak menggubris ucapan Arion, dan hanya tertawa jengkel menyadari betapa menyebalkannya hidupnya. Mereka bertiga pun melanjutkan pembahasan tentang apa yang tertera di kitab itu sambil tertawa ringan di tengah derasnya hujan di malam larut.

Hingga tawa yang keluar dari mulut mereka sendiri harus terhenti dengan tiba-tiba, bukan karena mereka tidak menemukan hal lucu untuk ditertawakan, tetapi karena mereka mendengar bunyi tawa lain di sekitar mereka.

Jangan bosan baca cerita chapter per chapter-nya ya..., banyak hal yang akan mengejutkanmu. Thankyou

YourPanacreators' thoughts