webnovel

To Be Young and Broke

Teresa seorang gadis berusia 18 tahun berusaha membalaskan dendamnya pada seseorang yang amat menyayangi dirinya, ayahnya. Tetapi jalannya tidak mulus, diantara dendam dan ayahnya, Teresa dihadapi oleh seorang teman, sahabat dan mungkin cinta pertamanya, di sisi lain kehidupan bersama Bintang seorang duda berusia 17 tahun lebih tua dari dirinya dengan kondisi sekarat menjanjikan pembalasan dendam yang lebih mudah dan cepat untuk dipilihnya. Apa yang akan terjadi diantara mereka? Pertarungan antara cinta dan dendam, masa muda dan kematangan, kemapanan dan kehancuran.

StrawMarsm · 若者
レビュー数が足りません
26 Chs

3| To Be Young and Broke

Teresa berpamitan pada Bi Yun menuju sekolah, ia berangkat seperti biasanya dengan langkah ogah-ogahan yang terkesan terpaksa. Sudah satu jam lebih ia berangkat dari rumah, tetapi Teresa tidak kunjung tiba di sekolah.

Teresa berjalan dengan santai menuju ruangan Bintang, ia tidak memperdulikan beberapa tatapan perawat yang memandangnya heran, Teresa malah menantang tatapan itu. Teresa membuka ruangan tempat Bintang dirawat, dan ia temukan hanya ruangan kosong. Setengah berlari Teresa membuka toilet, tidak ada orang di sana. Teresa berlari mencari suster yang ditemuinya secara acak dan menanyakan di mana Bintang, tidak ada yang tau.

Teresa kembali keruangan Bintang, dan mendapati seorang laki-laki berpakaian jas lengkap sedang mengambil beberapa lembar kertas pada laci nakas di samping tempat tidur Bintang "Siapa lu" Tukas Teresa tidak bersahabat

Pria itu kikuk dan menoleh ke belakang, ia mendapati Teresa berdiri tidak jauh darinya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Pria berjas itu berusaha mencari sosok lain yang mungkin juga ada di ruangan itu

"Iya, Lu. Siapa Lu?" Tukas Teresa mengulang pertanyaannyasambil memperhatikan gerak-gerik pria itu

Pria itu menunjuk dirinya sendiri dan Teresa mengangguk "Kamu yakin gak salah masuk ruangan de?" Tanya pria itu balik dengan tampang bingung

Teresa mendengus "Gue yang harusnya nanya sama lu, lu gak salah masuk ruangan? Ini ruangan pacar gue" Tukas Teresa berang

"Hah" Kata itu yang terucap dari pria berjas itu sambil menggaruk tengkuknya seperti berfikir sekaligus kebingungan, pria itu lalu menggelengkan kepalanya dan melangkah melewati Teresa begitu saja seolah berusaha mengabaikan Teresa

Teresa mendengus dan mendahului pria itu dan menghadangnya "Bangsat. Siapa lu?" Tukas Teresa terprovokasi

Pria itu menatap Teresa dengan dahi berkerut, kesabaran Teresa yang tinggal seujung jari melangkah untuk memangkas habis jarak di antara mereka, suasana menjadi tegang, namun ia tersentak karena ponsel pria itu tiba-tiba berdering

Pria itu mengangkat panggilannya

"Iya, gue lagi di rs, ada berkasnya yang ketinggalan. Pak Bintang udah nungguin lu di ruang rapat" Tukas Pria itu lalu mengambil langkah seribu meninggalkan Teresa sambil tetap menyalakan sambungan telefonnya

Mendengar nama Bintang disebut, Teresa dengan segera berlari mengejar pria itu, Teresa membuntuti pria itu hingga ke parkiran, pria itu memasuki salah satu mobil dan dengan segera meluncur ke jalan raya. Tidak habis akal, Teresa segera bergegas menuju motornya dan mengendarainya secepat yang ia bisa

Mobil yang dikendarai pria tadi tiba di salah satu gedung perkantoran, pria itu memarkir mobilnya asal dan dengan setengah berlari memasuki gedung itu. Teresa juga meninggalkan motornya begitu saja ia bahkan tidak mematikan mesin motor itu, Teresa ikut berlari dan jatuh tersungkur karena tali sepatunya yang terlepas menyandung langkahnya, Teresa bangkit dan tidak perduli dengan luka pada lengannya dan helm yang masih terpasang di kepalanya

Pria itu memasuki sebuah pintu dengan kartu yang terkalung pada lehernya, Teresa tidak bisa ikut memasuki pintu itu, tapi dari kejauhan, Teresa melihat Bintang menghampri pria itu dan dengan segera pria itu menyodorkan berkas yang sedari tadi dipegangnya, Bintang terlihat pucat tapi tersenyum seakan dengan seluruh tubuhnya dan Teresa dapat melihat gerakan bibir Bintang yang berucap terima kasih pada pria itu. Tanpa sadar Teresa juga ikut tersenyum. Bintang tidak menyadari dan tidak melihat kehadiran Teresa, setelah mengecek lembaran-lembaran kertas di tangannya, Bintang dengan terburu-buru berjalan masuk lebih dalam pada lorong di balik pintu itu, dan menghilang dari pandangan Teresa

Lama Teresa menunggu di kursi loby. Teresa tidak memperdulikan tatapan satpam yang sedari tadi mengawasinya, Satu jam, dua jam, tiga jam, matahari di luar sana sudah bersinar dengan sangat terik, beberapa gerombolan orang keluar dari area perkantoran dan kantin sudah penuh sesak dengan karyawan, Teresa memperhatikan setiap orang yang keluar dan masuk area perkantoran, tapi ia tidak menemukan sosok Bintang.

Perlahan, gerombolan orang-orang mulai kembali memasuki area perkantoran dan suasana lobi kembali menjadi sepi. Teresa kembali duduk dan menunggu, satu jam, dua jam, tiga jam... lima jam...tujuh jam, matahari sudah tenggelam dari beberapa saat yang lalu dan langit sudah menggelap, orang-orang mulai meninggalkan area perkantoran, tidak sampai 30 menit, area kantor sudah kembali sepi hanya menyisakan beberapa cleaning service yang sibuk dengan pekerjaan mereka dan dua orang satpam yang perlahan menghampirinya

"Mba" Tukas salah satu satpam yang berkumis dengan ragu-ragu menegur Teresa

Teresa mau tidak mau langsung mengalihkan perhatiannya pada satpam itu

"Jam oprasional kantor sudah lewat mba, mba gak bisa lebih lama lagi di sini" Tukas satpam yang lainnya

Teresa celingukan menengok ke arah pintu akses yang tidak dapat ia lewati "Sebentar lagi ya pak" Tukasnya

Dua satpam itu saling bertukar pandang "Gak bisa mba" "Memang mba cari siapa sih di sini?" Tukas salah satu satpam yang berkumis

"Bintang" Tukas Teresa begitu saja

Dua satpam itu terlihat kebingungan "Maksud mba Pak Bintang Arahap?" Tanya satpam yang lainnya dengan tidak yakin

Teresa mengangguk

"Maaf mba, tanpa perjanjian temu, mba gak bisa ketemu Pak Bintang" Tukas satpam yang berkumis

Teresa mengangguk "Mangkanya gue tunggu di sini, karena gue gak bisa masuk ke dalem" Tukas Teresa dengan santainya

Dan lagi, dua satpam itu saling bertukar pandang "Mba, tolong jangan mempersulit kami mba, mba gak boleh nunggu di sini lagi. Kantor ini sudah lewat jam oprasionalnya mba"

Tanpa menghiraukan dua satpam tadi, Teresa beranjak pergi keluar bangunan itu, ia tidak terkejut saat tidak mendapati motornya, motornya hilang.

Teresa terus berdiri dan menunggu, matanya mengawasi pintu bangunan kantor itu, barangkali Bintang akan segera keluar, Jam sudah menunjukan pukul sepuluh lewat malam itu, dia menatap langit, hanya hitam, bahkan di langitpun tidak ada Bintang

Teresa lapar dan lelah, ponselnya rusak saat Roy menambraknya berhari-hari yang lalu, motornya hilang dan sekarang ia baru menyadari bahwa dompetnya tertinggal di rumah. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Teresa merasa jengah pada dirinya sendiri. Teresa sudah mengumpat dalam hatinya, menghentak-hentakan kakinya untuk menyalurkan amarah dan hendak menerobos masuk ke dalam gedung perkantoran itulagi tanpa perduli apa yang akan terjadi, Teresa baru melangkahkan kakinya saat Bintang melangkah keluar dari gedung itu, tatapan mereka bertemu

"Teresa" Tukas Bintang agak tidak percaya

Bintang tidak meneruskan langkahnya, dia menatap Teresa, tanpa sadar Teresa tersenyum mendapati sosok jangkung yang kurus dan pucat itu berdiri beberapa langkah di depannya, orang yang dinanti-nantinya, Teresa merasakan jantungnya berdebar, ini kali pertama dalam hidupnya Teresa merasakan sesuatu perasaan yang aneh yang menggelitik dirinya, Teresa merasa bahagia. Teresa berlari menabrakan tubuhnya pada Bintang, memeluk pria itu erat

Bintang tersentak, dia mematung dalam pelukan Teresa

Teresa melepaskan pelukannya, matanya berbinar-binar dan senyuman belum hilang dari wajahnya "Gue bahagia banget ngeliat lu om" Tukasnya begitu saja mengutarakan apa yang ada di kepalanya dengan tatapan seolah dia adalah anak berumur lima tahun yang mendapat kupon persediaan gulali untuk seumur hidup

Bintang memandangi Teresa untuk beberapa saat lalu berdeham "Kamu ngapain di sini?" Tanya Bintang sambil mengalihkan tatapannya ke kanan dan ke kiri

Seketika senyum di wajah Teresa lenyap "Om ngapain di sini?" Tukas Teresa balik bertanya "Om harusnya istirahat di rumah sakit" Teresa menyilangkan tangannya di depan dada

Bintang kembali berdeham "Kamu seharusnya pulang ke rumah, ini sudah larut" Tukas Bintang

Teresa menghembuskan nafas berat "Gak bisa" Jawabnya

Bintang menoleh pada Teresa

Sadar Bintang menoleh padanya dengan raut wajah menuntut jawaban, Teresa kembali menghembuskan nafas beratnya dan sengaja menghindari tatapan Bintang "HP gue rusak, dompet gue ketinggalan dan motor gue ilang"

Bintang merasa tidak puas dengan jawaban Teresa, menuntut Teresa untuk menjelskan seluruh rangkaian peristiwa yang dialami gadis itu hingga berakhir di gedung perkantorannya malam-malam begini. Teresa tidak punya pilihan kecuali menjelaskan semua hal, mulai dari ia bolos sekolah untuk ke rumah sakit, mengikuti laki-laki asing yang mengambil dokumen dari kamar rawat Bintang, peristiwa heroik yang mengakibatkan luka memar pada lengan dan lututnya dan berakhir menunggu Bintang hingga malam begini

Setelah Teresa menjelaskan semua rangkaian peristiwa itu, Bintang menghembuskan nafas "Ya udah, saya anterin kamu pulang" Tukas Bintang melangkah menuju parkiran tempat mobilnya berada dan dibuntuti oleh Teresa di belakangnya

Bintang berkendara dalam diam, 5 menit pertama perjalanan mereka, tidak ada satupun yang berbicara

"Om" Tukas Teresa akhirnya

Bintang tidak menjawab dan pandangannya fokus ke jalanan

"Kata Kakek Arahap, om udah nyerah sama perusahaan" Teresa ragu untuk melanjutkan pertanyaannya sejenak "Kenapa om sekarang malah lembur di kantor?"

Bintang masih memfokuskan pandangannya pada jalanan "Papa nggak tau kalo saya masih memegang kendali di kantor saya. Yang dia tau, kantor saya di kelola oleh tangan kanan saya" Tukas Bintang dengan nada datar "Saya harap kamu tidak mengadukan ini pada Pak Arahap"

Teresa mengangguk dalam diam

"Om" Tukas Teresa lagi

Bintang masih diam saja tidak memberi respon

"Om udah minum obat belum? Udah makan?" Tanya Teresa dengan nada datar yang terkesan dibuat-buat

Bintang tidak menjawab

"Om" Tukas Teresa lagi

Bintang menghebuskan nafas pasrah "Saya lupa membawa obatnya, tidak ada waku juga untuk makan, saya sangat sibuk tadi"

Teresa menatap Bintang dari samping "Om traktir gue makan dong" Tukasnya dengan nada dan tatapan yang memelas

Bintang menoleh pada Teresa

Bintang membawa Teresa ke minimarket 24 jam yang menyediakan makanan cepat saji, Teresa melahap makanannya seakan-akan itu adalah makanan terlezah dalam hidupnya, Bintang mencuri-curi pandang pada gadis dihadapannya itu dan tanpa ia sadari, segores senyum terukir pada wajahnya

Teresa memergoki tatapan Bintang, Bintang membuang pandangannya dan kembali meneguk kopinya

Teresa melirik pada kopi Bintang "Om, minum air mineral lebih bagus" Komennya sambil melanjutkan makannya

Bintang tidak menghiraukan perkataan Teresa

Bintang berdeham "Ada apa kamu mau ketemu saya?" Tukasnya datar

Teresa masih fokus pada makanannya, mengabaikan tatapan Bintang "Males sekolah" Tukasnya

Bintang mengembuskan nafasnya jengah "Teresa, saya perjelas ya, saya gak tau apa yang ada di dalam fikiran kamu, kamu punya segalanya, kamu muda, cantik dan masih banyak pilihan hidup yang bisa kamu pilih kedepannya. Mungkin kamu cuma main-main sekarang ini dengan saya, kamu taukan kalo saya ini 17 tahun lebih tua dari kamu, bahkan ayah kamu dengan saya itu hanya berbeda usia 10 tahun. Saya kena kanker hati dan duda pula" "So, coba kamu fikirin lagi pilhan kamu tentang perjodohan ini"

Teresa menjilati jarinya "Udah kok om, gue pilih om"

Bintang menghembuskan nafas tidak habis fikir

Bintang menatap Teresa, gadis dihadapannya ini lebih cocok menjadi adiknya atau keponakannya dibanding calon istrinya "Teresa, apa yang sebenarnya kamu mau dari saya?" "Kalau kamu kasihan sama saya, saya gak butuh" Tukas Bintang dengan nada dingin yang terkesan datar

Teresa meneguk colanya dan membalas tatapan Bintang "Gue cinta sama lu om" Tukasnya

Bintang membeku sejenak lalu tertewa mengejek "Memang kamu tau apa itu artinya cinta?"

Teresa mengerutkan dahinya "Hmm, sebelumnya gue gak pernah mikirin artinya sih om, sekarang gue baru mikir" Jawabnya dengan santai "Kenapa lu segitu gak maunya dijodohin sama gue? Seperti yang lu tau, gue kaya, gue gak ngejar harta lu, gue muda, gue cantik, gue punya segalanya. Kalo diliat-liat, lu gak akan rugi apa-apa sama perjodohan ini. Kalo lu masih gak percaya kalo gue gak ngejar harta lu, lu bisa bikin perjanjian pranikah sekaligus wasiat kalo gue gak berhak nerima atau ngewarisin harta lu sebelum maupun sesudah pernikahan. Gimana?"

Bintang terenyum sinis "Saya memang tidak rugi apapun dengan perjodohan ini, saya tidak perduli dengan harta saya jika saya mati akan jatuh ke tengan siapa, saya pun dapat dengan mudah mengabaikan kehadiran kamu dalam hidup saya bahkan setelah kita mungkin menikah nanti. Hanya saja, dibanding bermain rumah-rumahan dengan anak kecil seperti kamu, saya lebih suka menghabiskan sisa waktu saya melakukan sesuatu yang saya sukai, tapi bukan pernikahan"

Teresa tersenyum, senyum yang lebih mrenyerupai seringai, Teresa memajukan wajahnya "Om sini deh" Tukasnya

Dengan enggan Bintang mendekatkan wajahnya pada Teresa

Tanpa peringatan Teresa mengecup bibir Bintang

Bintang Tersentak dan langsung menarik wajahnya "Gila kamu ya" Tukasnya sambil memegang bibirnya

Teresa tertawa "Itu namanya berani atau nekat? Tereserah om pilih sendiri" Teresa memasang muka meremehkan sembari melempar pertanyaan yang juga merupakan pernyataan retorisnya "Lu sama aja sama gue kayaknya, lu juga gak taukan artinya cinta" Teresa kembali tertawa "Lu juga takut sama pernikahan"

Bintang berang dan berdiri, pria itu mengelurkan dompernya dan memberikan beberapa lembar uang dari dompetnya "Kamu pulang naik taksi aja" Tukasnya

Teresa kembali menyeringai "Gue gak butuh uang lu, gue pinjem hp lu bentar" Tanpa meminta persetujuan Teresa mengambil ponsel Bintang yang ada di atas meja di hadapannya, Teresa menekan serangkaian nomer yang sudah ia hapal di luar kepala

"Halo, Roy, jemput gue dong di minimarket deket sekolah"

Bintang masih berdiri menatap gadis dihadapannya dengan tidak percaya

"Hobi gue bolos jadi semua sekolah di deket rumah gue udah gak ada yang mau nerima gue, sekolah ini yang paling deket yang masih mau nerima gue, atau gue harus sekolah di luar kota" Tukas Teresa dengan santainya membalas tatapan keheranan Bintang sambil wajahnya menuding arah utara dimana sekolahnya terletak dalam beberapa puluh meter kedepan

Tidak lama setelah Teresa menyelesaikan kalimatnya, Roy muncul di hadapannya dengan motornya yang menderu-deru dan masih mengunakan seragam sekolah seperti Teresa

Teresa tersenyum dan menghampiri lelaki itu sampil menjinjing tas sekolahnya "Wow, cepet banget lu sampenya"

Roy membuka kaca helmya dan tatapannya yang tajam tidak mempengaruhui Teresa "Dari mana aja lu? Kenapa bolos?" Tukas Roy dengan nada kesal dan memindai Teresa dari ujung kaki hingga ujung rambut "Kenapa lu pake seragam? Bolos kemana lu?" Roy terus memindai Teresa dan mendapati luka pada lengan gadis itu, Roy menarik lengan Teresa dan memeriksa lukanya

Bintang yang sedari tadi bersama Teresa bahkan tidak menyadari luka itu, Bintang mendekat pada Teresa dan menarik lengan Teresa dari pegangan Roy

Roy melompat turun dari motornya, dengan helm dan mesin motor yang masih menderu "Siapa lu" Tukasnya pada Bintang "Lu apain Teresa?" Sentaknya sambil menarik kerah kemeja Bintang

Teresa menarik lengan Roy yang sudah siap meninju Bintang "Dia gak ngapa-ngapain gue kok, dia cuma nyampakin gue doang" "Udahlah, anterin gue aja mendingan" Tukasnya pada Roy

Roy masih menatap Bintang dengan amarah di wajahnya sembari melangkah kembali ke motornya dan memberikan helm pada Teresa "Lu langsung balik kan" Tukas Roy pada Teresa

Teresa memakai helmya "Ga, gue males balik, lu taukan kemana kita kalo gue gak mau balik" Tukas Teresa dengan wajah menggoda Roy

Roy menyeringai dan kembali melompat ke atas motornya, Teresa menyusul dan berpegangan memeluk Roy dari belakang, Teresa terenyum pada Bintang yang mematung di tempat dan motor Roy melaju meninggalkan sosok Bintang yang menatap Teresa

Bintang telah kembali ke kamar rawatnya di rumah sakit, ia berbaring menatap langit-langit, fikirannya melayang, rasanya dalam waktu setahun ini hidupnya seakan terjungkir balik dan terpental-pental. Bintang menyusun rencana rapih pada hidupnya dan berjalan mulus selama 34 tahun sebelum semunya hancur lebur. Banyangan wajah Adele masih menghantui benaknya, senyum manis wanita itu yang awalnya bagaikan air jernih yang selalu dapat melepaskan dahaga Bintang perlahan berubah menjadi getir pada dadanya. Meski dari awal, Bintang tidak pernah berencana untuk menikah dengan siapapun, namun egonya berhasil tunduk pada pesona Adele Vioncy, bukan karena pamor dan gengsinya, tapi karena terbujuk rayu akan latar belakang penderitaan yang sama. Adele adalah anak tunggal dari Abraham Vioncy dan Madame Paulete Hanjaya, hampir semua orang tau betapa keluarga Vioncy adalah bayangan nyata dari keluarga sempurna, setidaknya itulah citra publik keluarga itu. Namun, kenyataanya, itu hanya sebuah citra buatan. Abraham dan Paulete tidak pernah saling mencintai, mereka menikah karena perjodohan dan masing-masing dari mereka memiliki kehidupan sendiri, bagi pernikahan mereka, Adele adalah aset, obligasi, lembar saham, sertifikat dan porselen bergerak yang selalu dituntut untuk menjadi tontonan sempurna, tanpa cela dan bukan manusia. Dia adalah mahluk langka yang dari setiap tetes darah dan lembar bulu di badannya memiliki harga dan menentukan kelanjutan sebuah tirani bisnis dua keluarga.

Bintang menghela nafas ia memejamkan mata, Bintangpun demikian, semua orang yang ia kenal mengangapnya sebagai sebuah anugrah akibat dari perkawinan penuh cinta selama 35 tahun antara ayahnya dan ibunya. Itu yang orang tau tapi bukan kenyataan. Rahim ibunya sempat rusak karena beberapa kali aborsi, pernikahan ayah dan ibunya adalah sebuah kesalahan tetapi kesalahan yang tidak mendasar. Setelah pengobatan yang panjang dan inseminasi buatan, Bintang hadir pada keluarga Arahap. Ibu dan ayahnya selalu berlaku normal padanya di rumah. Tetapi menjadi sosok yang lain saat di luar rumah. Bintang tumbuh dewasa menyaksikan betapa ayah dan ibunya menjalani dua kehidupan, ayah dan ibunya mempunyai pasangan masing-masing terlepas dari pernikahan mereka. Bintang pernah mempunyai kakak tiri dari ayahnya yang sangat membenci dirinya dan tiba-tiba ditemukan tewas karena overdosis di taman belakang rumahnya, dengan mata terbelalak merah dan lidah yang menjulur hampir terlepas. Bayangan kakak tirinya itu akan seumur hidup menghantui kehidupan Bintang.

Bintang berfikir tahun demi tahun, mungkinkah ayah dan ibunya mengalami sakit mental? Awalnya Bintang mencoba untuk tidak perduli, mengabaikan dan menutup mata. Tapi lama kelamaan, hal ini mulai mempengaruhi kesehatan mentalnya sendiri, Bintang menjadi tidak percaya dan menaruh curiga pada setiap orang, hingga Adele muncul dalam hidupnya bagai sebotol penuh aspirin, obat yang menghilangkan rasa sakitnya, berharap dapat menyembuhkannya, tetapi tidak, obat itu hanya meghilangkan rasa sakit sementara, penyakitnya muncul lagi di permukaan saat Adele menghianatinya, penyakit yang lebih parah dari sebelumnya. Adele berselingkuh setelah dan sebelum menikah dengan Bintang. Sejenak Bintang berfikir, ternyata, penyakit menyeramkan orang tua mereka telah lama menulari Adele. Dan Bintang takut, suatu saat, hanyalah masalah waktu saja penyakit ini akan menularinya, menjelmakan dirinya menjadi monster yang sama yang selama ini ia benci.

Bintang masih memejamkan matanya dan wajah Teresa muncul begitu saja dalam sanubarinya

(Drrt Drtt Drttt )

Ponsel Bintang berdering melenyapkan banyangan Teresa pada lamunanya

"Halo" Tukas Bintang begitu mengangkat panggilan itu

"Bintang, maaf mas telfone tengah malem begini" Tukas suara di sebrang telfone sana

"Ga apa-apa kok mas, ada apa?" Tanya Bintang pada suara di sebrang sana

Sejenak suara di sebrang sana terdengar ragu "Mas cuma mau tanya, kamu tau Teresa dimana ga? atau denger kabar dari dia ga?"

"Hah" Kata yang spontan keluar dari mulut Bintang

Ada nada canggung dari seberang sana "Maaf ya sebelumnya, mas cuma tanya aja kok, kamu juga pasti gak tau kan" "Yasudah, kamu lanjut istirahatnya" Tukas Evan di sebrang sana

Seketika Bintang beranjak melompat dari ranjangnya dan dengan langkah terburu-buru hendak menuju mobilnya, dalam benaknya hanya ada satu kalimat jengkel yang beberapa kali ia gumamkan 'Kemana sih anak kecil itu sampe tengah malem gini belum pulang'

To Be Continue 22-06-2020