webnovel

To Be Young and Broke

Teresa seorang gadis berusia 18 tahun berusaha membalaskan dendamnya pada seseorang yang amat menyayangi dirinya, ayahnya. Tetapi jalannya tidak mulus, diantara dendam dan ayahnya, Teresa dihadapi oleh seorang teman, sahabat dan mungkin cinta pertamanya, di sisi lain kehidupan bersama Bintang seorang duda berusia 17 tahun lebih tua dari dirinya dengan kondisi sekarat menjanjikan pembalasan dendam yang lebih mudah dan cepat untuk dipilihnya. Apa yang akan terjadi diantara mereka? Pertarungan antara cinta dan dendam, masa muda dan kematangan, kemapanan dan kehancuran.

StrawMarsm · 若者
レビュー数が足りません
26 Chs

2| To Be Young and Broke

Teresa memperoleh banyak informasi dari 'sana dan sini' mengenai Bintang. Bintang adalah anak semata wayang dari Adam Arahap dengan mendiang instrinya Rose. Sejak kecil Bintang memang sudah sakit-sakitan, Bintang dianggap sebuah mukzizat bagi kedua orang tuanya setelah 35 tahun menikah, ibunya meninggal ketika ia berumur 5 tahun akibat sirosis hati, dan Arahap sendiri saat ini telah berusia 95 tahun.

Teresa banyak termenung semenjak kedatangan Kakek Arahap ke rumahnya, Kakek Arahap menghendaki pernikahan yang segera, ia mengejar umurnya dan umur putranya untuk menyaksikan sebuah pernikahan mungkin untuk yang terakhir kalinya. Kakek Arahap cukup terbuka dengan berbagai kemungkinan dan Teresa dijaminkan banyak hal olehnya, jika nanti semuanya harus berakhir dengan kematian Bintang yang mungkin akan disusul oleh kakek Arahap, semua harta Kakek Arahap maupun Bintang akan jatuh pada Teresa. Terdengar menarik, tapi bagi Teresa bukan harta yang membuatnya tergugah, tapi kebencian dan hasrat untuk membuat ayahnya menderita. Harta tidak jadi soal untuknya, sejak ia kecil, ayahnya selalu menyokongnya dengan uang, Teresa tidak gila akan harta, di saat-saat lalu Teresa bahkan rela membuang semuanya dan melamar Roy untuk hidup nelangsa bersama.

Teresa terus memandangi langit biru dari tempat ia duduk di kantin

"Ter" Tukas Roy

Teresa Tersentak "Eh" Tukasnya gelagapan

"Kenapa lu?" Tanya Roy dengan kerutan di dahinya "Sakit?"

Teresa menggeleng "Balik sekolah anterin gue ke Rumah Sakit Harapan"

Roy mengenadah menatap Teresa "Lu sakit?"

Teresa menggeleng menyingkirkan telapak tangan Roy yang berada di dahinya "Ga, gue mau nengokin om" Tukas Teresa sambil berlalu tidak memperdulikan Roy yang kebingungan

Seperti biasa, Teresa tidak pernah tertarik dengan pelajaran, lagi-lagi ia melamun di kelas menatap langit biru dari jendela kaca kelasnya. Ingatannya melayang pada tahun-tahun yang paling mengerikan dalam hidupnya. Saat itu usianya baru menginjak 5 tahun, dan semuanya terjadi begitu saja. Teresa dibawa pergi paksa oleh ayahnya bersama dengan Kaisar adiknya yang berusia 4 tahun, saat itu tengah malam dan hujan deras, tidak perduli seberapa keras tagisannya dan adiknya, mobil tetap melaju kencang, ayahnya bagai kesetanan tidak menghiraukan tangisan Teresa maupun Kaisar. Teresa ingat, saat itu saking lelahnya ia menangis, ia jatuh tertidur, saat ia bangun, ia ada di lingkungan yag asing baginya dengan adiknya meringkuk di sampingnya, wajah Kaisar membiru mungkin karena kedinginan atau mungkin juga karena terlalu lelah menangis.

Teresa melihat ayahnya, laki-laki itu terlihat berantakan dan kauau saat itu, minuman keras berserakah di sekelilingnya, aromanya sangat menyengat dan menyiksa paru-paru Teresa, wajah ayahnya yang nampak sangat lelah dan kotor beserta kemeja yang setengah basah dan memar di wajahnya, ayahnya menatap lurus ke arah Teresa yang sedang memperhatikannya, pria itu menatap nanar dengan pandangan menerawang

"Mama" Satu kata itu yang terucap dari bibir gemetar Teresa saat itu

Masih jelas diingatannya, ayahnya menyeringai sangat menakutkan "Mama mu sudah mati" Tukasnya seolah tanpa perasaan

Teresa tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dia kembali menagis dan ayahnya tertawa-tawa gila, Kaisar di sebelahnya gemetar hebat dan semuanya mendadak menjadi gelap.

Teresa tidak tau seberapa lama ia tidak sadarkan diri, pagi itu saat ia terbangun, Teresa mendapati dirinya berada di rumah sakit dengan Kaisar di ranjang lainnya di sebelah ranjangnya. Dan semua orang membenarkan bahwa ibunya, ibu kandung Teresa telah meninggal. Di saat itu, hanya ada satu kesimpulan dalam otak Teresa, ayahnya membunuh ibunya. Dan kebencian menggerogoti hatinya hingga saat ini.

Tidak lama setelah itu, Kaisar dipindahkan ke rumah sakit jiwa untuk anak-anak. Dia terkena depresi parah dan gangguan trauma, sejak saat itu, Kaisar tumbuh di rumah yang berbeda dengan Teresa, satu-satunya jalan menemui Kaisar adalah berkunjung pada rumah pondok di kawasan hijau yang sengaja di beli ayahnya untuk Kaisar. Anak itu tumbuh dan besar di sana dengan bantuan seorang perawat, seorang psikiater dan beberapa orang pengajar home schooling khusus untuk menunjang pendidikannya. Ketika Kaisar sudah dipindahkan, Teresa menghabiskan satu minggu selanjutnya melamun di rumah sakit, tidak bisa tertawa, tidak bisa menangis, beberapa orang yang sama sekali asing baginya datang menjenguknya, berwajah kasihan dan beberapa menangisinya. Tapi Teresa kecil terlalu tidak perduli bahkan hanya untuk menyapa mereka. Teresa hanya diam dan bungkam seribu bahasa saat itu. Kebanyakan dari orang-orang yang mengunjunginya membawakannya mainan atau buah-buahan tapi saat itu seseorang yang menjenguknya membawakan sesuatu yang lain, setumpuk coklat, coklat itu terlihat sangat mearik tapi lagi-lagi tidak Teresa hiraukan, pria itu datang bersama Kakek Arahap, seketika Teresa ingat, dia adalah Bintang.

Roy telah menunggu Teresa di gerbang utama sepuluh menit setelah sekolah bubar, Telah ia perhatikan, seharian ini Teresa menjadi diam dan murung, tidak menghiraukannya, tidak juga menggubris tawaran apapun darinya, 'pasti ada sesuatu dengan gadisnya', Roy menekankan itu pada fikirannya

Teresa berjalan tanpa semangat ke arah Roy "Ke mini market dulu" Tukasnya sembari mengambil helm yang diberikan Roy

"Ngapain?" Tanya Roy yang tidak digubris Teresa, gadis itu hanya memeluknya dari belakang seraya berpeganggan

Roy diam dan tidak bertanya lebih jauh, pria itu menuruti permintaan Teresa dan berhenti di sebuah mini market, Teresa melenggang turun bahkan tidak melepas helmnya, Roy memerhatikan gadisnya berjalan pelan menuju mini market hanya berdiri di depan kasir dan mengambil banyak sekali coklat. Sepuluh menit kemudian gadis itu kembali, sudah selesai dengan urusannya di mini market dan kembali dengan satu tas penuh coklat

Teresa beradu kontak mata dengan Roy, sebelum Roy bertanya Teresa sudah mendahului "Om gue suka coklat" Tukasnya sambil berusaha memanjat naik kembali ke motor Roy

Tidak butuh waktu lama bagi Roy untuk berkendara menuju ke rumah sakit yang dituju Teresa, 5 menit kemudian mereka sudah tiba di rumah sakit itu, mereka berdua saling membisu selama perjalan itu. Teresa bergegas turun begitu juga dengan Roy "Lu gak usah ikut" Tukas Teresa "Ada urusan keluarga yang mau gue bahas" Teresa melenggang pergi setelah menyerahkan helmnya pada Roy, berusaha untuk tidak beradu tatap dengan pria itu

"Kalo lu balik telfone gue " Tukas Roy saat gadis itu berusaha secepatnya untuk bergegas pergi darinya

Teresa berbalik sekilas dan tersenyum jahil pada Roy "Gak bisa, HP gue rusak" Tukasnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Roy

Teresa bertanya sejenak dimana letak ruangan yang dituju olehnya, kemudian dengan agak ragu ia berjalan menuju rungan itu. Ruangan itu ada ujung lantai 8. Teresa bergegas menuju ruangna itu dan ketika sampai di depan ruangan itu, dengan ragu Teresa mendorong daun pintu dihadapannya hingga terbuka. Teresa melangkah dengan ragu memasuki ruangan itu, sempat selintas fikiran Teresa mengatakan untuk mengurungkan niatnya bertemu dengan Bintang, Tapi Teresa mengingkari kata hatinya. Teresa agak terkejut dengan apa yang didapatinya, pria yang terbaring damai di atas ranjang itu penampilannya masih sama dengan pria yang ia temui 13 tahun yang lalu, tidak ada yang berubah, hanya kulitnya terlihat sangat pucat dan wajahnya sangat tirus.

Perlahan Teresa mendekati bangkar pasien itu, selangkah sebelum Teresa benar-benar memangkas jarak yang tersisa antara dirinya dan pria yang kelak akan dinikahinya, mata pria itu terbuka perlahan. Teresa membeku untuk beberapa saat dan pria itu juga terdiam untuk beberapa saat

"Kamu siapa?" Tukas pria itu lemah ketika kembali menemukan kesadarannya

Teresa menjadi kikuk seketika "Te..resa Adiwijaya" Sautnya sedikit gagap

Mata pria itu kembali terpejam untuk sesaat, kemudian seulas senyum tergurat di wajahnya

Pria itu kembali membuka matanya "Gimana?" Tukas pria itu

Teresa mengernyitkan dahinya "Apanya?" Tukas Teresa balik bertanya

Pria itu kembali mengguratkan senyum "Kamu udah berubah fikiran begitu melihat keadaan saya?"

Seketika Teresa merasa kesal, ia melangkah memangkas habis jarak antara dirinya dan pria itu. Teresa menatap mata pria itu dengan tajam dan menyisakan jarak beberapa centi antara wajahnya dan wajah pria itu, bahkan hidung mereka hampir bersentuhan "Gue bakal tetep nikah sama lu. Gue gak pernah main-main sama keputusan gue, gak ada yang berubah. Jadi lu akal terjebak sama gue selamanya!" Tukas Teresa dengan nafas yang memburu, butuh beberapa detik bagi Teresa untuk tersadar dengan perbuatannya yang membuahkan kecanggungan di antara mereka berdua.

Teresa duduk di ujung sofa berjarak sepuluh kaki dari ranjang Bintang, berusaha membunuh atmosfer aneh diantara Bintang dan dirinya dengan cara memandangi vas bunga berbentuk kodok pada salah satu kabinet di rumah sakit itu

"Kamu suka kodok ya?" Tukas Bintang kembali menyadarkan Teresa dari lamunannya menatap vas bunga berbentuk kodok itu

Teresa tersentak dan dengan gelagapan ia menggeleng

"Kamu suka sama bunga yang ada di vas itu?" Tanya Bintang lagi sambil memerhatikan Teresa dan vas bunga itu bergantian

Teresa memandangi bunga itu sejenak, lalu menggeleng

"Trus, kenapa kamu pandangin vas bungan itu?" Tanya Bintang lagi sepenuhnya berminat

"Eh nggak" Saut Teresa seraya menggelengkan kepalanya, Bintang tersenyum sekilas kemudian pria itu terbatuk-batuk, jemari pria itu menyentuh bibirnya

Teresa setengah berlari mengambil air di nakas samping tempat tidur pria itu dan memberikannya pada Bintang, Teresa membantu Bintang meminumnya dengan perlahan dan memegangi gelas itu hingga Bintang selesai meminumnya "Lo gapapa?" Tanya Teresa, raut khawatir jelas terpampang di wajahnya

Bintang menggeleng sesaat sebelum membekap mulutnya dengan tangannya sendiri menunjukan gestur ia ingin muntah. Dengan segera Teresa meraih tas belanja yang berisi coklat dan membuang sembarang semua coklat-coklat itu ke lantai dan membuka lebar tas belanja itu, memegangnya dengan kedua tangannya dan menyingkirkan tangan Bintang yang membekap mulutnya sendiri. Teresa dengan begitu saja membantu Bintang untuk setengah duduk, memuntahkan apaun isi perutnya dan memijat tengkuk pria itu "Gue panggilin dokter ya?" Tanya Teresa dengan nada cemas yang bahkan ia sendiri tidak menyadarinya

Bintang menggeleng setelah memuntahkan semua isi perutnya, Teresa dengan cekatan mengambil tisu dan mengelap sisa-sisa muntahan yang ada di bibir Bintang "Maaf ya buat kamu repot" Tukas Bintang "Biar Saya panggil suster untuk beresin semuanya" Sambung Bintang dengan suara yang lemah sambil berusaha menekan sebuah tombol di atas nakas di samping tempat tidurnya

"Gausah" Tukas Teresa "Biar gue aja" Tanpa persetujuan Bintang, Teresa membantu Bintang untuk kembali merebahkan kepalanya di ranjangnya

Bintang menatap wajah Teresa yang memerah "Kamu marah ya sama saya? Maaf ya kamu jadi menyaksikan hal yang menjijkan dari saya. Kalo kamu berubah fikiran dan mau batalin perjodohannya, saya sangat mengerti kok, nanti saya yang akan bilang ke papa, jangan khawatir, saja juga yang akan bilang ke Mas Evan, semua akan ngerti" Tukas Bintang melihat Teresa yang terus membuang pandangan dari tatapannya

"Teresa" Panggil Bintang sambil berusaha menggapai tangan Teresa

Teresa menoleh dan sebulir air mata jatuh dari matanya "Gu..e bakal tetep terusin perjodohan ini" Tukas Teresa sambil menahan getar pada suaranya "Gu..e adalah orang paling egois di muka bumi ini. Lu bakal terjebak sama gue selamanya. Lu gak bakal sakit sendirian lagi" Tukas Teresa sambil berusaha menutupi wajahnya dengan lengannya, berusaha menutupi tangis dan sesegukannya

Bintang terkesiap menyaksikan Teresa yang tiba-tiba menangis dan menyangkal semua perkataan darinya "Teresa" Panggil Bintang

Teresa menatap bintang masih dengan matanya yang dipenuhi air mata, wajah Teresa berubah memerah dan sesegukan yang semakin kencang tidak dapat lagi Teresa sembunyikan. Ada jeda yang cukup lama dan pandangan Bintang dan Teresa saling bertemu, menyelidiki apa yang sedang berputar di benak masing-masing, Bintang penasaran dengan apa yang ada difikiran Teresa sehingga gadis itu dengan suka rela menjerumuskan dirinya untuk menerima perjodohan yang sangat tidak berimbang ini? Bintang masih mengingat pertama kali ia bertemu dengan Teresa, gadis itu sangat muram dan tidak bersahabat, gadis itu selalu melamun menatap ke langit melalui jendela kaca yang selalu terbuka di ruang rawatnya, saat itu Bintang telah berkunjung beberapa kali untuk menemui gadis itu, adiknya bahkan ayah mereka, tapi hanya sekali Teresa sudi menatapnya, itu juga dengan terpaksa. Saat itu, keluarga mereka hancur, semua anggotanya tenggelam dalam rasa kecewa dan kesedihan sendiri-sendiri.

Dan sekarang Teresa berdiri di hadapan Bintang, berkeras untuk menerima perjodohan yang mungkin akan membuatnya sengsara "Apa yang kamu mau dari saya?" Tanya Bintang pada akhirnya

Bintang memejamkan matanya dan menghembuskan nafas berat "Mungkin kamu mau harta saya, dan kamu mungkin benar jika berfikir saya tidak akan hidup untuk waktu yang lama lagi, saya juga tidak memiliki keinginan untuk itu" Bintang membuka matanya dan tatapan mereka bertemu "Tapi saya sudah bangkrut. Kamu mungkin juga sudah tau, pernikahan saya sebelumnya gagal dan bisnis saya juga hancur dalam waktu yang bersamaan. Dan sekarang saya berakhir di sini, dengan kanker yang tumbuh di tubuh saya dan sepenuhnya disokong oleh ayah saya" Bintang membuang pandangannya pada langit-langit dan dengan susah payah meneguk salivanya sendiri "Kamu seharusnya tidak terlibat dengan seseorang seperti saya. Masa depan kamu masih sangat panjang"

Teresa sekuat tenaga menghentikan tangisannya, ia menyentakan pegangan tangan Bintang pada lengannya "Siapa lu bisa ngatur-ngatur gue. Hidup ini pilihan gue, gue yang tentuin!" Tukas Teresa masih dengan sesegukan, kemudian ia melangkah menuju toilet untuk membuang muntahan Bintang

Teresa menyandarkan wajahnya di balik pintu toilet, fikirannya berkelana, ia sudah tau semunya, Kakek Arahap bercerita padanya, Bintang pernah menikah satu tahun yang lalu dengan seorang actress yang cukup dipuja. Namun semua itu tidak berlangsung lama, dan pernikahan itu adalah sebuah kecelakaan. Bintang dituduh bertanggung jawab akan bayi yang dikandung oleh wanita itu. Meskipun Kakek Arahap ragu akan kebenaran yang diutarakan oleh wanita itu, Bintang tetap menikahi perempuan itu. Pernikahan itu tidak berlangsung lama, hanya tiga bulan dan perempuan itu menuntut cerai pada Bintang dengan semua tipu muslihatnya yang membenamkan perusahaan yang dirintis oleh Bintang diambang kehancuran. Tentu saja Teresa dapat mengerti, saat itu pasti Bintang hancur secara mental dan fisiknya. Bintang mulai terjun pada minuman keras, sekalipun perusahaan itu sudah diselamatkan oleh Kakek Arahap, tapi Bintang sudah tidak berkeinginan untuk menjalankannya karena di saat yang bersamaan ia divonis menderita kanker hati, sejak kecil Bintang memang sudah sakit-sakitan dan bergantung pada obat, tetapi alkohol yang belum lama ini jadi teman baiknya justru malah memperburuk kondisi hatinya, bukan secara kiasan, tapi secara artian sesungguhnya.

Teresa menghembuskan nafass berat, ia melangkah menuju Bintang, Teresa melihat Bintang tertidur dengan damai. Teresa tidak berniat membangunkannya, Teresa memengakas jarak di antara mereka, Teresa mengelus rambut Bintang dan menaikan selimutnya "Gue gak akan menyerah sama lo. Jadi lu juga gak boleh nyerah sama diri lu sendiri" Bisik Teresa pada Bintang, Teresa mengambil tas sekolahnya dan pergi meninggalkan ruangan itu

Pintu tertutup dari luar, Bintang kembali membuka matanya

To Be Continue 17-06-20