webnovel

To Be Young and Broke

Teresa seorang gadis berusia 18 tahun berusaha membalaskan dendamnya pada seseorang yang amat menyayangi dirinya, ayahnya. Tetapi jalannya tidak mulus, diantara dendam dan ayahnya, Teresa dihadapi oleh seorang teman, sahabat dan mungkin cinta pertamanya, di sisi lain kehidupan bersama Bintang seorang duda berusia 17 tahun lebih tua dari dirinya dengan kondisi sekarat menjanjikan pembalasan dendam yang lebih mudah dan cepat untuk dipilihnya. Apa yang akan terjadi diantara mereka? Pertarungan antara cinta dan dendam, masa muda dan kematangan, kemapanan dan kehancuran.

StrawMarsm · 若者
レビュー数が足りません
26 Chs

19| To Be Young and Broke

Teresa memerhatikan pantulan dirinya pada cermin yang ada di hadapannya, ia nyaris tidak mengenali sosok yang ada di depannya, gaun merah itu membungkus dirinya dengan menonjolkan setiap lekukan yang ada pada tubuh gadis itu, polesan make up yang diriakan padanya menyapu bersih sosok Teresa yang setiap hari hanya mencuci muka dengan air bersih sebelum berangkat sekolah, sosok Teresa yang semerawut itu hilang, digantikan oleh sosok elegan yang sedang menatap ke arahnya. Kalung di lehernya terlihat begitu bagus bersanding dengan penampilan gadis itu sekarang ini, hanya saja, kalung itu terlalu menarik perhatian

Tak kehilangan akal, ia melepas pengait kalung itu dan melilitkannya pada salah satu pergelangan tangannya, dengan sedikit bersusah payah untuk kembali mengaitkan kedua ujungnya satu sama lain di pergelangan tangannya

Malam ini adalah suatu perayaan bagi sebuah pencapaian 'apapun itu' yang berhasil dicapai oleh perusahaan Bintang. Pria itu sudha memberi tahunya dari beberapa hari sebelumnya dan pria itu benar-benar memastikan semuanya sempurna. Gadis itu menyemprotkan beberapa kali farfume miliknya dan mengambil sebuah dompet pesta acak dari susunan kabinet yang dipenuhi oleh berbagai macam jenis tas yang diberikan oleh Bintang, gadis memasukan dompet dan ponselnya kemudian bersusah payah menyeimbangkan langkahnya yang memakai high heels menuju ke lift

Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, ini merupakan pesta jamuan pertama untuknya, dan bukan sesuatu yang biasanya ia hadapi, mungkin saja dipenuhi banyak sekali orang yang sama sekali asing untuk gadis itu dan mungkin saja gadis itu akan berbuat sesuatu yang memalukan atau setengah mati bosan menunggu Bintang menyelesaikan segala keperluannya pada pesta itu sambik dirinya linglung di tengah-tengah kerumunan seolah-olah tersesat,. Bermacam-macam fikiran terlintas di kepala gadis itu dan kemudian lift itu terbuka

Bintang menatap gadis bergaun merah itu tanpa kedip, matanya terpaku dan seketika seluruh dirinya terpesona oleh sosok gadis yang berdiri di hadapannya, gadis itu balik menatapnya, menundukan sedikit wajahnya

"Aneh ya om?" Tukas gadis itu sambil membuang tatapannya pada high heels yang ia kenakan

Butuh beberapa saat hingga Bintang dapat menguasai dirinya kembali ketika pintu lift hampir menutup kembali, lelaki itu meraih dagu gadis itu dan membuat gadis itu menatap pada matanya "Kamu sempurna untuk saya" Tukas lelaki itu sambil begitu saja menarik Teresa untuk mengikutinya menaiki lift "Tolong ini yang terakhir kalinya kamu panggil saya om" Sambungnya lagi kemudian mencium bibir gadis itu

Teresa tersentak mendapat sebuah ciuman mendadak dari sosok lelaki yang begitu saja membawanya ke dalam dekapan lelaki itu, untuk sesaat gadis itu kaku sebelum akhirnya ia mendorong tubuh Bintang dan membuang tatapannya ke arah lain selain ke arah lelaki itu

Bintang hendak protes ketika Teresa mendorong tubuhnya, namun lelaki itu berhasil menguasai suatu hasrat yang ada di dalam dirinya untuk mengukuhkan kepemilikannya atas gadis cantik yang ada di hadapannya itu, lelaki itu diam dan kemudian merangkul Teresa di pinggang gadis itu

Bintang mengendarai sendiri mobilnya menuju sebuah hotel mewah tempat pesta itu dilaksanakan, lelaki itu menggunakan tuxedo abu-abu yang seakan memang dibuat khusus untuknya, setiap jengkal pakaian itu menambah wibawa dan kharisma pada tubuh tinggi dan wajah tampannya. Teresa masih mencoba menghindari tatapan Bintang, gadis itu membuang pandangannya sembarang ke arah jalanan perkotaan yang ramai pada kegelapan malam di bawah kelap-kelip lampu yang meneranginya. Itu bukan ciuman pertama bagi Teresa, ciuman pertamanya adalah Roy, itu hanya sebuah ciuman, hanya ciuman tapi gadis itu merasa salah entah mengapa. Gadis itu masih tenggelam dalam lamunannya ketika sebuah telapak tangan yang hangat menggenggam salah satu tangannya

Gadis itu menoleh, lelaki itu sesekali menatap kearahnya dan tersenyum tanpa bicara apa-apa

Mereka tiba pukul 9 malam dan suasana pesta itu sudah mulai ramai. Bintang berdiri di sampingnya dan terus mengenalkannya pada berlusin-lusin orang yang menjulurkan tangan padanya, gadis itu menerima seluruh uluran tangan yang diarahkan padanya dan tersenyum pada setiap orang yang mulai memuji dan berbicara pada dirinya berkaitan tentang betapa cocoknya dirinya disandingkan dengan Bintang

Itu pesta yang mewah dan meriah, semua orang seakan berkilau dengan berbagai macam pakaian dan obrolan yang membawa tawa diantara lawan bicara mereka, Bintang terus bertemu dengan lusinan orang yang membuat Teresa lelah untuk berjabat tangan, hingga kemudian seorang wanita yang mungkin berusia 40 tahunan yang tampil gemilang dengan gaun emas dan riasan wajah yang sangat menawan menyapa Bintang, Teresa tidak tertarik pada topik bisnis yang dibicarakan mereka, lalu sesosok lelaki bersetelan coklat menatap kearah Teresa lalu keduanya menyeringai tidak percaya

"Perkenalkan ini anak saya Jordan" Tukas wanita itu pada Bintang dan Jordan tersenyum padanya

"Ini is..." Belum sempat Bintang menyelesaikan kalimatnya, Teresa memotong ucapan lelaki itu

"Saya Teresa" Tukas gadis itu menjulurkan tangannya pada wanita itu membuat Bintang menatap gadis itu dengan tidak suka

Wanita itu tersenyum dan membalas uluran tangan Teresa "Saya Mila dan ini Jordan" Tukas wanita itu sekali lagi memperkenalkan anaknya

Teresa menyeringai pada Jordan dan begitu pula Jordan

"Kalian saling kenal?" Tanya Mila yang memperhatikan kedua gelagat anak muda itu

Jordan menaikan bahunya "Dia langganan masuk disiplin di sekolah, mau gak mau aku kenal dia" Tukas lelaki itu masih dengan seringainya yang menyebalkan

Teresa mendelik ke arah Jordan ingin sekali menjitak kepala pria itu namun ditahannya karena suasana yang tidak mendukung

"Kalian satu sekolah?" Mila kembali bertanya dengan gembira

Jordan mengangguk dan Teresa dengan sangat terpaksa juga melakukan hal yang sama

"Wow" Tukas wanita itu benar-benar terlihat tertarik "Bintang keponakan kamu satu sekolah sama anak saya" Tukas wanita itu pada Bintang "Dia ketua osis loh Teresa" Kemudian tukasnya lagi pada Teresa

Bintang semakin terlihat tidak menyukai suasana ini

Teresa mengangguk dengan tidak suka "Iya" Sautnya "Ketos yang nyebelin" Gumamnya

"Terea itu bukan keponakan saya, dia itu.."

"Saya adik angkatnya Om Bintang" Potong gadis itu lagi

"Sweet" Tukas wanita itu lagi "Gimana kalo kita jodohin aja mereka Tang?"

"GA" Jordan, Bintang dan Teresa berucap nyaris bersamaan, membuat Mila tersenyum canggung

Bintang menyeret Teresa begitu saja menjauh dari keramaian meninggalkan Mila begitu saja yang memandang mereka dengan bingung dan kemudian mengabaikannya dengan menyapa berlusin-lusin orang lainnya di pesta itu

Bintang membawa Teresa pada sebuah lorong yang menghubungkan dek outdor dengan ball room hotel, lelaki itu terlihat marah dan kasar, lelaki itu memojokan gadis itu pada suatu sudut gelap yang hanya ada mereka berdua di sana

"Maksud kamu apa? Adik angkat saya?" Lelaki itu mengecam wajah mereka hanya berjarak satu centi

"Dia satu sekolah sama aku om" Tukas Teresa pelan tidak bisa menghindari tatapan tajam Bintang

Lelaki itu begitu saja mencium bibir Teresa dengan kasar, gadis itu meronta namun kedua tangannya di tahan oleh Bintang dan tubuhnya pria itu memojokan gadis itu pada tembok yang semakin menghalangi gerak gadis itu

Tatapan lelaki itu menyeramkan "Saya sudah bilang berhenti panggil saya om!" Eram lelaki itu kembali mencium Teresa dengan kasar sambil kedua tangannya mencengkeram pergelangan tangan gadis itu yang meronta

"Sialan!" Geram pria itu melepaskan satu cengkramannya pada lengan Teresa dan menojok begitu saja tembok beton beberapa centi di samping kepala Teresa gadis itu melirik dengan sudut matanya, darah menetes dari kepalan tangan pria itu pada tembok, tubuh gadis itu tegang, ia idak mengenali sosok di hadapannya, jantung gadis itu berdebar cepat, rangkaian pristiwa pada hari kematian ibu kandungnya mulai berputar lagi di kepala gadis itu, keningnya berpeluh pandangannya seolah berpencar

"Lu gila" Tukas gadis itu dengan seluruh sisa kesadaran dan kekuatannya gadis itu melepaskan cengkraman lelaki itu, dapat ia rasakan perih pada bibirnya, gadis itu setengah berlari menjauhi pria tadi tanpa menoleh lagi ke belakang, air mata menetes membasahi pipinya

Gadis itu tergesa menyusuri keramaian mencoba mencari jalan keluar dari lorong sepi itu, berusaha menghindari segala macam kerumunan dan orang-orang yang berpapasan dengannya, lorong itu bercabang dan dengan ikiran singkat gadis itu sembarangan saja berbelok ke arah berlawan dari salah satu lorong di mana dari kejauhan gadis itu melihat segerombolan orang-orang sedang berjalan entah tujuan mereka kemana

Gadis itu tersesat di sebuah ruangan dengan tempat duduk dan lorong yang bercabang-cabang, gadis itu bahkan mulai kebingungan dari lorong mana tadi ia berasal, semua lorong terlihat sama di mata Teresa tanpa bisa gadis itu bedakan. Mendadak gadis itu merasa sangat lelah dan jengah akan dirinya sendiri, gadis itu duduk pada salah satu sofa, menyandarkan tubuhnya dan menutup matanya, hidupnya menjadi sangat kacau, semua itu karena dendamnya, semua itu karena orang tuanya, gadis itu menghembuskan nafas dan air mata kembali mengaliri pipinya, semua itu karena dirinya sendiri

"Pestanya belum selesai" Tukas sebuah suara menyadarkan Teresa, gadis itu kembali membuka matanya

Jordan berdiri tidak jauh darinya, pria itu membawa sebotol minuman coklat bening yang entah apa itu namanya dan kemudian pria duduk begitu saja di sampingnya

"Kenapa lu?" Tanya pria itu sambil membuka minumannya dan meneguknya begitu saja

"Bukan urusan lu" Tukas Teresa

Pria itu tidak menjawab dan kembali menenggak minumannya dan kemudian untuk beberapa saat ia sibuk dengan ponselnya

"Ngapain lu ikutin gue?" Tukas Teresa dengan wajah tidak suka

Pria itu menaruh botolnya di meja di hadapan mereka "Gak sengaja liat lu di sudut lorong sebelumnya, iseng aja gue ikutin"

"Gak ada kerjaan banget si lu stalking hidup gue" Tukas Teresa masih tidak suka

Kemudian lelaki itu bangkit dari duduknya

"Mau kemana?" Tukas Teresa memerhatikan tindak tanduk lelaki itu

"Pergilah cari kerjaan biar gak stalkingin hidup lu" Tukasnya

Teresa ikut bangkit berdiri

"Lu mau ngapain?" Tukas Jordan mengernyitkan dahi melihat Teresa yang ikut bangkit dari duduknya dan telah mengekor selangkah di belakangnya

Gadis itu membuang pandangannya ke arah lain "Gue kesasar, gue gak tau ini dimana dan mau kemana" Tukas gadis itu mengutarakan kejujurannya dan setengah mati melenyapkan gengsinya

Jordan menyeringai, gadis di hadapannya ini sangat unik dan sulit di tebak, tidak stabil dan kekanak-kanakan, tapi di sisi lain gadis itu sangat cantik malam ini

"Gak ada kerjaan lu ya stalkingin hidup gue" Tukas lelaki itu sambil menahan cengirannya

Teresa membuang pandangannya lagi dari Jordan, gadis itu tidak menjawab dan mengikuti lelaki itu menuju salah satu lorong, mereka berjalan untuk beberapa saat hingga kemudian keramaian pesta kembali mereka temui, Jordan menaruh sembarangan botol minumannya dan kemudian menenggak begitu saja segelas jus yang disajikan di atas meja yang tidak sengaja dilaluinya sebelum pria itu berbicara kepada ibunya untuk beberapa saat lalu pandangan mereka berdua tertuju pada Teresa, Mila melambaikan tangannya pada Teresa dan Teresa membalasnya dengan sebuah senyuman, Jordan kembali mendekat ke arah Teresa tidak lama setelah itu dan Mila kembali tenggelam pada keramaian itu mengobrol dengan berlusin-lusin orang

Begitu saja lelaki itu menarik lengan Teresa menuju parkiran, lelaki itu mengarahkan Teresa pada sebuah motor yang terarkir dan begitu saja melemparkan helmnya pada Teresa semetara lelaki itu naik terlebih dahulu dan menyalakan mesin motor itu, Jordan memberi gestur pada Teresa untuk naik ke motornya dan dengan ragu dan canggung gadis itu menurutinya, pria itu membuka jasnya dan memberikannya pada Teresa, gadis itu menerimanya ragu-ragu dan memakainya melapisi gaun merahnya dengan punggung terbuka, kemudian lelaki itu mengendarai motornya tanpa memberi kesempatan Teresa bertanya

Jordan mengendarai motornya dengan kencang, pria itu tidak memakai helm dan membuat Teresa bertanya-tanya, bagaimana bisa pria itu mengendarai motor secepat itu bahkan tanpa helm dan kaca mata, namun teresa tidak mengutarakan pertanyaannya, gadis itu mengeratkan pegangannya pada pria itu

Motor itu menepi pada sebuah bangunan besar yang tidak terurus, Jordan memberhentikan motornya begitu saja tepat di depannya, pria itu dengan cekatan dan tanpa mematikan mesin motornya membukan pintu kayu pada bangunan itu, ketika pintu itu terbuka, pria itu mempersilahkan Teresa untuk masuk terlebih dahulu sebelum ia dan motornya menyusul di belakang Teresa

Jordan menyambungkan sebuah kabel dengan yang lainnya hingga sebuah lampu temaram menyala dan menjadi satu-satunya penerangan disana. Di dalam bangunan tua itu semuanya berantakan dan dibenuhi debu, ada banyak suku cadang dan mesin-mesin dan rangka kendaraan di dalam sana, di salah satu sudut ada mesin diesel dan seperangkat ps yang sudah berdebu

Teresa masih asik memerhatikan ruangan itu sebelum Jordan mengintrupsinya, pria itu berjalan ke sudut ruangan dan membuka sebuah pintu besi yang seolah dibuat seadanya yang dihubungkan pada beberapa anak tangga kayu yang agak reot

Ketika pintu dibuka, Jordan menghirup udara malam kuat-kuat dan menyingkir selangkah ke samping untuk memberikan Teresa pemandangan yang sama yang ia nikmati

Langit malam itu sangat cerah, bintang-bintang bertaburan mengelilingi bulan dan ilalang tinggi berterbangan mengikuti tiupan angin, Jordan menekan sebuah saklar dan sebuah lampu kuing menyala dengan cukup terang. Beberapa langkah dari tempat mereka berdiri ada sebuah mobil pick up tua yang mungkin sudah rongsok di sana

Jordan melangkah mendahului Teresa menuju mobil itu dan Teresa membuntut di balakangnya, dengan begitu saja pria itu naik ke dalam pick upnya, dibelakang mobil itu terdapat beberapa tumpuk selimut acak yang dibiarkan saja di sana hingga warna-warnanya sudah pudar, Teresa membuka high heelsnya dan ikut menaiki pick up itu, Teresa mengikuti pandangan Jordan yang menatap kelangit dari pick up itu dan seketika gadis itu lupa akan semua peristiwa tidak mengenakan yang dialaminya. Mereka ada di sebuah bukit yang mengarah pada ladang hijau dan kerlipan bintang yang membawa kedamaian

Teresa masih menatap kearah langit itu sebelum ujung matanya menangkap sosok Jordan yang begitu saja menaiki kepala pick-up itu, dengan susah payah dan sedikit bantuan dari Jordan, gadis itu mengikuti lelaki itu duduk di atas kepala pick up itu dan pandangan mereka terfokus pada hamparan bindang di langit malam yang indah itu

Lelaki itu turun meloncat dari kepala pick up itu yang membuat Teresa hampir menjerit sebelum kemudian kembali lagi ke samping Teresa membawa sebotol minuman yang lagi-lagi cairan coklat bening

"Nyokap lu di tinggal sendirian gapapa?" Tanya Teresa sambil matanya tetap mengarah pada langit yang indah itu

Jordan menenggak minumannya dan menggeleng "Nyokap gue balik pake mobil"

"Maksudnya?" Teresa tidak mengerti

Lelaki itu menaruh bototnya dan tertawa remeh ke arah Teresa "Gue sama nyokap datengnya gak barengan Teresa, kita dateng sendiri-sendiri, ketemuan di sana dan kalo gue balik duluan ya nyokap gue bisa balik sendiri"

"Oh" Saut gadis itu singkat

Jordan menggelengkan kepalanya sejeank sebelum kembali menenggak minumannya "Lu deket banget ya sama om lu?" Tanya pria itu setelah menenggak minumannya untuk ke sekian kalinya

Teresa tertawa meremehkan tanpa memandang ke arah Jordan, gadis itu tidak menyahut dengan kata-kata

"Lu tau? Hidup gue horror banget" Tukas Teresa di tengah-tengah keheningan mereka

Jordan menggeleng menaruh simpati pada gadis itu

Teresa menatap Jordan tepat pada mata lelaki itu "Gue ketemu ketos sialan di tengah pesta malem minggu" Tukasnya seketika membuat kecut wajah Jordan

Lelaki itu membuang padangannya kearah lain dan meneguk kembali minumannya dengan rakus, sementara Teresa menikmati momen kemenangannya dengan tertawa lepas

"Btw, nyokap lu cantik banget tadi, sekilas mirip sama nyokap gue" Tukas gadis itu "Eh gak deh, gue emang lagi gila akhir-akhir ini, semua orang yang cantik jadi mirip nyokap gue keliatannya" Sambung gadis itu lagi merenggut minuman yang ada di tangan Jordan dan seketika menenggaknya walah dengan wajah meringis merasakan kepahitan dalam minuman itu

Jordan hanya menyeringai melihat gadi situ dan ekspresi meringisnya setelah menenggak alkoholnya dan kembali merebut botol itu dari tangan Teresa

"Gue gak pernah liat nyokap lu jadi gue gak bisa approv kemiripannya" Tukas lelaki itu menjauhkan alkoholnya dari jangkauan Teresa

"Lu gak akan pernah liat nyokap gue, kalo batu nisannya mungkin bisa" Tukas Teresa lagi

Lelaki itu menghembuskan nafas berat "Semuanya bakal baik-baik aja kok Ter" Tukas Jordan membuat dahi Teresa mengernyit

"Maksud lu?" "Tentang nyokap gue?" Gadis itu tertawa kecil penuh ironi

"Tentang Roy" Saut pria itu kembali menenggak minumannya

Gadis itu terkejut dan kerutan di dahinya semakin dalam "Maksud lu apa?"

Lelaki itu menatap Teresa dengan juga tanda tanya di wajahnya "Bukannya lu udah tau kalo oprasi Roy ada masalah pasca oprasi? Lu sedih banget dan keliatan putus asa gara-gara itu kan?"

Gadis itu pias, ia menggeleng pelan "Tadi gue sedih bukan karena itu, gue putus asa karena nyasar" Dan tanpa tertahan setetes air mata mengalir dari kedua bola mata gadis itu "Lu tau dari mana? Lu siapanya Roy?" Tanya gadis itu dengan isakan tertahan bercampur geraman

Jordan kembali menenggak minumannya dengan rakus dan memejamkan matanya setelah itu

Dengan berat hati pria itu mengakui hal yang cukup ditutupi dirinya maupun Roy "Roy temen gue" Tukas pria itu singkat

"Roy gak punya temen" Tukas gadis itu menolak perkataan Jordan

Jordan mengangguk "Ya, Roy emang gak punya temen di sekolah, tapi seperti yang lu liat" Jordan mengangkat botol minumannya yang tinggal seperempat "Gue sama dia temenan di kehidupan luar sekolah"

Gadis itu memejamkan matanya mencoba menerima dan menyerap segala fakta yang baru saja terungkap

"Kenapa lu gak ada saat dia kecelakaan" Tukas gadis itu tercekat "Kenapa kalian gak pernah bilang sama gue?" "Kenapa lu sama Roy ngenggap gue orang bodoh di sini? Kenapa cuma gue yang gak tau apa-apa?"

Teresa turun ke kepala pick up dan menyandarkan tubuhnya pada kepala pick up itu, Jordan melompat turun untuk mengambil botol lain alkoholnya dan ikut bersandar di samping Teresa "Gue ada di sana, saat Roy kecelakaan, gue kesana di saat lu udah balik, dan selalu begitu" "Roy minta gue untuk keep semuanya di luar lingkungan sekolah dia mau kehiduoan sekolah kayak biasa aja, dia tetep jadi antagonisnya dan gue jadi protagonis pahlawan osis tanpa ada yang tau segala kehidupan gue di luar sekolah, gue setuju, gak ada yang dirugiin dan termasuk di dalamnya lu" Pria itu kembali menenggak minuman di botol barunya kemudian terkekeh "Cowo lu emang aneh, dia mau gue back up lu di sekolah menyangkut akademik dan disiplin tanpa orang lain tau, termasuk lu" "Lu sadar gak sih selama ini gue gak pernah rese sama lu meskipun lu kabur-kaburan mulu dari panggilan guru disiplin sama osis?"

Entah sudah berapa botol minuman yang ditenggak oleh lelaki itu, wajahnya mulai memerah, lelaki itu mulai mabuk

Jordan kembali terkekeh "Lu inget ga waktu Roy kena damprat abis-abisan sama guru disiplin gara-gara ketauan bawa wiski di tasnya?" Lelaki itu menatap botol minumannya dan kembali menenggaknya kemudian terkekeh lagi "Itu sebenernya punya gue" Lelaki itu terus berbicara dan dapat Teresa lihat matanya berkaca-kaca "BAANGSAT!" Teriak lelaki itu "Kenapa hidupnya si Roy sial mulu sih" Runtuknya

Teresa kembali merebut alkohol dari tangan Jordan dan menenggaknya sekaligus tanpa peduli rasa terbakar pada tenggorokannya yang perlahan merambati tubuhnya "Emang, dunia ini ANJING!" Teriak Teresa mengumpat bersama Jordan

Jordan Tersenyum menatap Teresa "Roy bener, lu bakal suka pemandangan ini dan Roy sekali lagi bener, lu gadis yang perfect"

Teresa ikut tersenyum dengan kening yang sedikit berkerut "Lu sama Roy suka ke sini?"

Jordan menggangguk "Dia pasti bahas lu"

Teresa membuang pandangannya kembali menatap langit mereka menenggak bergantian minuman itu dan tertawa-tawa gila yang sesungguhnya tidak mereka pahami apa yang mereka tertawakan kemudian gadis itu terlelap di bahu Jordan yang kemudian merangkul gadis itu dan menyusulnya ke alam mimpi yang dipengaruhi alkohol dibawah taburan bintang yang dihembusi angin malam