webnovel

To Be Young and Broke

Teresa seorang gadis berusia 18 tahun berusaha membalaskan dendamnya pada seseorang yang amat menyayangi dirinya, ayahnya. Tetapi jalannya tidak mulus, diantara dendam dan ayahnya, Teresa dihadapi oleh seorang teman, sahabat dan mungkin cinta pertamanya, di sisi lain kehidupan bersama Bintang seorang duda berusia 17 tahun lebih tua dari dirinya dengan kondisi sekarat menjanjikan pembalasan dendam yang lebih mudah dan cepat untuk dipilihnya. Apa yang akan terjadi diantara mereka? Pertarungan antara cinta dan dendam, masa muda dan kematangan, kemapanan dan kehancuran.

StrawMarsm · 若者
レビュー数が足りません
26 Chs

16| To Be Young and Broke

Teresa memejamkan matanya, tubuhnya terasa tidak karuan dan kepalanya berdenyut tidak karuan hanya karena segelas wiski, Bintang berbaring di sebelahnya, dan sebelah tangan pria itu mengusap halus kepalanya, tapi gadis mungil itu sama sekali tidak bisa tertidur.

Gadis itu mual dan posisi terbaring miring dengan elusan di kepala dan mengetahui bahwa ia berada ribuan kaki di atas daratan membuat gadis itu merasakan siksaan dunia. Teresa mendudukan dirinya di atas tempat tidur itu, dan tepat pada waktunya, wanita yang diperintahkan Bintang untuk membuat minuman pereda pengar itu datang dengan sebuah baki berisikan segelas air berwarna coklat pudar, Bintang mengambil minuman itu dan memberikannya pada Teresa

Gadis itu meminum minuman itu dengan rakus. Rasanya minuman itu menjadi seperti sebuah ledakan di mulut Teresa akibat sensasi alkohol yang masih berbekas di sana. Keringat mengalir pada pelipis gadis itu setelah ia menyelesaikan minuman itu hingga tandas, gadis itu memberikan gelasnya pada Bintang dan lelaki itu menaruh begitu saja gelas itu di nakas dekat mereka, Teresa malah tidak menyadari bahwa wanita yang mengantarkan minumannya itu telah keluar dari kabin yang ia tempati

"Gue gak bisa tidur" Tukas Teresa "Kepala gue jadi tambah gak karuan" Sambung gadis itu

Teresa tidak melihat ekspresi Bintang, gadis itu sibuk memijat pelipisnya "Ini wiski pertama kamu ya" Tukas Bintang tidak seperti pertanyaan

Gadis itu mengangguk "Dan gak akan jadi yang terakhir" Saut gadis itu

Bintang hanya menghembuskan nafas tidak berniat berdebat. Gadis itu kelihatan sekali tidak dapat menerima alkohol dan yakin sekali bahwa ia akan minum lagi dikemudian hari? Bintang menggelengkan kepalanya tidak habis fikir kandungan alkohol pada wiski yang tadi di minum Teresa tidak tinggi, setidaknya menurut Bintang, dan gadis itu sudah mabuk tidak karuan

Teresa memaksakan dirinya bangkit dari tempat tidur, gadis itu berjalan dengan sempoyongan menuju kursi tempat tadi ia duduk. Gadis itu menyederkan kepalanya pada sandara kursi dan sejenak melemparkan pandang pada langit yang menggelap di sampingnya, gadis itu tidak mengerti apa yang terjadi pada hidupnya belakangan ini, pagi tadi mungkin ia nyaris mati kedinginan, kehujanan dan kelaparan di suatu jurang di sebuah gunung yang ia sendiri tidak tau letak persisnya gunung itu dan sekarang gadis itu juga kembali merasakan sensasi hampir mati di sebuah jet karena segelas wiski

Bintang mengikuti gadis itu di belakangnya ketika gadis itu keluar dari kabin, dirinya selalu siap menangkap tubuh mungil itu kalau-kalau gadis itu terjatuh karena jalannya yang sempoyongan. Lelaki itu juga mengikuti gadis itu duduk di sampingnya "Masih pusing?" Tanyanya pada gadis itu

"Jangan nanya" Saut Teresa sama sekali tidak melihat ke arah Bintang

"Masih lama om?" Malah gadis itu yang bertanya

Bintang melihat jam tangannya "Sebentar lagi" Sautnya

"Pesawat ini langsung ke rumah om atau kemana?" Tanya gadis itu lagi

Bintang menghembuskan nafas dan menatap gadis mungil itu yang juga sedang melihat ke aranya, pria itu menggeleng "Kita langsung ke rumah Mas Evan" Sautnya

Seketika gadis itu terlonjak "Ngapain?" Tanyanya seakan-akan nyeri di kepalanya sudah hilang entah kemana

"Papa kamu berulang kali menelfone saya sebelumnya, dia sangat khawatir terhadap kondisi kamu Teresa, lagi pula akan baik bagi kamu sementara waktu untuk berada di rumah orang tua kamu selagi kamu memulihkan kondisi kamu" Tukas pria itu

Gadis itu menggeleng "Gak mau" Tukasnya "Gue baik-baik aja om, dan lagian di rumah lu juga ada banyak orang, ada Ibu Farida yang bisa temenin gue, ada lu juga, gue gak mau ke rumah bokap" Rajuknya

"Teresa, ini untuk kebaikan kamu, mereka orang tua kamu" Tukas Bintang

Gadis itu menatap Bintang dalam-dalam, matanya berkaca-kaca "Hidup sama lu, mungkin gue gak bahagia" Tukas gadis itu dan membuang padangannya pada langit yang sudah gelap

Bintang menghembuskan nafas, entah mengapa perkataan Teresa seperti belati yang menyayat dadanya "Maaf jika kamu tidak bahagia hidup bersama saya, saya hanya mengusahakan yang terbaik untuk kamu" Tukas Bintang beranjak pergi meninggalkan Teresa

Gadis itu menahan lengan Bintang "Jangan ambil wiski lagi, gue masih mabok belom bisa minum lagi buat jadi penyelamat hati lu" Tukas gadis itu dengan suara serak

Bintang tidak tau harus bereaksi apa kepada gadis yang berada di hadapanya, memegang tangannya dengan tatapan kesal, kecewa dan air mata yang sudah membanjiri wajahnya serta pandangannya yang masih mengarah ke jendela langit hitam tanpa menoleh padanya, gadis itu begitu apa adanya, selalu menyuarakan apa yang ada di kepalanya dan selalu menjungkir balikan hatinya

Jet itu mendarat di halaman belakang rumah keluarga Evan, Teresa dan Bintang disambut oleh Evan dan istrinya di depan pintu jet itu, Evan langsung memegangi putrinya ketika Teresa muncul dibalik pintu itu, berjalan bergandengan dengan Bintang, Evan langsung mengambil alih posisi Bintang dan hanya memedulikan putrinya, Talita dan Bintang hanya memesang senyum geli memandangi tingkah ayah dari istrinya itu

Teresa berjalan dengan setengah terseret dalam dekapan ayahnya, ia sangat tidak menyukai kondisi ini dan diantara mereka semua, Talita dan Bintang hanya mengikuti dirinya dan ayahnya dari belakang meskipun mereka berdua tau betapa Teresa benci berada di posisi itu dan mereka sama sekali tidak berniat untuk mengeluarkan Teresa dari keadaan itu

"Kenapa kamu bau wiski Resa?" Tanya Evan pada anaknya

Teresa hanya diam dengan wajah cemberut sama sekali tidak berminat menjawab

Dari halaman belakang hingga ruang tengah rumah itu terasa jauh sekali bagi Teresa malam itu, Hani yang belum tidur langsung memeluknya ketika gadis kecil itu melihat kedatangan kakaknya, Teresa membalas pelukan gadis kecil dengan piyama merah muda itu dan mengangkatnya dalam gendongannya

"Kakak pulang" Tukasnya dan Teresa mengangguk

"Bobo sama Hani ya" Tukas gadis kecil itu lagi pada Teresa

"Teresa bobo sama Mas Bintang" Tukas Bintang mengintrupsi mereka

Hani memberengut "Kenapa?" Tanya bocah itu dengan polosnya

Teresa juga ikut memberengut pada Bintang "Kita tidur di sini om?" Pertanyaan yang lebih terdengar seperti protes

Bintang hanya mengangguk

Talita mengintrupsi "Hani sayang, Mas Bintang bobo sama Kakak Resa karena mereka sudah menikah" Tukas Talita pada putrinya

Hani semakin cemberut "Kalo gitu Hani juga mau nikah sama Kakak Resa" Tukas gadis kecil itu tidak mau kalah

Talita tersenyum "Gak bisa Hani sayang, Kakak Resa udah punya Mas Bintang" Tukas Talita lagi pada putrinya

Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat "Gak, Kakak Teresa, kakaknya Hani, punya Hani!" Rajuk gadis kecil itu

"Sayang, kalau kamu bobo sama Kakak Resa, Mas Bintang nanti bobo dimana?" Tukas Evan mengalihkan perhatian putri bungsunya

Gadis itu semakin mencebik "Mas Bintang bisa bobo di kamar Hani" Tukas gadis kecil itu begitu bersikukuh untuk dapat tidur dengan kakaknya

Teresa yang awalnya cemberut juga karena akhirnya ia harus kembali lagi ke rumah orang tuanya menjadi tersenyum gemas dengan adik kecilnya "Yaudah Hani bobo sama kakak" Tukas Teresa

"Bintang gimana Resa?" Tanya Talita pada putri sulungnya

Bintang tersenyum entah mengapa "Kita tidur bertiga mba" Tukas Bintang menanggapi Talita

"Teresa kamu sudah gapapa? Masih pusing ga" Tanya Evan pada putri sulungnya memastikan

Gadis itu hanya mengangguk

"Yasudah mas, kita biarkan mereka istirahat dulu saja, mereka pasti lelah" Tukas Talita pada suaminya yang disambut anggukan terpaksa pria itu "Resa, bener kamu gapapa Hani tidur sama kalian?"

Teresa mengangguk

"Hani sayang, bobo sama mama sama papa aja yuk" Tukas Talita membujuk putri bungsunya

Gadis kecil itu menggeleng

"Gapapa, Hani tidur sama Resa" Tukas Teresa pada ibu tirinya

"Yasudah, sini Hani digendong sama mas" Tukas Bintang pada gadis kecil yang menjadi adik iparnya itu, Hani mengangguk dan dengan sekejap ia sudah berada di gendongan Bintang

Teresa memimpin jalan menaiki tangga mendahului orang tuanya untuk menuju ke kamarnya, Bintang dan Hani mengikutinya dari belakang, langkah gadis itu masih sedikit sempoyongan tapi Bintang dengan sigap meraih bahu gadis itu dan merangkulnya dengan satu tangannya sementara yang satu lagi menggendong Hani

Teresa membuka pintu yang ada di hadapannya dan memasuki ruangan itu, Bintang mengikutinya dan menaruh Hani di tempat tidur sementara dirinya mengamati kamar Teresa. Kamar itu cukup luas dengan nuansa pink lembut pada wallpapernya, semuanya tertata rapih dan terkesan girly. Bintang memandang istrinya yang tengah sibuk tertawa dengan adiknya, andai saja gadis itu tidak mengalami kecelakaan semasa kecilnya, gadis itu mungkin merupakan gadis yang bahagia dan mungkin saja Bintang sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk mengenalnya, apalagi menikahinya, pria itu membuang nafasnya dan tersenyum, sedikit banyak ia bersyukur dengan kecelakaan itu, tugasnya sekarang hanyalah membuat gadis itu bahagia.

"Om main sama Hani dulu ya, gue mau ganti baju" Tukas gadis itu melangkah meninggalkan Bintang dan Hani

Bintang mengangguk dan dirinya mulai tenggelam dalam obrolan tentang bermacam-macam hal, mulai dari binatang favorit hingga tokoh kartu yang seumur hidup tidak diketahui Bintang

Awalnya gadis itu hanya berniat untuk mengganti baju, namun ketika dirinya melihat bayangan dirinya di cermin, gadis itu memutuskan bahwa ia perlu mandi. Gadis itu tanpa ragu memutuskan untuk berendam, membiarkan dirinya tenggelam dalam kenyamanan aroma strawberry favoritenya sementara seluruh tubuhnya dimanjakan dengan air hanngat. Mata gadis itu terpejam, tapi fikirannya menerawang pada seseorang, Roy. 'Sedang apa pria itu?' 'Dimana dia sekarang?' 'Gimana kondisinya?' dan seterusnya semuanya tentang satu nama, Roy.

Gadis hanya beredam selama 5 menit, dirinya tidak begitu menikmati kegiatan berendamnya, fikirannya gila memikirkan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan Roy. Gadis itu mengeringkan tubuhnya dan rambutnya, gadis itu memakai gaun tidur putihnya dan membiarkan rambutnya tergerai

Bintang sedang asik mengobrol dengan Hani saat Teresa muncul dengan gaun tidur sutra putihnya yang hanya menutupi setengah pahanya, dengan belahan dada yang rendah, rambut gadis itu tergerai dan aroma strawberry menguar dari tubuhnya, Bintang meruntuk dalam hatinya dan menundukan padangannya

"Kakak cantik" Tukas Hani memerhatikan kakaknya

Teresa tersenyum "Ini hadiah yang Hani kasih ke kaka" Tukas Teresa pada adik kecilnya

Gadis kecil itu mengangguk "Iya, tapi mama yang beli, waktu kakak gak ikut jalan-jalan ke luar negeri tahun lalu"

"Hani inget?" Teresa merasa takjub, tahun lalu adiknya baru berumur 4 tahun, masih sangat kecil

Gadis kecil itu kembali mengangguk "Hani inget semuanya"

Teresa mengelus kepala Hani sebelum pandangannya beralih pada Bintang "Om, udah minum obat?" Tanya gadis itu dengan raut wajah khawatir

Lelaki itu menggeleng benar-benar melupakan semua obat-obatannya

Wajah Teresa semakin khawatir "Om bawa obatnya?"

Dan laki-laki itu menggeleng lagi, ia begitu saja melompat ke pesawat untuk menemui Teresa tanpa teringat sedikitpun untuk membawa obat-obatannya

Begitu saja gadis itu melangkah untuk keluar dari kamarnya sebelum Bintang menahan sebelah tangannya "Kamu mau kemana?" Tanya lelaki itu

"Beli obat untuk omlah" Sautnya dengan kesal dan berusaha melepaskan tangan Bintang sambil meraih dompetnya di atas nakas

Bintang memandang gadis itu sebentar sebelum mengalihkan pangdangannya ke arah lain sambil tetap sebelah tangannyan menahan tangan Teresa "Ganti baju kamu" Tukas lelaki itu

Gadis itu mendengus "Om, gue buru-buru" Tukas gadis itu menatap Bintang

"Ganti baju kamu" Ulang lelaki itu

Gadis itu jengah dengan sosok pria di hadapannya, Hani hanya diam saja menyaksikan mereka berdua "Om, plis" Tukas gadis itu

Bintang kembali menoleh pada gadis itu "Teresa kamu cantik" Tukas lelaki itu sungguh-sungguh

Teresa menyeringai kesal "Om, jangan bercanda" Tukas gadis itu

Bintang menatap gadis itu dan begitu saja mendekapnya dalam dekapan lelaki itu " Saya gak bercanda, kamu cantik sekali dan saya tidak mau semua orang menatap kamu seperti saya" Tukas Bintang di puncak kepala gadis itu

Teresa tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Bintang, gadis itu berontak dari dekapan Bintang dan begitu saja melangkah meninggalkan Bintang dan mengganti pakaiannya dengan celana jeans dan sweater panjang, Bintang tersenyum ketika melihat istrinya menuruti perkataannya dan mendahului gadis itu keluar dari kamarnya dengan Hani di gendongannya

"Om mau kemana?" Tanya gadis itu kebingungan

"Anterin kamu" Saut lelaki itu

"Gue bisa sendiri om" Tukas gadis itu

"Saya anterin kamu" Bintang mengulang pernyataannya

"Gue gak ada mobil om, gue naik ojek" Tukas gadis itu lagi

"Saya pinjem mobil Mas Evan" Tukas lelaki itu kemudian merangkul Teresa dengan sebelah tangannya dan Hani di gendong di tangan yang lainnya seperti saat mereka memasuki kamar itu

Bintang meminjam mobil pada Evan dan menolak untuk diantar oleh sopirnya, Bintang memilih membawa sendiri mobil itu dengan Teresa dan Hani yang ikut mereka. Bintang mengemudikan mobil itu menuju rumah sakit karena obat Bintang tidak dijual di sembarang tempat

"Om gapapa? Sakit ga om?" Tanya Teresa yang duduk di samping Bintang dengan Hani di pangkuannya

Bintang menggeleng dan tersenyum "Saya baik-baik aja Teresa, gak minum obat sehari gapapa untuk saya, sudah sering saya melupakan obat-obatan saya" Tukas lelaki itu santai

Mendengar perkataan lelaki itu, Teresa mengalihkan pandangannya ke arah jalanan yang ramai, gadis itu memeluk Hani lebih erat dan mencium puncak kepala adiknya itu "Om, lu janji sama gue lu bakal tetet hidup, lu janji sama gue untuk jalanin semua pengobatan lu"

Bintang menyadari kesalahannya berucap dan membuat khawatir gadis itu "Saya tidak akan mengingkarinya Teresa"

Teresa tidak menjawab, ia menyibukan dirinya amelihat ke jalanan

Ada keheningan yang antara Bintang dan Teresa sebelum Hani memecahkannya

"Kak" Tukas gadis kecil itu

Teresa menoleh ke arah gadis itu "Apa sayang?" Tanggap Teresa

"Kenapa kakak panggil Mas Bintang om?" Tanya gadis kecil itu "Kenapa kakak bilangnya gue lu ke Mas Bintang? Hani dimarahin sama mama kalo panggil gue lu" Tukas gadis kecil itu

Bintang terkekeh di balik kemudinya

"Karena Om Bintang adalah omnya kakak" Tukas Teresa mengarang jawaban kreatifnya

"Kenapa? Kalau kakak nikah sama Mas Bintang, Mas Bintang jadi omnya kakak?" Gadis kecil itu kembali menggali rasa penasarannya "Mama sama papa menikah, tapi mama gak panggil papa om, mama panggil papa mas. Hani gak nikah sama Mas Bintang, tapi Hani panggil Mas Bintang Mas" "Atau, Mas Bintang itu omnya Hani? Hani panggil Mas Bintang om?" Seluruh pertanyaan gadis itu membuat Teresa bingung

Teresa menoleh ke arah Bintang dan lelaki itu dengan sengaja mengabaikannya

Teresa memasang cengirannya pada Hani "Yaudah, gimana kalo kakak panggil Om Bintang paman?"

Sedetik kemudian Teresa memeluk Hani sekuat tenaga karena mobil itu berhenti mendadak dan mereka nyaris tejungkal

"Kenapa sih om?" Protes Teresa pada Bintang

Pria itu menatapnya dengan tidak percaya "Teresa, sudah cukup aneh bagi saya dipanggil om oleh istri saya sendiri. Saya tidak bisa membayangkan akan dipanggil paman oleh kamu" Tukas pria itu langsung pada poinnya

Teresa mengalihkan pandanganya dan diam-diam tersenyum geli "Trus om maunya dipangil om?" Tanya gadis itu lagi dengan padangan masih ke arah lain

Bintang meminggirkan mobilnya dan menatap istrinya "Teresa gak ada suami manapun yang mau dipanggil om oleh istrinya sendiri" Tukas pria itu

Gadis itu menoleh "Om mau dipanggil apa?" Tanya Teresa lagi

"Panggil mas aja" Tukas lelaki itu lagi sambil menjalankan kembali mobilnya

Teresa tersenyum jahil "Iya sayang"

Dan sedetik kemudian gadis itu kembali memeluk Hani dengan sekuat tenaga karena mobil itu lagi-lagi berhenti mendadak

"Kenapa lagi om?" Sentak Teresa

Bintang menoleh dengan tatapan terkejut pada Teresa "Teresa, kamu panggil saya apa?" Tanya lelaki itu

"Mas" Saut gadis itu menghindari tatapan Bintang

"Saya serius" Tukas lelaki itu

"Iya Mas Bintang" Saut Teresa

"Bukan yang itu"

"Yang mana? Mas mau dipanggil paman?" Teresa tidak berniat menuruti permintaan Bintang, gadis itu kembali menggoda pria di sampingnya

Pria itu menghembuskan nafas dan kembali menjalankan mobilnya

"Aku panggil kamu sayang" Tukas Teresa ketika mobil mereka mulai melaju

Gadis itu sudah bersiap untuk mendekap Hani lagi kalau-kalau mobilnya kembali berhenti mendadak, di luar prediksinya, Bintang tidak berhenti mendadak, lelaki itu tetap menjalankan mobilnya tapi dengan pelan, sebelah tangannya mengusap kepala Teresa

"Saya dengar" Tukas pria itu dengan senyuman dan meraih kepala Teresa untuk mendekat kearahnya dan mencium kenih gadis itu kemudian puncak kepala Hani secara bergantian

"Makasih sayang" Tukas Bintang sambil sebelah tangannya mengelus kepala Hani

Teresa tersenyum melihat perlakuan Bintang pada adiknya, sekilas pria itu menoleh kembali pada Teresa dan tersenyum "Makasih sayang" Tukas pria itu lagi dan kemudian mengelus kembali puncak kepala Teresa

Entah apa yang terjadi pada tubuhnya, Teresa merasakan kupu-kupu yang beterbangan di perutnya saat Bintang bersikap sangat manis saat ini menurutnya tapi kemudian kupu-kupu itu berumah menjadi sebuah ledakan di perutnya, gadis itu kembali teringat Roy

Teresa dan Bintang menunggu agak lama di rumah sakit itu, obat yang dibuat untuk Bintang harus melalui beberapa jalur untuk diperoleh, diperjalan keluar dari rumah sakit itu seseorang tidak sengaja berpapasan dengan Bintang, wanita itu kemudian memeluk Bintang, wanita itu menyapa Bintang dan jelas sekali Bintang juga tidak mengenali siapa wanita itu, sadar dengan kebingungan Bintang, wanita itu memperkenalkan dirinya

"Aku Jena" Tukas wanita itu, mungkin beberapa tahun lebih tua dari Teresa

Bintang berfikir sesaat dan kemudian tersenyum senang "Kapan kamu balik ke Indonesia?" Tanya Bintang pada wanita itu

"Malem ini" Tukasnya "Aku ke sini mau kasih surprise ke Bang Julius" "Udah ketemu sama Bang Julius?"

Bintang menggeleng "Gak, saya gak hubungin dia, saya cuma ambil obat aja disini" Tukas Bintang

Jena melirik ke arah Teresa yang kemudian Teresa tersenyum pada gadis itu, Hani sudah tertidur di gendongannya

"Ini Teresa Jen, dan Teresa, Ini Jena adiknya dokter Julius" Tukas Bintang memperkenalkan istrinya dengan adik sahabatnya

Jena menjulurkan tanganya pada Teresa, Bintang mengambil alih Hani dari gendongan Teresa dan Teresa menerima jabat tangan perempuan dihadapannya dengan seulas senyum "Teresa" Tukasnya

"Jena" Balas Perempuan itu

Perempuan itu kembali menatap Bintang "Bang Bintang kayaknya gak punya adek deh" Tukas perempuan itu penuh selidik pada Bintang

Bintang tersenyum "Ini istri saya" Tukasnya dan langsung di sambut teriakan heboh kebahagiaan Jena, perempuan itu begitu saja memeluk Teresa

"Oh my God" Tukas Jena "Kenapa abang gak kabarin aku?" Sambung perempuan itu yang hanya dibalas senyuman dari Bintang

Kemudian perhatian Jena teralih pada anak perempuan yang ada di dalam gendongan Bintang "Ini pasti anak abang ya?" Tukas Jena tidak kalah heboh

"Bukan, ini adik ipar saya, adiknya Teresa" Saut Bintang

Raut kecewa jelas tidak dapat di sembunyikan oleh Jena "Hmm, Semoga kalian cepet punya baby kalian sendiri ya" Tukas gadis itu kemudian pamit untuk memasuki rumah sakit dan menemui abangnya

"Itu Jena adiknya Julius yang sekolah di Inggris,, dia sedang menempuh gelar doktornya di sana" Tukas Bintang menjelaskan setelah Jena tidak terlihat lagi

Teresa hanya mengangguk dan mereka berjalan menuju mobil

Teresa kembali memangku Hani yang tertidur dan Bintang mengendarai mobil itu dengan tatapannya mengawasi Hani dan Teresa yang berada di sampingnya, fikirannya mulai terpengaruh oleh perkataan Jena, mungkin akan lebih baik jika ia memiliki babynya sendiri, melihat Teresa dan Hani adalah suatu kebahagian yang sebelumnya belum pernah Bintang rasakan

"Mas mau punya anak?" Pertanyaan bodoh Teresa yang terpangaruh perkataan Jena

Bintang menoleh pada Teresa, pria itu menepikan mobilnya dan meraih gadis itu dalam rengkuhanya, menciumi puncak kepalanya, seolah gadis itu mampu membaca fikirannya "Lebih dari apapun dan itu dengan kamu" Tukas lelaki itu menikmati aroma tubuh Teresa sambil memejamkan kedua matanya