"Ternyata, emang bener-bener aneh," kata Ananda sambil melamun.
"Hn? Siapa Nan?" tanya Yona sambil clingak-clinguk. Mereka sedang berada di cafetaria menunggu jam kuliah selanjutnya.
"Si alien," ujar Ananda lagi. Yona langsung tersedak lemon tea-nya.
"Apalagi sekarang?" tanyanya, tertarik.
"Orangnya nggak jelas. Kadang baik, kadang aneh. Nggak bisa ditebak," cerita Ananda lagi. Yona mengangguk-angguk.
"Aku jadi pengen liat, deh," kata Yona, tampak benar-benar penasaran. "Pulang ntar Aku main ke kost-an Kamu, ya? Udah lama juga nggak ke sana."
"Terserah," kata Ananda tak begitu mendengarkan, sementara Yona sudah bersorak girang.
Ananda men-starter motor birunya, sementara Yona naik untuk dibonceng. Begitu Ananda keluar dari parkiran, ia mengerem mendadak. Kepala Yona sampai terantuk helm Ananda.
"Aduhh Sakiittt... Ada Apa?!" serunya, tetapi Ananda tak menjawab. Mata bulat-nya menangkap sesosok cowok berambut hitam pekat jangkung dengan sweter abu-abu dan headphone besar melingkar di lehernya, yang sedang berdiri membelakangi Ananda di depan gerbang kampus.
Rava sedang menyalakan iPod-nya, lalu setelah lagu terdengar, dia memasang headphone ke telinganya. Dia kemudian berbalik dan mendapati Ananda sedang menatapnya. Selama beberapa saat, mereka saling tatap sampai akhirnya Rava mengalihkan arah pandangnya. Rava sama sekali tak tahu kalau Ananda kuliah di kampus ini, Fakultas Ekonomi.
Ananda menjalankan motornya sampai ke dekat Rava, lalu berhenti. Yona yang tadinya sibuk memanggil Ananda, terdiam saat melihat sosok Rava. Dia menyadari bahwa itulah alien keren yang selama ini tinggal di sebelah Ananda. Yona sampai lupa bernapas saking senangnya.
"Ngapain Kamu di sini?" tanya Ananda bingung. Rava berusaha untuk tidak menatap Ananda. Dia sama sekali tak punya jawabannya. "Lagi nunggu seseorang?"
"hn, begitulah," jawab Rava akhirnya.
"Siapa?" tanya Yona, membuat Rava mengernyit.
"Oh, dia Yonanda Revalia Winata, temen Aku," kata Ananda, membuat Rava mengangguk-angguk, sementara Yona nyengir lebar, mencoba tebar pesona. "Jadi, lagi nunggu siapa?" tanya Ananda lagi.
"Bukan urusan Kamu," kata Rava dingin, membuat Ananda tertegun dan cengiran Yona lenyap.
"Oh," ujar Ananda setelah beberapa saat. "Kalau gitu, Aku duluan."
Rava mengangguk tanpa menatap Ananda. Ananda menancap gas dan meluncur ke jalan dengan pikiran kosong.
"Ananda Claudia Ravelynnn!" seru Yona emosi membuat Ananda kaget sehingga motornya oleng.
"Apaan, sih?" Ananda balas berseru setelah motornya kembali seimbang.
"Aku nggak setuju kalau Kamu sama alien itu! Sok banget!" seru Yona membuat Ananda terdiam.
"Bukannya kemarin-kemarin Kamu bilang kalau dia itu cool? Lagian siapa bilang Aku mau sama dia," ujar Ananda sementara Yona masih terus mengoceh.
Ananda tidak mendengarkan sisa kata-kata Yona karena sibuk memikirkan alasan Rava ada di kampusnya.
Ananda menatap kosong layar komputernya. Sudah sejak dua jam lalu dia melakukan hal itu. Ananda masih teringat dengan kejadian tadi siang, saat Rava ada di kampusnya dan sedang menunggu seseorang. Bahkan, Rava tidak mau menatapnya sama sekali dan kembali bersikap seperti pertama kali dia datang ke sini.
Ananda akhirnya berbaring. Dia tidak merasa melakukan kesalahan apapun, jadi apa yang membuat Rava bersikap seperti itu padanya?
Ananda memutuskan membuat cokelat panas untuk menenangkan pikirannya. Rava benar, alasan dia datang ke sini memang bukan urusan Ananda. Ananda menghela napas sambil membuka pintu kamarnya. Saat melewati kamar Rava, dia melirik sedikit, dan tampaknya cowok itu tidak ada di dalam. Ananda membuang muka, lalu berderap ke dapur. Dia tak mau tahu lagi soal cowok aneh itu.
Rava menatap langit yang penuh bintang di atasnya. Hari ini, dia kembali pulang dengan tangan kosong. Namun, bukan itu yang memenuhi pikirannya sekarang. Dia sama sekali tidak tahu kalau kampus yang tadi didatanginya adalah kampus Ananda. Kalau saja dia tahu, dia akan lebih hati-hati supaya tidak begitu terlihat.
Rava menghela napas berat. Kenapa, sih, "orang itu" begitu susah dicari? Kalau sudah ketemu, Rava akan segera pergi dari tempat ini dan tak akan berurusan lagi dengan orang-orang di kost ini.
Baru saja Rava mengingat kejadian tadi siang, subjek yang dipikirkannya muncul dari pintu dengan membawa mug yang mengepul. Wajahnya tampak kaget.
Ananda menatap Rava yang juga menatapnya, perempuan itu bermaksud untuk pergi lagi. Ananda tidak tahu kalau Rava ada di sini. Tahu begitu, Ananda tidak akan naik ke atap.
"Mana buat ku?" tanya Rava membuat Ananda tak jadi turun. Dia berbalik dan menatap Rava bingung.
"Eh?"
"Itu," kata Rava sambil mengedikkan kepalanya ke arah mug yang dipegang Ananda. "Mana buat ku?"
"Ih, bikin sendiri sana," kata Ananda cepat, dia bingung pada sikap Rava yang sudah berubah lagi.
Rava kembali menatap langit dan menutup matanya. Ananda menatapnya ragu, lalu mendekati cowok itu dan duduk di sebelahnya. Angin semilir bertiup, menggerakkan poni Ananda ke sana ke mari.
"Aku tau, apa pun yang terjadi sama Kamu, itu bukan urusan Aku," kata Ananda memulai pembicaraan, membuat mata Elangnya Rava terbuka. "Tapi, bisa nggak kita ngobrol apa pun selain itu, kayak misalnya, apa yang lagi Kamu baca, udah nonton Fade to Black apa belum..."
Sudut bibir Rava terangkat, dia melihat punggung Ananda yang tampak kecil. Kepala cewek itu menggeleng-geleng, seolah merasa salah bicara.
"Jadi, udah nonton Fade to Black belum?" tanya Rava membuat Ananda menoleh dan menatapnya tak percaya. Rava memejamkan matanya lagi.
"Belum. Kamu?" tanya Ananda balik.
"Nggak sempet," jawab Rava membuat Ananda mengangguk-angguk.
"Hm... di sini lagi diputer, lho. Nonton, yuk?" Ajakan Ananda membuat mata Rava terbuka lagi. Tahu-tahu, Ananda menoleh, panik. "Eh, Tidaakkk! Bukannya Aku mau ngajak Kamu date atau gimana! Cuma nggak sengaja!"
Rava tersenyum kecil, dia duduk dan menyalakan rokoknya. Ananda memerhatikan kepulan-kepulan asap yang dibuat Rava.
"Ng... cewek Kamu ada di kampus Aku, ya?" tanya Ananda tiba-tiba, membuat Rava mentapnya heran. "Tadi di kampus, Kamu lagi nungguin cewek Kamu, ya?"
Rava mengernyit, seolah tak suka pada kata-kata Ananda.
"Oke, oke, bukan urusan Aku, Aku ngerti," kata Ananda cepat. "Maafff."
Rava menatap atap-atap rumah di depannya kosong. Sejenak, tak ada yang bicara di antara mereka.
"Oke, gini aja," kata Ananda kemudian. "Berhubung kehidupan Kamu top secret banget, Aku aja yang cerita. Gimana?"
Rava menatap Ananda, tak mengerti.
"Jadi, Aku lahir tanggal 09 Juli di Yogyakarta," kata Ananda, membuat Rava terkekeh. "Ibu ku orang Palembang, Ayah ku orang Yogyakarta. Aku cuma sampai SMP di Palembang, terus waktu SMA Aku pindah ke Yogyakarta..."
Rava tak berusaha menghentikan cerita Ananda. Dia hanya mendengarkan dan tak sekalipun menyela.
"Wah, hujan," kata Ananda begitu keluar dari kamarnya.
Musim memang sudah berganti. Mulai sekarang, hujan akan terus membasahi kota Yogyakarta dan Ananda sebal karena dia tak suka naik motor menggunakan jas hujan.