webnovel

32

Aku tidak lagi memasuki SMP-ku yang dulu. Nilai sempurna pada hasil Ebtanasku membawa diriku memasuki SMP berperingkat satu di Bandung.

Tidak ada lagi Rendy dan Alex yang dulunya kembali satu sekolah denganku saat SMP. Tidak ada lagi si badung Petet yang juga pernah menjadi mimpi burukku.

Jalan hidupku kini benar-benar berbeda.

Pesawat B-250 telah diproduksi secara massal dan laku sangat keras di seluruh dunia. Hingga saat ini sudah tiga puluh unit terjual, dengan harga 100 juta USD setiap pesawatnya, aku dan Papa berhak mendapatkan royalty dua juta USD untuk setiap pesawat yang terjual.

Di masa depan, sejumlah pesawat seperti ATR contohnya, bisa jadi tidak akan pernah diproduksi. Semua pasar pesawat komuter akan kalah oleh B-250. Pada saat ini saja, sudah sebagian besar negara di dunia memesan B-250.

Kesuksesan B-250 membuatku dengan mudah meloloskan desain dan rancangan sistem pesawat berikutnya. Yaitu pesawat dengan kapasitas 130 penumpang yang kuberi nama B-2130. Pesawat ini merupakan pesawat yang akan menjadi saingan Airbus.

Selama dua tahun terakhir ini aku merancang B-2130. Pesawat ini, di kehidupanku sebelumnya, tidak pernah mencapai terbang perdana. Ia dihentikan setelah berhasil selesai dalam tahap desain. Pesawat 130 penumpang ini tidak seberuntung pesawat lima puluh penumpang pendahulunya, yang sempat diterbangkan.

Di siklus kehidupanku sebelumnya, aku sempat mengumpulkan desain pesawat 130 penumpang yang terserak di kantornya. Kantor pengembangan pesawat 130 penumpang ini telah bertahun-tahun tidak ada yang menempati.

Gambar-gambar desain yang ada kukumpulkan dan kureka ulang di kantorku, seperti halnya pesawat lima puluh penumpang. Itulah sebabnya aku begitu hapal dengan desain mereka.

Desain rancangan yang tentu saja masih kugunakan nama Papa untuk mempresentasikannya, dengan mudah diterima oleh pihak Boeing. Portofolio B-250 sangat berguna untuk menaikkan nama kami.

Dana untuk pengembangan pesawat pun lebih cepat dikucurkan oleh pemerintah Amerika Serikat, sehingga pada tahun 1997 ini, proses pengembangan telah dimulai.

Pembuatan bagian-bagian pesawat secara detail dapat dilakukan selama tiga bulan, sebelum disatukan melalui proses yang dinamakan assembly untuk menjadikannya satu pesawat penuh.

Sejak pengembangan B-250, harus kuakui bahwa kinerja orang Amerika memang sangat efisien dan menghargai waktu. Pengembangan pesawat model yang semula kupikir akan memakan waktu bertahun-tahun, ternyata selesai kurang dari satu tahun. Mereka sangat mengerti untuk meminimalisir waktu yang terbuang.

Meskipun memang mereka sangat terbantu oleh desainku yang tanpa cela. Betapa tidak, desain yang kupakai adalah desain yang telah berhasil terbang.

Menjelang akhir 1997, saat yang sebagian dari diriku mengharapkan tidak benar-benar terjadi. Nilai rupiah terus terpuruk, hingga titik paling rendah. Bulan demi bulan berlalu dengan mencekam. Bukan hanya mereka, orang-orang yang hidup di masa sebenarnya. Bahkan aku yang tahu apa yang terjadi sekalipun merasa was-was.

Tarif listrik dan telepon naik drastis. Pengguna internet juga menurun karena mahalnya tarif telepon tersebut. Pada masa ini alat tercanggih komunikasi adalah pager.

Telepon seluler hanya dimiliki kalangan atas. Pemuda-pemuda yang bermaksud melakukan pendekatan (pedekate) kepada pujaan hatinya tentu mengalami kesulitan. Tarif warung telepon yang ikut naik tentu berpengaruh besar pada uang jajan yang harus mereka sisihkan demi menelepon sang pujaan.

Betapa tidak, ini adalah masa-masa ketika proses "pedekate" selain harus bermodal pulsa telepon, juga keberanian mengambil risiko. Risiko bahwa yang akan mengangkat telepon rumah sang pujaan adalah Bapaknya.

Beruntung aku hidup di Bandung. Entah bagaimana rasanya hidup di Jakarta. Di siklus kehidupan pertamaku, aku sama sekali belum mengerti tentang apa yang terjadi.

Krisis yang dimulai di Thailand akibat ulah George Soros telah menghancurkan negeri ini. Pemerintah Orde Baru tidak bisa berbuat banyak. Uang lima ribu rupiah yang semula cukup untuk makan tiga kali bagi beberapa kalangan, kini untuk membeli sebungkus rokok pun tidak cukup.

Penimbunan dalam skala kecil maupun skala besar terjadi. Skala kecil, dilakukan oleh kalangan menengah yang memborong sebanyak mungkin barang dari supermarket. Betapa tidak, harga barang di toko-toko bisa naik dua kali lipat hanya dalam waktu kurang dari sepekan. Pihak supermarket menyiasatinya dengan membatasi jumlah pembelian untuk setiap orang, misalnya untuk sabun batangan dibatasi hanya dua buah yang boleh dibeli.

Sementara itu, penimbunan skala besar tidak bisa dihindarkan. Pengusaha-pengusaha membeli barang dalam satuan ton dan menimbunnya di gudang mereka. Aparat berusaha menangkap oknum-oknum ini, tapi jumlah mereka terlalu banyak. Di samping itu, mereka sangat lihai dalam menyembunyikan diri.

Pedagang bakso tahu tidak lagi menyediakan telur rebus. Harga satu kilonya saja sudah mencapai enam ribu rupiah, sehingga mereka tidak tahu harus menjual berapa untuk sebutir telur rebus.

Rakyat semakin dituntut mengencangkan ikat pinggang. Beredar lelucon bahwa setiap hari masyarakat kini makan dengan lauk impor. Betapa tidak, kedelai pun harus diimpor sehingga tempe menjadi tergolong ke dalam lauk impor.

Sedikit-banyak keadaan ini membangkitkan kreatifitas masyarakat.

Harga minyak goreng yang membubung tinggi membuat mereka berinisiatif menghasilkan minyak goreng sendiri. Kelapa dikupas, memeras santan, lalu bagian permukaan santan yang dimasak dan menjadi kecoklatan itulah minyak goreng.

Istilah "dirumahkan" menjadi populer di antara para pekerja. Mereka yang dianggap tidak dibutuhkan untuk sementara diperintahkan menunggu di rumah sampai mendapat kabar yang tidak jelas kapan, tentu saja tanpa mendapat gaji. Sementara mereka yang beruntung masih bisa masuk kantor sekalipun, kebanyakan menganggur selama jam kerja, karena pekerjaan yang semakin jarang.

Keadaan ini berlangsung hampir satu tahun, sehingga mendorong mahasiswa untuk bergerak. Unjuk rasa meledak di kampus-kampus. Teriakan "REFORMASI" menggelegar di mana-mana. Sementara kebanyakan rakyat tidak mengerti arti istilah reformasi. Yang mereka pahami adalah reformasi berarti menuntut Presiden Soeharto untuk turun. Tidak salah, karena setiap unjuk rasa selalu melibatkan tuntutan seperti "SOEHARTO TURUN!"

Pada bulan Januari 1998, pesawat prototipe B-2130 telah terbang perdana di langit Seattle, seperti pendahulunya, B-250.

Nama Papa pun semakin terkenal karena kesuksesannya. Hal ini menimbulkan akibat yang sangat tidak kuduga sebelumnya.

Pada suatu malam, rumah kami didatangi sejumlah orang. Yang kuingat adalah hanya tiga orang yang masuk ke ruangan tamu. Sementara sejumlah orang lain menunggu di luar. Mereka menggunakan beberapa mobil.

"Bapak Praditya, Bapak yang mendesain pesawat B-250 dan B-2130?" tanya salah satu dari mereka.

"Betul, apakah ada masalah, Pak?"

Orang-orang itu berpandangan.

"Bapak tahu bahwa negara kita juga memiliki industri pesawat terbang?" tanya orang yang tadi bertanya, sepertinya dia adalah juru bicara mereka.

"Betul Pak, saya mengetahuinya,"

"Lalu mengapa Bapak malah menjual karya Bapak kepada pihak asing?"

Papa terdiam.

"Bapak seharusnya lebih berpartisipasi dalam pembangunan negeri ini!"

Papa terlihat hendak menjawab, namun kupegang lengannya. Kugelengkan kepala sebagai isyarat agar ia tidak melawan.

"Pertimbangkan ini sebagai peringatan, Pak. Tolong ke depannya Bapak tidak lagi menjual karya Bapak kepada pihak asing. Bapak bisa dituduh pengkhianat negara," lanjutnya lagi.

Papa mengikuti isyaratku untuk tetap diam.

"Saya harap kita saling pengertian, Pak," lanjut orang tersebut.

Papa mengiyakan.

Orang-orang misterius itu pun berlalu.

Papa tampak terguncang.

"Kenapa jadi begini, ya?" kata Papa.

"Tenang, Pa. Kita nggak perlu takut,"

"Maksudmu bagaimana? Kita baru saja diancam, Ferre!"

"Maksud saya jelas, Pa. Kita nggak perlu pikirkan mereka. Kita tinggalkan mereka,"

"Papa masih belum mengerti,"

"Papa, kita pindah saja ke Amerika!"