webnovel

30

Lima tahun sudah kuulangi kehidupanku. Memasuki tahun 1995, era baru pertelevisian telah dimulai. Yaitu era film tiga dimensi. Film kartun tiga dimensi (3D) berjudul Remy sudah mulai ditayangkan di RCTI.

Kacamata 3D pun dijual di mana-mana.

Ia menjadi tren baru baik bagi konsumen maupun produsen acara televisi. Setiap Minggu pagi, anak-anak memiliki kegemaran menonton Remy menggunakan kacamata 3D. Acara-acara televisi lain seperti Lika Liku Laki-laki, Ada-ada Saja, Gara-gara, dan sebagainya tak lama kemudian ikut terpengaruh tren ini. Mereka juga memproduksi acara dengan format tiga dimensi.

Ini menandai dua tahun terakhirku di sekolah dasar yang telah dimulai. Pada dua tahun ini aku akan kembali bertemu dengan dua wali kelas yang sangat aku hormati.

Bu Lastri dan Bu Yani, dulu aku sangat takut dengan mereka.

Bu Lastri, wali kelas limaku, terkadang beliau bisa sangat humoris. Tapi di waktu lain, ia juga bisa sangat kejam, mengeluarkan kata-kata tajam.

Beberapa kali saat kami masih kelas tiga dan kelas empat, Bu Lastri mampir ke kelas kami. Biasanya saat wali kelas kami absen. Beliau mengisi waktu kosong tersebut dengan melucu. Sejenak kami sangat menyukainya.

Dengan gembira kusambut hari pertama kelas lima. Kupandangi Bu Lastri dengan takjub. Seperti yang telah lalu, aku selalu menjadi juara kelas. Juga tidak berbeda dengan wali kelasku sebelumnya, Bu Lastri juga mengadakan pelajaran tambahan, untuk tambahan pendapatan beliau juga tentunya.

Bedanya adalah beliau menyelenggarakan di rumahnya jika kami masuk siang, dan langsung di kelas sekolah jika kami masuk pagi. Ia membebaskan kami makan dan minum maupun berpakaian.

Aku tidak lagi banyak dimarahi olehnya, malah sering dipuji. Tidak masalah jika kami mengikuti pelajaran tambahan sambil makan siang yang dibekali oleh orangtua masing-masing.

Sepulang dari sekolah, sebagian dari kami membeli permen Jagoan Neon. Permen legendaris yang membuat lidah anak-anak yang memakannya menjadi berwarna. Merupakan kebanggaan saat menunjukkan lidah berwarna mereka masing-masing. Semua merasa memiliki kesaktian seperti Jagoan Neon yang diceritakan di iklan televisi.

Bu Lastri sedang hamil besar saat pertengahan caturwulan kedua.

Saat inilah sebuah tragedi terjadi. Tragedi yang tidak akan pernah kulupakan.

Maraknya hadiah langsung yang diberikan produk-produk makanan ringan Indofood seperti Chiki, Cheetos, dan lainnya membuat anak-anak keranjingan. Sebutlah Cikitos dan yang lebih baru lagi adalah Tazos.

Kepingan-kepingan hadiah langsung bergambar karakter-karakter Looney Tunes itu menjadi koleksi anak-anak, seperti halnya aku di siklus kehidupan pertamaku. Tak jarang kami membeli makanan ringan hanya demi mendapatkan hadiahnya.

Suatu hari, Yudha, si anak yang kurang pandai di kelasku sedang berkejar-kejaran bermain Tazos.

Saat itu jam istirahat, Bu Lastri yang sedang hamil baru menuju kedai penjual kupat tahu untuk makan siang.

Yudha sedang berkejaran dengan Rendy, dan berlari tanpa melihat ke depan. Celakanya, Bu Lastri ada di depannya. Yudha menabrak Bu Lastri hingga Bu Lastri terhuyung, lalu kakinya terperosok ke got hingga beliau jatuh.

Bayi di dalam kandungan Bu Lastri tidak dapat diselamatkan.

Sejak saat itu Yudha menjadi sasaran kebencian teman-teman sekelasku. Bu Lastri pulih satu bulan kemudian. Beliau tidak pernah menyalahkan Yudha, tapi dari tatapan matanya aku tahu bahwa ada bagian dari dirinya yang menyalahkan Yudha.

Setelah itu Yudha semakin murung, prestasinya yang sejak semula memang tidak ada juga semakin hancur. Ia menjadi pecundang yang tinggal kelas, lalu pindah sekolah. Dulu aku juga membencinya dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi kepada Bu Lastri.

Betapa tidak, setelah kejadian itu, Bu Lastri kehilangan watak humorisnya. Ia jadi sering marah-marah tanpa alasan dan mengeluarkan kata-kata kasar.

Kini aku berpeluang mengubahnya.

Aku masih ingat cuaca yang cerah dan terik di suatu pagi bulan Desember 1995. Kepingan-kepingan Tazos beterbangan di mana-mana seperti piring terbang mungil.

Sejumlah anak mengadu Tazos dengan caranya sendiri untuk menentukan pemenangnya. Antara lain melemparnya untuk melihat apakah bagian permukaan yang muncul saat Tazos itu jatuh di lantai adalah bagian dengan gambar karakter Looney Tunes atau bukan. Pemilik Tazos yang jatuh dengan gambar karakter menghadap ke atas menjadi pemenangnya.

Istirahat dimulai pukul sembilan tiga puluh. Bu Lastri masih membereskan buku-buku, sementara anak-anak sudah bermain di luar.

Rendy mulai mengejar Yudha. Aku hanya mengawasi pintu kelas, menanti kapan Bu Lastri akan ke luar.

Sesuai apa yang telah terjadi, beliau muncul pukul sembilan dua puluh, dan mulai berjalan ke penjual kupat tahu.

Ini dia, Yudha mulai berlari kencang ke arah Bu Lastri. Sama seperti sebelumnya, si bodoh itu berlari tanpa melihat ke depan.

Aku ternyata lebih bodoh lagi karena baru terpikir sekarang mengenai apa yang harus kulakukan.

Sial, aku terlalu berkonsentrasi menunggu hari ini tanpa memikirkan apa rencanaku.

Harus kuapakan Yudha???

Ia terus berlari kencang, semakin kencang.

Haruskah kutabrak dia?

Bagaimana jika aku yang terpental dan menghantam Bu Lastri?

Salah-salah aku menjadi orang yang justru mengakibatkan Bu Lastri kehilangan janinnya.

Sial, aku harus berpikir cepat!

Tak ada yang bisa kulakukan selain berteriak...

"AWAS BU LASTRI!!!!"

Seperti gerakan lambat, Yudha menoleh, wajahnya napak terkejut melihat Bu Lastri ada di depannya. Ia berusaha menghentikan langkahnya, namun larinya terlalu cepat. Aku sudah siap menyaksikan tragedi itu, untuk kedua kalinya dalam hidupku.

"BUKKKK!!!" sebuah suara tabrakan sesama tubuh manusia terdengar.

Aku sudah menutup mataku, namun ada yang aneh.

Suara itu bukan suara Yudha menabrak Bu Lastri yang kukenal. Aku tidak ingat pernah mendengar suara tabrakan tersebut.

Ketika kubuka mataku, kudapati pedagang siomay berdiri di antara Yudha dan Bu Lastri. Pedagang siomay yang kuberikan uang untuk modal berdagang beberapa waktu lalu.

Yudha terpental oleh tubuh pedagang siomay, sementara tubuh pedagang siomay tidak bergeser sedikit pun.

Wajah Bu Lastri nampak syok dan pucat.

"Ibu...nggak...apa-apa?" aku menghampirinya.

Bu Lastri mengangguk pelan. Pedagang siomay mengulurkan tangannya, membantu Yudha berdiri. Aku memandangi pedagang siomay dengan heran, walaupun pada akhirnya kuucapkan terima kasih.

Tragedi besar telah berhasil dicegah, tapi bukan sepenuhnya karenaku.

Bu Lastri dan janinnya memang selamat. Ia tidak berubah karakter dan tetap humoris hingga kapan pun aku mengenalnya. Yudha tidak tinggal kelas biarpun prestasinya tetap tidak ada.

Yang kupikirkan adalah pedagang siomay. Bukankah dia juga ada di sana saat siklus kehidupan pertamaku?

Atau tidak?

Aku yakin dia ada, meskipun bukan sebagai pedagang siomay karena aku tidak membantunya. Mungkin berdagang jajanan warung di meja besar luar kelas.

Tapi sekali lagi, aku yakin dia ada di sana.

Lalu apakah karena dia menjadi pedagang siomay, lokasi dagangannya berubah sehingga bisa menyelamatkan Bu Lastri?

Mungkin saja, tapi aku masih tidak yakin. Lokasinya berjualan masih sama dengan meja besar tempat dia seharusnya berdagang jajanan warung.

Lagipula ia terlalu tepat berada di sana. Seolah sudah tahu Yudha akan menabrak Bu Lastri. Aku pun teringat Bu Neneng.

Jangan-jangan...