webnovel

Prolog

DOR!! Suara tembakan memenuhi koridor sekolah lantai 5 yang gelap. Sinar bulan purnama yang masuk melalui jendela-jendela gedung sekolah memberikan siluet pada perabotan sekolah yang membisu.

Terdengar suara langkah kaki dari sepatu pantofel seorang pria berjaket hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya. Tangannya memegang pistol yang tadi ia ditembakkan. Suara sepatu yang menghentak di lantai koridor terdengar semakin cepat. Dia terlihat seperti mengejar sesuatu… atau seseorang.

Benar saja. Tak jauh di depannya memperlihatkan siluet dua orang yang sedang menempel satu sama lain. Seorang pria dengan kemeja biru muda dan celana panjang sedang membopong seorang gadis yang memakai seragam sekolahnya. Gadis itu terlihat lemah. Wajahnya menunjukkan kelelahan yang luar biasa. Tangannya terulur di atas bahu pria tersebut. Nafas mereka berdua terengah-engah.

"Sedikit lagi, Yue…" ujar pria itu pada gadis yang pandangannya sudah mulai kabur dalam gendongannya.

"Sedikit lagi kita sampai di ruang auditorium."

"Sensei, tidak apa-apa. Turunkan aku." Suara gadis itu hanya terdengar seperti gumaman. "Aku hanya akan memperlambat mu."

"Sudah jangan bicara dulu! Nanti lukamu makin terbuka." ujar pria berkacamata tersebut terlihat panik. Kemeja biru mudanya bersimbah darah, tapi bukan darahnya sendiri.

Mereka berdua sama - sama baru saja melihat pemandangan mengerikan beberapa menit lalu.

Teman gadis itu dan juga merupakan murid pria itu baru saja ditembak dengan pria berjaket hitam. Tubuhnya roboh seketika seperti tidak punya tenaga lagi. Jiwa di dalam matanya perlahan-lahan mulai menghilang.

"KENZOOOOO!!!" teriak gadis itu pada temannya yang sudah tidak bernyawa. Teriakan melengking yang penuh dengan kesedihan dan duka. Gadis itu juga terluka, tapi ia tidak lagi merasakan luka di pinggang kanannya. Semuanya mengabur.

Pria yang berkemeja biru muda dan berambut hitam cepak secara reflek langsung meraih gadis itu lalu mengambil langkah seribu.

Ia harus harus lari dari sini!

Ia harus membawa Yue ke tempat aman!

Hanya itu yang ada di dalam kepala Toshihiro Mabuchi atau yang biasa dipanggil Hiro. Padahal pikirannya sudah campur aduk. Salah satu muridnya baru saja kehilangan nyawa karena seorang pria tidak dikenal. Rasa duka yang mendalam tertutupi dengan rasa panik ingin melindungi gadis yang sedang syok di tangannya.

Akhirnya mereka sampai di ruang auditorium. Dengan gerakan cepat, kaki Toshihiro terangkat ke atas dan menendang pintu sampai terbuka lebar. Ia melesat masuk bersama gadis itu dan menurunkannya ke lantai sambil membarikade pintu dengan apapun yang ada.

Yue Akasaka hanya dapat menatap gurunya yang panik namun sigap sedang merintangi pintu dengan kursi dan barang - barang lainnya. Yue sudah tidak ada tenaga lagi untuk bergerak. Tubuhnya terasa membeku.

Yue ingat, satu jam lalu ia masih membicarakan sesuatu yang serius dengan Kenzo di dalam ruang kelas yang hanya terpapar cahaya bulan, bahkan sempat berargumen satu sama lain. Sampai seorang pria dengan jaket hitam datang dan mengarahkan mulut pistol kepadanya.

Tapi berhasil tidak mengenai bagian yang vital. Kenzo sempat untuk mendorongnya menjauh, namun tubuh Yue membentur meja dengan suara keras. Kenzo berusaha melawan orang itu dengan apa yang ada di hadapannya. Meja kursi di ruang kelas pun beterbangan. Yue masih meringkuk kesakitan karena tertembak meleset di bagian pinggangnya. Sayup - sayup ia mendengar suara Hiro Sensei yang memanggil namanya berkali - kali.

"Kenapa Hiro Sensei bisa ada disini?"

Semuanya terjadi begitu cepat. Tiba - tiba ia sudah kehilangan Kenzo dan sekarang harus melarikan diri dari seseorang yang mau membunuhnya.

"Harusnya ini cukup untuk mencegahnya masuk!" tukas Hiro Sensei pada dirinya sendiri. Hiro melihat mata Yue yang sedang terarah kepadanya. Hiro berlari dan mengubah Yue ke posisi duduk. Ia lalu merobek ujung kemejanya dan membebat pinggang Yue.

"Hnggg…" Jemarinya mencengkram kemeja Hiro.

"Ssstt… tidak apa apa." Hiro mendorong kepala Yue ke dadanya dan mendekapnya untuk menenangkan tubuh Yue yang masih gemetaran.

"Maaf aku terlambat." bisik Hiro Sensei dengan lembut. Akhirnya pertahanan Yue luntur. Ia menangis dengan suara tertahan, membasahi kemeja Toshihiro.

Brak!!

Suara sebuah benda keras menghantam pintu auditorium yang terganjal. Seseorang berusaha mendobraknya. Semakin lama suaranya bertambah keras.

Pintu itu tidak akan bisa menahannya! Toshihiro mengangkat Yue sekali lagi kemudian membawanya ke arah ruang penyimpanan.

"Sensei… kita tidak akan bisa bersembunyi. Akulah target orang itu, kau harus lari." Tenaga Yue mulai kembali walaupun terdengar seperti erangan kesakitan.

"Tidak! Aku tidak akan meninggalkanmu disini!" Pikiran Hiro mulai kalut. Ruang penyimpanan hanya dapat dikunci dari luar. Itu berarti seseorang harus tinggal.

"Sensei turunkan aku. Aku sudah bisa berjalan sendiri." ujar Yue tegas. Hiro menurunkannya tepat di depan pintu ruang penyimpanan.

"Apa kau yakin?"

"Ya. Turunkan aku." Yue tahu Toshihiro sudah mulai kelelahan.

"Dengar Yue…" Hiro menaruh kedua tangannya pada bahu Yue.

"Ruang penyimpanan hanya bisa dikunci dari luar. Jadi aku akan disini dan mengalihkan orang itu ke tempat lain. Di dalam ada ventilasi kecil, keluarlah dari situ dan cari bantuan."

Mata Yue membelalak. Ia tidak dapat membayangkan Sensei bersama dengan orang bersenjata itu.

"Tidak, Sensei! Aku tidak bisa meninggalkanmu dengan orang itu!"

Brak!!

Brak!!

Brak!!

DORR!

Pria berjaket hitam menembakkan pistolnya untuk membuka pintu kemudian menendangnya lagi. Barang-barang yang merintangi pintu perlahan mulai runtuh.

"Sudah tidak ada cara lain, Yue. Waktunya semakin sempit."

Pintu auditorium mulai memperlihatkan celah. Sedikit lagi maka pintu itu akan roboh.

"'Yue!! Cepat!"

Brak!!

Yue terdiam. Anehnya, pikiran Yue terasa jernih. Bagaikan dalam gerakan lambat, Yue menatap mata Hiro dalam - dalam. Ia mulai berbisik.

"Sensei, maafkan aku… seharusnya kita bisa lebih mengenal satu sama lain." Yue menarik wajah Hiro kemudian menyatukan bibir mereka berdua. Singkat namun manis. Toshihiro membeku. Berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Ia pun memejamkan mata.

Yue melepaskan ciumannya kemudian mendorong tubuh Hiro ke dalam ruang penyimpanan dengan sekuat tenaganya. Tubuh Hiro jatuh terjerembab dan pintu pun ditutup. Terdengar bunyi klik dari luar. Hiro yang baru saja menyadari langsung memukul pintu dengan kalut.

"Yue!!!! Apa yang kau lakukan?!"

"Yue!!!! Buka pintunya!!!"

Air mata mulai mengalir dari sudut mata Yue.

"Maafkan aku, Sensei. Aku tidak bisa membiarkanmu mati karena diriku."

Brak!! Pertahanan pintu hancur berantakan dan pintu auditorium terbuka lebar. Pria berjaket hitam berjalan dengan perlahan. Mendengar suara teriakan dan pukulan di belakang gadis itu. Pria mengerti apa yang sedang terjadi.

"Jadi kau siap untuk mati?" tanya pria itu. Suaranya begitu familiar di telinga Yue sampai - sampai matanya terbelalak lebar. Ia tahu siapa pria ini.

"Kau…" Yue hampir menyebut nama panggilan pria itu, tapi mulutnya terkunci akibat pistol yang sudah diarahkan ke kepalanya.

"Ada pesan terakhir?"

Yue membeku di tempat. Bibirnya bergetar ketika berbicara. Ia ingin mengatakan ini untuk terakhir kalinya.

"Sensei…Kalau memang waktu berputar kembali… Tolong selamatkan aku."

DOR! Sebuah peluru terakhir dilontarkan tepat mengenai dahinya. Tubuh gadis itu langsung oleng dan membentur lantai auditorium.

"TIDAAKKKKKKK!! YUEEEEEEE!!" Suara memilukan terdengar di balik ruang penyimpanan. Yue sempat mendengar suara Sensei untuk terakhir kali sebelum akhirnya kegelapan melingkupinya.

Terima kasih sudah membaca sampai akhir :)

Feedback kalian sangat berarti bagiku

Kritik dan saran monggo

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Vi_Crosscreators' thoughts