webnovel

Pertemuan Yang Singkat

"Kakak, udah beberes belum?" tanya Mama Annisa.

"Sudah," jawab Bunga singkat.

"Loh, kok seperti tidak semangat gitu, sih, mau pulang. Paman Kim sudah mau pulang loh untuk menyambut kamu. Katanya kamu mau liburan ke Tiongkok," ucap Mama Annisa.

Paman Kim adalah ayah dari Rendy. Kakak Mama Annisa yang sudah menduda selama istrinya meninggal pasca melahirkan Rendy. Beliau bekerja di Tiongkok sebagai dokter spesialis jantung dan sudah menetap di sana.

"Ma," panggil Bunga.

"Iya, Sayang?"

"Mama pernah nggak, jatuh cinta selain dengan Abi? Misalkan, sebelum nikah gitu? Cinta dengan siapa dulu, tapi posisi Mama dan pria itu tidak mungkin bisa bersama, karena Mama sudah dijodohkan?" tanya Bunga, sedikit kurang jelas.

Mama Annisa hanya mengerutkan dahinya karena tidak paham apa yang dimaksud oleh putrinya.

"Tapi Bunga tau pacaran tidak mungkin bagi Mama. Jadi, lupakan saja!" sambung Bunga mulai gugup.

Mama Annisa tersenyum, kemudian membelai kepala putrinya dengan lembut. Tahu jelas apa yang saat itu putrinya maksud. "Bunga sedang jatuh cinta, ya?" tanyanya berbisik.

Terkejut, Bunga hanya bisa gagu ketika dirinya menjawab jika tidak jatuh cinta dengan siapapun. Namun, ketika Bunga ingin mengatakan kejujurannya tentang Jerry Yan, ucapannya terpotong karena Abi Rizal sudah memanggil mereka.

"Kita bicara di rumah saja. Ayo, Abimu sudah menunggu," bisik Mama Annisa.

Bunga mengangguk, pasrah. Mama Annisa membawa barang-barang putrinya keluar dari kamar pesantren. Tak lupa juga Bunga mengabari sahabatnya Lidia dan Meitha perihal dirinya akan kembali hari itu juga ke Kota asalnya.

"Apa aku harus mengabari Kak Jerry juga?" gumam Bunga dalam hati.

"Ah, jangan! Astaghfirullah hal'adzim, astaghfirullah hal'adzim. Apa yang kamu pikirkan ini, Bunga! Don't think about the guy you shouldn't be thinking about!"

Tak mampu menahan jarinya, Bunga tetap mengirim pesan kepada Jerry Yan jika dirinya hendak kembali ke Kota asalnya.

[Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh Mas Jerry. Maaf sebelumnya mengganggu. Saya cuma mau ngabarin jika hari ini saya akan kembali ke kota asal saya. Mungkin, 2 Minggu lagi saya akan ke Tiongkok. Maaf tidak bisa langsung berpamitan. Lupakan perilaku buruk saya dan maafkan tingkah buruk saya itu. Jaga dirimu baik-baik Mas Rifky. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.]

Pesan itu sudah Bunga pikirkan seribu kali untuk di kirim atau tidaknya kepada Jerry Yan. Tapi memang itu yang seharusnya ia lakukan karena pada dasarnya keduanya sudah mulai akrab.

Masih dalam situasi perpisahan. Bunga celingukan kala hendak masuk ke mobil. Gadis 18 tahun ini terus menoleh ke kanan-kiri memastikan Jerry Yan datang atau tidak setelah membaca pesan tersebut. Bahkan, Meitha juga tidak nampak mengantarnya sore itu.

"Apakah Mas Jerry tidak membaca pesanku? Semoga saja membaca sebelum sampai ke pesantren." batin Bunga gelisah.

"Sayang, ayo masuk. Kita harus segera pulang," ajakan Ayah Rizal membuat kabur lamunan Bunga.

"Kak, ayo!" seru Rendy.

Dengan raut wajah yang gelisah, akhirnya Bunga pun masuk ke mobil dan berharap jika Jerry Yan bisa menemuinya sebelum dirinya pergi ke luar negeri.

***

Kabut sore menyelimuti kota saat itu. Bahkan mendung juga menghiasai langit sore hari. Hati Bunga merasa sangat tidak tenang. Dia juga belum menerima balasan dari Jerry Yan, pria yang tengah dekat dengannya saat itu. Bunga pun hanya bisa memeluk erat boneka beruang yang di beri oleh Jerry Yan tempo hari saat mereka mengunjungi pasar malam.

"Kenapa aku kepikiran terus dengannya? Ada apa ini dengan perasaanku?" batin Bunga merasa tidak tenang. "Apa dia mengunjungiku ke pesantren? Bagaimana jika dia datang ke pesantren dan aku sudah mau keluar dari Kota ini?" sambungnya.

Sang kakak sepupu yang lebih muda darinya itu pun terus menatap boneka yang terus dipegang oleh kakaknya. "Boneka dari siapa itu? Apa Kakak memiliki pacar? Ingat, pacaran itu dosa, loh!" Rendy paling suka menggoda Bunga.

"Sok tau anak kecil!" jawab Bunga dengan ketus.

"Habis meluknya erat banget, seperti tidak mau berpisah saja. Padahal kan juga cuma boneka, kak," cetus Rendy.

Bunga menepis tangan Rendy yang hendak merebut boneka yang dipeluknya. Dilanjut, Abi Rizal juga ikut meledek putri satu-satunya itu. Sehingga membuat Bunga kesal.

"Cie Kakak, yang sedang jatuh cinta. Tapi ingat batasan ya …." Abi Rizal menggoda Bunga. Namun juga memberikan wejangan untuk tidak terlalu memilirkan ketertarikan kepada seorang pria yang belum menjadi mahramnya.

"Apa sih, Abi ini! Siapa juga yang punya pacar, tidak ada yang jatuh cinta juga, jadi dengan siapa aku pacaran? Bunga juga tau, kalau pacaran itu haram," kata Bunga, kesal.

Mama Annisa pun melerai mereka. Mama Annisa memang dulunya gadis dari kota besar. Jadi, dia tidak ingin mengengkang putrinya harus seperti wanita Sholehah seperti orang yang ada di sekelilingnya saat ini.

Bagi Mama Annisa, Bunga tahu batasan dan syariat hukum pacaran, itu sudah cukup. Sebab, sejak awal Mama Annisa hanya ingin ada ta'aruf diantara putrinya dan juga calon suaminya nanti. Meski begitu, masih bisa ditawar dengan menjalin hubungan sebentar sebelum menikah, itu sudah cukup.

"Aku tegaskan sekali lagi! Saat ini, detik ini tidak ada yang aku takdir maupun dekat denganku. Kalian semua kan tahu, aku ingin berkarir dulu menjadi pegulat!" ketus Bunga masih saja ngelawak.

"Hahaha, pegulat? Kak Bunga mau jadi pegulat dan ke Tiongkok menjadi sumo?" ledek Abi Rizal.

"Kalau iya, kenapa? Kalian pasti ketar-ketir denganku," sahut Bunga dengan gayanya melipat tangan dan membuang muka.

"Kak, apakah kau benar ingin jadi sumo? Kau bukankah sudah bersabuk hitam jadi pesilat, ya?" malah Rendy menanggapinya dengan serius.

Tatapan mata Bunga seketika menjadi datar kala melihat menyebalkan kakak sepupunya itu. Memang keluarga Bunga ini semuanya usil dan selalu menggoda Bunga. Meski kesal selalu digoda, tetap saja Bunga tidak pernah marah akan itu.

"Kalian lihat saja nanti, aku pasti akan membuat kalian mengaga dengan kesuksesanku!" tegas Bunga dengan mengangkat tangannya. "Kalian tahu, MERDEKA!" sambungnya.

Ucapan Bunga itu di sambut gelak tawa oleh adik sepupu dan kedua orang tuanya. Di sisi lain, memang Bunga ini sangat periang dan selalu menciptakan kelucuan. Namun di depan orang, dia selalu menunjukkan sikap tenang, tegas, lugas dan juga sedikit galak.

***

Di tempat lain, Jerry Yan baru saja membaca pesan dari Bunga. Ia sangat sibuk hari itu karena sedang opening restoran baru miliknya lagi. Ketika membaca pesan tersebut, Jerry Yan langsung bergegas ke Pesantren.

Namun, ketika Jerry Yan sampai dan bertanya dengan penjaga pesantren, penjaga mengatakan jika Bunga sudah pulang ke kampung halaman dua jam yang lalu. Seketika tubuh Jerry Yan terasa lemas, ia tak sempat melihat gadis yang mencuri hatinya itu sebelum ia pulang. Padahal sudah tiga hari mereka tidak bertemu.