webnovel

TKC 50

Hal yang sempat Apo lupakan dari game over adalah penambahan poin. Apo mendapatkan 50.000 lagi siang ini, begitu pun player yang lain. Sistem menampilkan rincian data Apo sebelum turun kereta. Si manis ketar-ketir karena totalnya jongkok sekali.

[ Tring! Tring! Tring!]

[Silahkan dibaca, Tuan Nattarylie]

[128.500 setelah Anda kalah strategi perang]

[126.500 karena suara Anda melebihi 200 mdb 4 kali di jam istirahat raja]

[126.000 setelah Anda kalah bonus level]

[Totalnya 176.000 dari penambahan poin Tuan Nicholas]

[Anda sekarang ranking 5 diantara ketujuh player]

[Harap lebih hati-hati kedepannya!]

[Semangat! Semangat! Semangat! Semangat! Semoga nanti dapat kabar bagus!]

Apo pun menghela napas. Dadanya hampa untuk beberapa detik karena terlalu panik. Jujur dia belum siap mendengar hasil pengumuman level 10. Si manis terdiam lama pasalnya Gavin masih memimpin 257.500 poin.

"Ya ampun, parah," desahnya sebal. "Ini sih sulit sekali. Semakin lama jarak kami makin lebar. Bagaimana bisa menang kalau begini?" Dia menggaruk kepala, meski tak gatal. "Rasanya perlu keajaiban."

Suasana Kastil Xerez lengkap setelah kereta Delio datang. Mereka masuk depan belakang demi menghadap Zelina. Wanita itu mewakili Mile dalam menyampaikan kabar. Sang raja sendiri tidak hadir karena ada urusan. Kini Apo paham kenapa Gavin sesombong itu. Dia pantas melakukannya karena berada di puncak.

"Silahkan masuk dan duduklah sesuai nama," intruksi Zelina di ujung ruang pertemuan. Toples-toples dikumpulkan ke meja tunggal di depannya. Waktu pejumlahan menghabiskan 20 menit dengan menegangkan. Tiada detik selalu ada kecemasan di dada Apo. Baru kali ini dia takut berekspektasi terlalu jauh. "Saya hitung mundur dari 3, siapa pun yang menang setelah ini ikut saya," katanya.

"Baik, Nona."

"Baik."

"Baik."

Sahut ketujuh player yang berbaris horizontal.

Zelina menatap lurus, selagi bawahannya membagikan kertas lipat. Apo dapat satu, begitu pun mereka semua. Setelah dihitung, benda itu pun dibuka serentak. Apo terkejut melihat namanya berlambang piala.

[THE WINNER]

[Nattarylie J Livingstone]

[May God Always Bless Your Pure Heart, Mister]

[Anyone deserve you lovely smile]

"Uwah," desah Apo langsung senyum.

Zelina mengangguk kepadanya, tanda harus segera mengekor. Apo pun paham dan buru-buru pamit kepada yang lain.

"Permisi, permisi," kata si manis seperti mendapat permen.

Rasanya sudah lama Apo tak menang di level yang sebenarnya.

Lelaki carrier itu penuh semangat saat didudukkan dalam ruang makan khusus raja.

"Tolong tunggu ya, Tuan. Yang Mulia sebentar lagi kembali. Saya diminta beliau untuk mengantarkan siapapun pemenangnya untuk menemani."

"Okeee."

Apo menyerahkan kertas lipatnya. Zelina tampak bangga, dengan senyum yang sedikit suspicious. "Bagus, Anda hebat," pujinya sebelum pergi. "Kerja bagus hari ini. Semangat terus."

"He he. Iya."

Apo juga bangga kepada diri sendiri. Entah kenapa dia mudah lupa dengan perasaan senang, jika kedatangan masalah bertubi-tubi. Selama beberapa menit dia sibuk memperhatikan sekitar. Pemandangan hijau, burung yang terbang, dan kastil lain yang berdiri kokoh cukup menyegarkan mata.

Tidak dipungkiri Apo sempat tergoda mencicipi hidangan terlebih dahulu. Pasalnya Raja Millerius lama, sehingga Apo tidak tahan mengintip makan siangnya.

Aroma yang menguar dari dalam tutup stainless harum sekali. Rempah kental, minuman segar, dan irisan buah membuat Apo meneguk ludah.

"Whoaaaa seafood ...."

"Hhhh, sudah lapar sekali rupanya?"

Tiba-tiba terdengarlah suara berat. Apo pun melepaskan gagang karena terlalu panik. Bunyi dentingnya keras sekali. Apo pun berdebar keras karena Raja Millerius muncul dari belakang punggungnya.

"Anjir! Yang Mulia." Lelaki carrier itu auto mengelus dada. "Saya kira tadi siapa. Jantung ini hampir copot."

Telinga Apo memerah pekat.

Tanggapan Raja Millerius justru hanya senyum. Ternyata eh ternyata mereka tidak langsung makan. Dominan itu berterima kasih kepada 3 dayang yang muncul. Si terdepan membawakan kota obat P3K yang terbuat dari kayu ukir. Lebih syok lagi Raja Millerius berlutut di sisi kursinya. Apo pun melotot kala luka-lukanya ditilik paksa.

"Yang Mulia! Eh?!! TUNGGU DULU, WOY--MAU NGAPAIN SIH?! JANGAN DIBUKA-BUKA BEGITU!" larangnya tidak diindahkan. "PLEASE, GOBLOK! ANDA BUDEG YA KALAU BEGINI---hhhmmh."

Raja Millerius tetap melipat celananya yang betis kiri. Apo meremas bahu dominan itu karena terlalu malu.

Rasanya aneh kaki rampingnya yang putih dilihat lelaki lain. Apalagi tidak berotot seperti kala menjadi buruh.

Plester yang rusak dilepas hati-hati hingga darahnya menetes. Raja Millerius menjelma jadi hamba di hadapannya yang seolah menyembah setiap saat. Sesekali mereka bertatapan selama proses pengobatan.

Apo tidak tahu harus bilang apa, kecuali mendesis-desis.

"Sakit?" tanya Raja Millerius sambil membersihkan darah memakai kapas.

"Banget lah! Pake nanya lagi!" semprot Apo tidak tahan. "Perih, tahu. Obat dari Anda kelihatan mencurigakan. Memang komposisinya dari apa sih? Gila! Kenapa dingin, tapi seperti dicakar-cakar."

"Hhhh, akar siam," jelas sang dominan masih telaten. Mata tetap fokus ke luka Apo hingga proses pembalutan ulang.

Apo tak menyangka sebuah kecupan mendarat di sana sebelum celananya ditutup.

"Idih, apa sih gak jelas," sewotnya sambil membuang muka. "Pokoknya saya tidak mau berterima kasih ya. Toh itu bukan permintaan saya. Ckckck, bahaya banget kalau sampai rakyat Anda tahu kelakuan rajanya begini."

"Hhh, kelakuan yang bagaimana?" Raja Millerius mengembalikan kotak P3K tersebut ke dayang. "Memanjakanmu? Mereka takkan bisa menentang masalah di luar konteks." Dia mencuci tangan dengan sebaskom air bersabun. Dayang lain lagi maju ke depan untuk mengelapnya dengan sapu tangan.

Mereka bertiga pergi setelah tugas sempurna.

Betapa tampan sosok sang dominan, membuat Apo ingin menangis.

"Tapi, itu terlihat seperti tak seharusnya," kata Apo dengan nada turun. "Pulang nanti, saya pasti melakukannya sendiri."

"Terlalu lama."

Raja Millerius mengusap ubunnya sebelum duduk di kursi seberang.

"...."

"Kalau lebih cepat bisa, kenapa tidak dilakukan."

Terserahlah! Terserahlah!

Setan banget ya mulutmu itu.

Kucium baru tahu rasa!

"Iyuh." Apo pun memutar bola mata. Anehnya lagi langsung nyengir saat tudung-tudung makanan dibuka. Dia merona hanya karena piring Raja Millerius ditukar untuknya. Padahal dayang lebih dulu sigap menyiapkan, sebagaimana urutan martabat mereka. Dia gembira sekali diperbolehkan mencomot appetizer duluan. Sang dominan tampak menikmati ekspresi bocah-nya yang lucu. "Huuumnn, enak banget!"

"Benarkah?"

"Iya, anti bo'ong!"

Apo tanpa sadar menyodorkan sisa gigitannya ke depan langsung.

"....???!"

Garpu saja tidak Apo pakai, karena terbawa suasana nyaman. Persetan dengan table manner, dia kini membayangkan sedang berbagi jajan di pabrik.

"Ayo deh, cobain. Anda pasti suka rasa ini. Jangan makan jenis lain dulu. Yang Mulia harus merasakan yang saya rasakan. Dijamin suka!"

"Oke?"

Para dayang yang berjaga tetap datar, meski sebenarnya ingin mengamuk. Pasalnya Raja Millerius yang terhormat mau membuka mulut hanya karena suapan Apo. Seujung kuku pun dicicipi dominan itu.

Lebih parahnya Apo tega menyurukkan ujung cream ke bibir atas.

Raja Millerius kaget hidungnya tercium kotor.

Apo justru tertawa-tawa melihat ekspresi barunya.

"Ha ha ha ha, enak tidak?" tanyanya. "Enak kan? Apa tadi saya bilang. Ini manisnya pas pas passsssss mantap. Saya jadi mau bawa pulang satu. Boleh?"

"Oh my god, Natta." Sang dominan segera mengusap bekas ulahnya. "Iya boleh. Tapi mana mungkin cuma satu," dia rikuh sendiri oleh penampilan yang kurang beres. "Nanti kusuruh dayang membungkus sekotak. Bagi ke Paman dan Bibi juga. Semoga mereka menyukainya."

"Okeeee, terima kasiiihh," kata Apo sambil cengar-cengir.

Sebenarnya dia paham etiket kepada raja usai membaca buku panduan game. Namun Apo ingin tahu reaksi sang dominan akan kelakuan aslinya. Maaf-maaf saja, selama jadi buruh Apo memang suka rebutan makanan jatah karyawan yang tidak masuk.

Sebutlah Apo jamet, alay, kampungan, miskin, dan kurang segala-galanya.

Raja Millerius justru menikmati cara si manis bebas bertingkah bersama dia.

Apo sendiri senang, tidak dicintai sebagai karakter Nattarylie.

"Eh, eh. Yang Mulia ... selagi kita makan boleh meminta pendapat Anda?" tanya Apo di sela-sela mengiris daging.

"Iya, soal apa?" sahut Raja Millerius, yang batal menyuap abalone berikutnya karena penasaran.

"Ituuuu, kerangka mentah surat-surat saya. Siapa tahu Anda punya saran dan koreksi," kata Apo. "Tadi saya sudah merekam mentahannya loh. Tapi masih belum yakin untuk dipakai maju bonus level. Cuma, yang seperti ini bisa dikatakan curang tidak sih? Saya sebenarnya agak ragu."

"Hhh, bukan. Topik dan rangkaiannya kan rancanganmu sendiri. Aku hanya menyimaknya."

"Serius?!"

Apo pun mengangguk senang. Apalagi lelaki di hadapannya pernah mengaku bisa melihat sistem seluruh player karena dialah sang MC. Apo sendiri kaget saat bercerita tentang dia versi asli malah dikonfirmasi sebagian rahasia Raja Millerius.

Tidak mengherankan privilege ini dijaga dalam setting sistem yang default.

"Coba perdengarkan padaku?" Raja Millerius pun memberikan isyarat mata.

"Ini."

Apo melambaikan layar sistem untuk berpindah ke sisi sang dominan. Mereka lantas mendengar rekaman bersama sambil menyantap hidangan hingga selesai.