webnovel

The Mistake (balas dendam)

Tak pernah terpikirkan oleh lyra, pemuda tampan, mapan dan seorang presdir lebih memilih ia yang punya wajah jelek dari sang kakak. Terlebih sebelumnya kedua orang tersebut berpacaran. Lalu siapa sangka niat Denes Alkhair adalah memilih ia hanya agar sang mantan kekasih, kakak Lyra menyesal lalu kembali padanya. Saat hari pernikahan, Lyra harus menanggung malu saat Denes bilang ingin menikah dengan sang kakak. Akhirnya Lyra sadar, ia hanyalah umpan basi. Kemunculan Martin Jinan yang sudah lama membenci Denes membuat Lyra terjebak antara pilihan sulit. Akankah Lyra menikah dengan Martin diiming-imingi pembalasan dendam pada keluarga Alkhair? Baca novel Raein23_Raein yang lain, Berawal dari Satu Malam dan Devil CEO and Stronger Girl.

Raein23_Raein · 都市
レビュー数が足りません
165 Chs

13 Sadar Dimana Tempatmu

Beginilah scence yang terjadi, serta beberapa percakapan antara pasangan suami istri baru tersebut.

"Biar ku tekankan, nafsuku tak terkontrol. Alasanku punya perempuan mainan adalah sebab aku maniak. Aku punya kelainan seks, yaitu hiperseksual. Kata psikiater, sebabnya karena aku terlalu sering berfantasi. Aku terlalu buruk di masa-masa kecil dahulu. Dan ku akui, interaksi sosialku tidak baik. Apa kamu siap?"

Martin masih lanjut. Panjang, bak rel kereta api.

"Aku tahu setiap perempuan pasti hanya ingin pasangannya berhubungan intim bersama ia seorang. Aku sih tidak masalah, biasanya pun, saat dapat satu aku tak akan main ke perempuan lain sampai aku bosan. Khusus untukmu aku akan memperbaiki diri. Kita lakukan sampai akhir. Well, aku ingin jadi orang yang lebih baik."

Tak terlihat keraguan dari cara berucap Martin. Seakan yang ia bilang adalah perkara kecil. Sangat serius dengan mata menatap intens sang istri. Tangan masih mengukung, bersmirik dan aura dominan.

Perlahan mata Lyra yang terpejam terbuka. Saat itu terjadi, kembali kontak mata terulang.

Jantung Lyra berproses tak normal. Bisakah Martin dengar?

Oh Tuhan.

"Aku takut terhadap cinta. Saat kamu bermain, perasaanku bisa terbawa kapanpun. Sedangkan kamu yang pihak dominan tak terlalu berpikir sejauh yang ku perbuat. Terlebih kamu... kamu orang besar. Paling lama kamu tak bosan terhadapku sampai kurun waktu beberapa bulan. Setelah itu kamu akan cari tempat penampungan yang lebih bergairah."

Alis Martin terangkat. Ia tak bisa meyakinkan seseorang. Apalagi merayu, hal yang ia lakukan adalah langsung ke inti. Oke, pernah sih merayu, tapi itu untuk tercapainya hal yang ia ingin. Tak jauh dari berhubungan intim.

Terkekeh pelan, setelah itu Martin pun kembali bicara. Ia tertarik 'menyelami' Lyra lebih jauh.

"Kau menyukaiku?"

Deg. Lyra tak tahu, tiba-tiba jantungnya berdetak lebih kuat. Lebih jauh, keringat semakin banyak keluar. Tubuh panas dingin ibarat orang terserang demam mendadak.

Jawaban, secepat ini ia menyukai partner balas dendamnya?

Lyra takut, kalau bilang iya, apa yang akan Martin lakukan?

Dilihat dari mata dan cara pandang orang tersebut, Martin tak mungkin menyukainya. Sangat jauh!

Tatap kenyataan, Lyra!

Kamu kan realistis...?

The answered?

***

"Iya, aku menyukaimu meski kamu tak mungkin balas. Ini lucu dan aku merasa jijik, tapi mau bagaimana, aku jujur," kata Lyra yang setelah itu membuang muka.

Ia berucap lantang. Tak tahu malu?

Benar begitulah adanya.

Wajah Lyra memanas, tak tahu yang harus ia lakukan selanjutnya. Takut. Pasti sudah semerah tomat tuh. Lalu Lyra akan jadi bahan olok-olokan Martin. Suara kekehan membuat Lyra kembali lihat orang yang masih mengurung tubuhnya.

Disaat-saat seperti itu terkekeh, sudah pasti Lyra salah.

"Jangan pakai perasaan, Lyra. Itu hanya akan membuat seseorang lemah. Rasa keterikatan adalah hal yang tak berkelas. Itu akan menganggu konsentrasi."

Terlalu keras. Lyra ngerasa dia adalah orang paling bodoh di dunia. Sedangkan Martin masih kembali lanjutkan ucapan.

"Oke, selama pencarian peluang kecocokan kita, aku ingin menawarkan sebuah hubungan denganmu."

Jemari Martin mengusap pelan wajah Lyra. Lalu tangan yang satunya lagi mengambil alat pembersih wajah.

Lyra yang merasa tak nyaman pun menghentikan aktivitas Martin. Ia bisa sendiri, jangan buat otak dan perasaannya tak singkron. Kacau.

Terlebih harus dugem-dugem tak jelas.

Martin yang bilang jangan baper, kalau begitu tak boleh pancing rasa aneh tersebut.

Pihak dungu yang dikendalikan, Lyra terlalu bodoh kalau membiarkan ia berada di tempat entah berantah.

Bukankah sejak awal dia benar dungu?

Tuhan...

Tanpa berani lihat Martin, Lyra ngomong begini.

"Jangan, aku bisa sendiri. Serius, aku bisa refleks memukul little angry birdmu kalau masih bersikap sok perhatian begini."

Sungguh, Martin sangat ingin tertawa lihat tingkah Lyra. Baperan sekali sih. Padahal belum lama ini orang tersebut terlihat baik-baik aja saat ia perhatikan makan.

Sudahlah binal, 4 D, aneh, kepribadian ganda, jelek lagi. Terlepas semua 'kekurangam' Lyra, Martin ingin lihat sisi menarik dari perempuan yang berada didekatnya sekarang.

Oke, tak lama kemudian Martin bangkit dari posisi mengurung istrinya. Bagian pusat tubuh sudah berkedut nyeri ingin berkunjung ke sarangnya, walau begitu Martin tak ingin terlalu terburu-buru.

Masih proses lihat Lyra dari banyak aspek.

"Hubungan jenis apa yang kamu maksud?"

Lyra bertanya. Tangan orang tersebut berusaha serileks mungkin. Meski ia pun sadar kentara sedang bergetar. Dasar, kok malah jadi begini sih?

Tiba-tiba terkena penyakit tremor?

Tidak tepat!

Lyra tak habis pikir. Dirinya lebih mirip orang habis lihat hantu ketimbang monster maniak intim...?

Padahal, Martin yang berkelainan hyperseks.

Yang mereka lakukan kemarin baru sebatas gaya biasa dan Lyra masih terngiang-ngiang. Kalau gaya lain akan bagaimana sensasinya?

Pasti lebih menantang.

Tidak, hilang, enyahlah.

Martin pun berucap.

"Friend with benefit, sebab kita bukan teman, ganti ke mitra with benefit. Kamu harus bersyukur sebab aku bukan om-om mesum yang nyuruh kamu aneh-aneh. Aku masih muda, baik dan kaya. Tampan sudah lewat. Bersyukurlah."

Lyra berdecih. Apa yang harus ia syukuri dari nikmat sesaat yang menipu?

Yang ada suatu saat nanti ia bisa berakhir menjadi remahan roti persis yang orang tengah bicara itu katakan. Semua sebatas kenikmatan sementara.

"Awas, walau sekarang kamu belum menyukaiku, tak menutup kemungkinan kamu nyesal saat aku pergi. Kita akan sering bersama, kamu tahu banyak tentangku dan kita sering berhubungan intim. Ada saat-saat kamu seperti kehilangan sesuatu dan terasa kosong."

Sekarang giliran Martin berdecih. Apapun yang ia mau terpenuhi, saat ingin balas dendam pun masih terus begitu. Proses bukanlah hal yang usik hidup seorang Martin.

Mudah dan praktis. Ia bebas.

"Saat itu terjadi akan ku buat kamu datang. Bukan aku yang harus repot-repot mencari, kamulah yang akan datang dengan sendirinya."

Sesederhana itukah konsep hidup untuk Martin?

Seakan-akan semua hal hanya untuk ia seorang. Tak beranjak walau sedetik. Lyra sangat tersinggung.

Sambil tersenyum remeh Lyra balas ucapan sok Martin.

"You wish. Oh, sekretarismu laki-laki atau perempuan?"

"Aku tidak punya sekretaris."

Lho?

Lyra sontak terbelalak kaget. Seorang presdir tidak memiliki sekretaris?

Lalu bagaimana ia mengurus pekerjaan?

Martin lebih 'unik' dari yang Lyra pikir. Orang tersebut suka hal yang berbau wow.

"Serius gak punya?" Wajah Lyra terlihat aneh.

"Em, aku hanya pakai seorang asisten serbaguna. Dia bekerja di rumah dan kantor sekaligus. Meski begitu aku tak anggap ia sekretaris. Orang-orang bawahanku lebih kenal ia sebagai asisten rumah. Kalau di kantor asisten pribadi. Oleh sebab otak dan kemampuan yang bagus, aku mengangkat ia sebagai kaki tanganku. Ingat, bukan sekertaris."

Dahi Lyra menyeryit. Martin ngomong apa sih.

Dasar gak jelas. Ujung-ujungnya kan sama aja dengan sekretaris.

Lantas Lyra malah tersinggung. Ucapan Martin menyentil perasaannya. Malang sekali sih.

"Nanti ku kenalkan. Sekarang ayo mulai."

"Ya!"

*****