webnovel

The Max Level Hunter: Rahasia Dibalik Kabut

Hunter. Belakangan ini hal itu menjadi topik pembicaraan hangat. Sebuah pekerjaan yang sangat berbahaya, namun sangat menguntungkan. Di mata publik mereka adalah seorang pahlawan, seorang idol. Yama Kalana, seorang hunter dengan kondisi khusus yang membuatnya tidak bisa menaikkan levelnya membuatnya menjadi hunter terlemah. Tidak sedikit yang memintanya untuk berhenti saja, Tapi dia tetap melangkah dijalan itu. Tidak banyak yang dia harapkan, ia hanya ingin mendapatkan uang dan kembali dengan selamat tapi bahkan untuk memperoleh keinginan kecilnua itu dia harus berhadapan dengan maut. Dia bukan tidak ingin berhenti, tapi hanya ini satu-satunya cara dia mendapatkan uang dalam jumlah besar untuk melunasi hutang keluarganya. bukan sekali-dua kali dia harus menghadapi situasi hidup dan mati. Namun kali ini berbeda. ia tidak melihat adanya harapan ketika monster itu dengan mudah membantai sebagian besar hunter yang berburu bersamanya. Memancarkan teror ditiap langkahnya. Yama bisa saja kabur seperti biasanya, tapi dia tidak melakukannya kali ini. Ia memilih mengorbankan dirinya, melompat diantara seorang gadis dan monster itu. Berpikir kalau dia harus membalas budinya setidaknya sekali. "YAMA!" Suara melengking dari gadis itu memecah keheningan disana. Air matanya tak berhenti menetes ketika melihat lengan monster itu menembus tubuh Yama. 'Jadi inilah akhirnya?' Begitulah pikirnya, namun sesaat sebelum ia kehilangan kesadarannya ia mendengar suara asing yang mengatakan kalau semua persyaratan untuk membuka skill unique yang selama ini terkunci sudah terpenuhi. Apa maksud dari semua ini?

Nana_4ja · ファンタジー
レビュー数が足りません
4 Chs

Air Mata dan Harapan

Yama langsung melompat dari tidurnya sesaat setelah ia mendapat kesadarannya, secara tidak sadar ia memeriksa tubuhnya sebelum akhirnya memperhatikan sekitar. "Bukannya ini ruang rawat? Apa semua itu cuma mimpi? Tapi kenapa terasa sangat nyata?"

"Kamu kenapa sih? Apa terlalu sering dirawat disini membuatmu jadi linglung?" Celetuk Mei yang masuk ke ruangan itu membawa selimut ditemani dengan Yumi yang mengekor di belakangnya membawa beberapa perlengkapan medis lain. Yama dengan cepat memalingkan pandangannya ketika bertemu dengan wajah cemberut adiknya. Yama sangat yakin setelah semua ini sia pasti akan dimarahi oleh adiknya.

"Mei, aku bermimpi aneh. Apa kamu tau sesuatu?"

"Apa itu?" Jawab Mei sembari dia membereskan bawaannya.

"Aku bermimpi kalau aku ikut dalam sebuah raid."

"Kenapa kamu sangat yakin kalau itu cuma mimpi?" Tanya Mei selagi ia mencari tempat duduk di dekat ranjang Yama.

"Itu karena kamu ikut serta dalam raid itu. Aku sangat yakin, hunter sehebat dirimu tidak mungkin ada di raid level rendah yang aku ikuti jadi itu pasti hanya mimpi."

"Lalu?"

"Meski awalnya berjalan dengan lancar, tapi semuanya memburuk ketika sampai di ruang boss. Masalahnya adalah Boss dari dungeon itu Orchid-Tarantula sudah ditemukan tak berdaya. Tidak ada yang menyangka kalau Great Scorpion mantis muncul di dungeon itu. Meski para hunter berhasil menghabisi para scorpion mantis kecil, tapi sebagian besar dikalahkan oleh Great Scorpion Mantis. Hunter Yagya mengorbankan dirinya agar kita bisa keluar dari sana, tapi waktu yang diberikan hunter Yagya dengan mengorbankan nyawanya tidaklah banyak. Monster itu bisa menyusul kita dengan cepat. Lalu karena aku merasa tersentuh dengan pengorbanan Yagya, sku juga berpikir untuk mengorbankan diriku agar kamu bisa keluar dari sana. Lalu aku terbangun disini. Bukankah itu aneh? Itu pertama kalinya aku bermimpi melakukan raid seperti ini."

"Kamu ini bodoh, ya?" Celetuk Mei, Yama dibuat linglung karenanya. "Kamu sudah dengar, kan Yumi? Kurang lebih begitulah kejadiannya." Untuk sesaat Yama benar-benar tidak menyadari arah pembicaraan itu. Ia benar benar bingung. Belum benar dia memproses semuanya, sebuah tinju penuh amarh terbang dari Yumi membuat Yama secara reflek berusaha menahan tinjunya. Namun tinju itu tak kunjung datang, justru sebuah pukulan hangat dan lembutlah yang mendarat padanya.

Sebuah isak nan lembut terdengar. Seketika itu juga Yama sadar kalau itu bukanlah mimpi. Tubuh Yumi gemetaran, air matanya berjatuhan. Meski ia berusaha menyembunyikanya dibalik rambut hitamnya, namun itu tetap terlihat. Ia bergegas memeluk tubuh adiknya.

"Maaf..." Kata kata sederhana itu

Berhasil menghancurkan pertahanan Yumi. Ia tidak bisa menahannya lagi.

"Aku... Aku... Aku kira aku juga akan kehilanganmu..." Yumi sesegukan. "Aku benar-benar takut...."

"Maaf karena membuatmu khawatir." Yama memeluk adiknya dengan erat. Setelah melihat adiknya, ia sadar kalau hidupnya bukan hanya tentang dirinya. Dia mengutuk dirinya yang bodoh yang hampir meninggalkan adiknya sendirian.

Melihat Yumi yang menagis seperti itu, membuat Mei ikut menitihkan air matanya. Dia tau kalau Yumi adalah gadis yang kuat, melihatnya sampai seperti itu membuatnya menyadari betapa berartinya keberadaan Yama untuknya.

"Tidak bisakah kakak berhenti membuatku khawatir?" Tanya Yumi selagi ia berusaha menghapus air matanya. Yama mengangguk menyetujuinya.

"Janji?"

"Iya, aku janji."

"Sudah jam segini? Gawat aku harus cepat kesekolah." Yumi langsung bergegas membersihkan air matanya. Tak perlu waktu lama buatnya untuk kembali tenang. "Kak Mei aku titip kakakku ya? Langsung telpon aku kalau dia bikin masalah lagi." Yumi dengan cepat pergi dari sana setelah mendapat jawaban dari Mei.

"Dia benar-benar gadis yang tangguh ya?" Gumam Mei selagi melihat punggung Yumi yang berlarian keluar.

"Jadi, semua itu nyata?" Celetuk Yama sesaat setelah memastikan Yumi pergi dari sana. "Terus, apa yang terjadi setelah itu?"

"Itu justru yang mau kutanyakan padamu. Apa kamu benar-benar tidak ingat?"

"Hal terakhir yang kuingat adalah aku tertusuk oleh monster itu."

"Apa kamu yakin hanya itu?"

Yama berusaha menilik ingatannya lebih dalam. "Aku mendengar suara asing dan juga notifikasi dari system. Tapi aku tidak yakin apa itu."

"Notifikasi?" Mei membeokan kalimat Yama selagi memikirkan sesuatu tentangnya. "Aku yakin kamu belum mengecek statusmu setelah bangun. Kapan terakhir kamu mengeceknya?"

"Sore saat aku pulang dari rumah sakit sebelum penyerbuan itu. Tunggu jangan bilang..." Yama akhirnya sadar akan maksud dari Mei. Ia dengan cepat membuka semua jendela status miliknya. Meski begitu masih terbesit keraguan di hatinya, membuatnya secara tak sadar memejamlan matanya ketika jendela statusnya muncul.

Situasi itu bukan hanya menegangkan untuk Yama, namun juga Mei. Menilik kembali semua kesulitan yang dialaminya selama ini, sudah jelas ia berharap perubahan pada status miliknya, namun baginya yang memiliki status stagnant selama empat setengah tahun tentu saja terdengar mustahil kalau statusnya tiba-tiba berubah. Meski terdengar mustahil, tapi selalu ada kemungkinan bahwa bisa saja ada perubahan pada statusnya. Tidak! Yama berharap kalau itu terjadi.

Mempertimbangkan itu semua membuatnya semakin gugup. Bukan hanya Yama, itu bahkan membuat Mei ikut gugup. Yama perlahan membuka matanya, berusaha mengintip ke dalam jendela status miliknya.

"Kumohon berubahlah." Gumamnya.

Keringat dingin menetes dari kening Yama. Menelan ludahnya sediri berusaha membasahi tenggorokannya yang kering. Namun tak ada sepatah katapun darinya. Yama hanya diam mematung ketika melihat ke dalam jendela statusnya.

"Ada apa? Apa ada yang berubah?" Tanya Mei penasaran.

"Itu... Levelku..."

"Levelmu?"

"Maksimal."

"Apa? Kamu bercanda kan?"

*

*

*

[PROFILE]

<Nama: Yama Kalana>

<Umur: 24 Tahun>

<Level: Max>

<Class: Mist-keeper>