webnovel

Denda Pagi Hari

Sayup-sayup suara vacuum cleaner dari depan unit apartemen membawa Tyra kembali dari alam sadarnya. Perlahan gadis itu membuka mata. Silau di depan sana, cahaya matahari agak panas itu membuat debu-debu beterbangan semakin jelas. Demi Tuhan, Tyra sama sekali tak suka cahaya matahari yang seolah mengingatkan bahwa kamarnya itu perlu dibersihkan segera.

KRKK!

"Astaga ..." gumam Tyra, gertakan tulang dan sendinya sendiri membuat ngilu. Susah payah gadis itu mendudukkan diri, mengumpulkan penuh kesadarannya, "Aku tidur di lantai semalaman? Ya Tuhan ..."

Tyra hanya geleng-geleng kepala, Ia benar-benar kelelahan kemarin sampai tidur seperti mayat. Ah, tapi Ia pun ingat bahwa seseorang telah menempati satu-satunya tempat tidur di apartemen. Tapi kemana pria itu? Kenapa tidak ada disana?

"Hahhh dasar pria tidak bertanggung jawab, main pergi saja, tempat tidurku kotor sekali karenanya," keluhnya, menyayangkan sekali bedcover putih polos miliknya itu dipenuhi bubuk tanah dan bercak darah tipis-tipis.

Oh, sayang itupun tanda kalau Ia tak bisa merawat pria itu dengan benar sampai bersih.

Tyra lantas berdiri, sekali lagi meregangkan otot-ototnya ke kanan dan ke kiri, "Sepertinya Aku butuh pergi ke gym ..."

"Ah sial, apa boleh buat? Orang-orang penasaran itu pasti masih ada disana," lanjutnya seraya keluar dari kamar. Tiga detik kemudian, Tyra berhenti, mendapati pintu apartemennya terbuka lebar, bahkan sepenuhnya.

"Siapa yang membuka pintu? Dia?" kesalnya seraya mendekat. Namun Tyra kembali terhenti, tepat setelah Ia menyentuh gagang pintu, "Tapi ... harusnya dia tak akan bisa membukanya. Dari mana Ia tahu ... kata sandi pintu untuk keluar?" lanjutnya bermonolog. Pintunya itu diberi kode khusus, baik untuk keluar atau masuk, dan tidak ada yang mengetahui selain dirinya dan Eric.

"Nona Elleanor Tyra?"

Dua orang pria paruh baya berseragam kebersihan dan keamanan apartemen menghampiri Tyra tiba-tiba.

"Ah? Ya? Ada apa?" tanyanya sedikit terkejut.

"Mohon maaf, Kami ingin menyampaikan bahwa pihak apartemen melayangkan sanksi dan denda atas kegaduhan yang Anda buat sejak kemarin, Nona," ujar pria berseragam keamanan.

Tyra memejamkan matanya sejenak, "Pak, Aku bahkan tidak tahu menahu soal kedatangan mereka. Kenapa pihak apartemen malah menyalahkanku? Seharusnya para jurnalis itu yang didenda, bukan?"

"Ya, Aku paham. Tapi Kau sumbernya, mereka datang karenamu," bantah pria itu lagi, membuat Tyra hanya bisa pasrah, "Baiklah, berapa dendanya?"

"Manajemen akan segera mengirim e-mail padamu, Kau bisa memeriksanya nanti. Juga, Kau mendapat sanksi tambahan untuk hari ini, denda kebersihan."

Tyra mengerutkan dahinya, "Denda kebersihan? Apa yang telah kulakukan? Aku membuang sampah dengan benar selama ini ..."

"Ya, memang bukan Kau yang mengotori apartemen, tapi seseorang kedapatan keluar dari unit apartemenmu ini, berjalan dengan kaki penuh tanah dari depan sini ... sampai ke dalam lift bahkan ke lobby. Kami sudah melihat dari kamera CCTV."

Pria berseragam kebersihan menunjuk lorong sepanjang unit apartemen Tyra, "Aku baru saja membersihkannya. Lantai menjadi sangat kotor karena ulah seseorang di apartemenmu itu," lanjutnya terdengar kesal.

Tyra tak habis pikir, pasti pria itu bukan? Menyebalkan sekali.

"Baiklah Pak, biar kubayar dendanya nanti. Aku minta maaf atas kesalahan yang kuperbuat, tidak akan kuulangi."

"Terimakasih, Nona. Kami sudah mengamankan sekitar apartemen, tapi sepertinya beberapa orang yang sangat penasaran masih berkeliaran disekitar sini menunggumu keluar. Berhati-hatilah."

Tyra hanya mengangguk, lalu kedua orang itu pamit pergi usai melakukan tugasnya.

Menutup pintu, Tyra menghela nafas berat, "Uangku ... kenapa Kau harus pegi untuk hal tak berguna ..." keluhnya, berjalan malas menghentak-hentak kaki. Pasalnya Ia tahu, denda di apartemen elit itu tak akan murah, bisa ratusan bahkan ribuan dolar untuk kesalahan tak terlalu besar.

Lalu denda untuk kerumunan itu pastilah besar.

"Ck! Kemana pria itu? Aku harus memintanya bertanggung jawab!"

"Tapi kemana dia? Apa mungkin pergi begitu saja?"

Tyra berpikir keras, "Tapi Aku juga tak bisa membiarkannya pergi. Dia harus menjelaskan apa yang terjadi kemarin," ujarnya, mengangguk yakin, "Ya, dia tidak boleh pergi. Tapi kemana dia?"

"Ponsel saja Ia tak punya ..."

"Astaga, merepotkan sekali, apa Aku harus mencarinya juga?"

****

Eric menghempaskan kasar ponselnya ke sofa, usai Tyra tak menjawab panggilannya. Nada sambung bahkan tak terdengar, ponsel kekasihnya itu tidak aktif. Eric bingung, Ia memikirkan gadis itu sejak kemarin kasusnya mencuat ke dunia maya.

Memang, Eric kesal karena Tyra tak bisa menahan diri, namun Ia tak bisa menyalahkan penuh. Jika Eric ada di posisi Tyra, mungkin Ia akan sama parahnya.

"Apa dia menyangka Aku marah padanya?"

TING NING!

Bel apartemennya tiba-tiba berbunyi, diikuti seseorang menekan kombinasi angka-angka. Ah, Eric tahu siapa itu.

CKLK!

Benar saja, Alsy yang datang. Ayahnya itu kebetulan sedang ada di Paris juga, lalu mendadak datang setelah mengetahui isu yang menerpa calon menantu kesayangannya.

"Apa Tyra sudah bisa dihubungi?" tanyanya to the point, membuat Eric menggeleng lesu, "Tidak bisa, Ia tidak aktif."

"Astaga, Ia pasti terpuruk. Kebiasannya selalu memendam masalah, enggan berbagi dengan siapapun," lanjut Alsy khawatir.

Eric mengusap wajahnya kasar, "Sepertinya Aku harus kembali ke Indonesia besok, mempercepat urusanku dan mengurus sisanya jarak jauh," ujarnya.

"Ya, pulanglah, temani Tyra. Katakan padanya Kita tak mempermasalahkan apa yang Ia lakukan. Aku akan menahan media agar tak memperparah pemberitaannya. Panggil juga Dira, keluarkan dia dari perusahaan."

Eric menoleh cepat, "Kenapa Kau jadi menyalahkan Dira juga?"

"Karena dia akar masalahnya."

"Tapi Tyra juga salah, Pa."

"Apa Kau tidak melihat video lengkapnya? Aku melihat dari rekaman CCTV asli restoran itu, dan tampak memang Dira dan Maria yang memprovokasi Tyra."

"Tetap saja ..."

"Jangan banyak bicara, Kau ini ada di pihak siapa? Seharusnya Kau bela Tyra sampai akhir, karena dia tidak salah, dan dia menderita selama ini karena Ibu dan Adik tirinya terus mengganggu. Kau paham?"

"Aku tidak mengerti jalan pikirmu, Pa. Kau selalu bilang yang salah tetaplah salah, sekalipun Ia adalah keluarga. Aku tidak mau salah mendidik Tyra, Ia salah kali ini, dan Ia harus tau itu."

Alsy menghela nafasnya sejenak, "Terserah Kau saja, tapi Aku tidak mau menyalahkan Tyra ..."

"Pa ..."

"Keluakan Dira dari perusahaan, pastikan seluruh proyek dibawah koordinasi Tyra berlanjut, dan Ia kembali aktif."