Kerajaan Adela. 497 A.H.
"Kerajaan Rubanah…"
Berbeda dengan Ksatria yang mengendarai Heavenhold, Klein yang tidak memiliki kendaraan konvensional apapun, harus berpikir.
Haruskah dia melalui kerajaan Adela dan naik kapal atau memakai kendaraan darat dari kekaisaran Rah? Dan pilihannya adalah yang pertama.
"… Bicara soal kekaisaran Rah, kalau dipikir-pikir, bukannya Champion Sword punya efek tertentu kepada Labose?" Klein bergumam.
Namun, itu tidak akan berguna. Karena bukannya membangkitkan sihir, itu akan membangkitkan Labose dan membunuh ego Klein, menjadikannya sebatas zombie… dan Klein beruntung karena tidak menyentuh dan mengutak-atik Champion Sword atau sesuatu yang buruk bisa terjadi di dunia ini.
Labose adalah makhluk hidup juga—sebuah mikroorganisme. Tidak mustahil untuk organisme di dalam tubuh Klein mengendalikan Klein. Sejak awal, bagaimana bisa ingatannya– jiwanya berada di dalam tubuh yang terdiri dari sekumpulan mikroorganisme bersel tunggal yang berbahaya seperti Labose?
Masih menjadi misteri siapa dan mengapa memilih Klein untuk dibawa ke dunia ini alih-alih orang yang lebih ahli... Bukannya dia akan protes karena dia bisa mewujudkan impian kecilnya untuk memakai sihir.
"Selamat siang." Seorang penjaga gerbang menghentikan Klein, seperti barisan orang sebelum remaja itu. Dia berkata dengan ramah, tidak sedikitpun mengintimidasi, "Saya ingin melihat identitas anda pak."
Klein setuju. "Tentu." Dia menyerahkan kartu identitasnya kepada sang penjaga.
"Jadi anda dari kerajaan Kanterbury ya… apakah ada alasan tertentu keluar kerajaan di umur semuda ini?" sang penjaga berbasa-basi bertanya, saat dia mencatat informasi umum Klein di daftar pengunjung negara lain.
"Aku ingin mengelilingi dunia. Bertemu dengan orang-orang baru hingga mendapatkan pengetahuan baru– dan kerajaan Adela, yang merupakan negara yang beraliansi dengan kerajaan Kanterbury– sekaligus berada tidak jauh dari Kanterbury, merupakan tujuan pertama yang bagus." Klein menjawab dengan tenang, namun menunjukkan senyuman.
"Benar-benar tujuan yang luar biasa, semoga Prometheia selalu melindungimu ketika berada di perjalanan."
"Terima kasih. Semoga Prometheia selalu bersamamu juga." Klein membalas dengan ramah.
Setelah menyelesaikan masalah identitas, Klein segera memasuki kerajaan yang tidak pernah ditunjukkan secara eksplisit di dalam permainan.
Kerajaan Adela merupakan negara maritim dengan armada laut yang terbaik di seluruh benua ini. Mereka sudah cukup lama beraliansi dengan kerajaan Kanterbury yang merupakan kerajaan tetangga. Lokasi dari kerajaan Adela sendiri berada di selatan Kanterbury.
Klein cukup penasaran dengan tempat ini karena ini merupakan tempat dari beberapa karakter yang bisa dimainkan. Namun, itu hanya harapan kecil, karena tidak mungkin seseorang sekelas itu bisa bertemu dengan mob acak seperti dia yang bahkan bukan dari Adela.
Kerajaan Adela dan Kanterbury… dua kerajaan dengan kesan dan suasana yang berbeda. Sementara Kanterbury negara yang menjaga kesan fantasi magis dengan campuran teknologi, kerajaan Adela hampir seperti kota di Eropa abad 18 sampai 19.
Masih ada persamaan diantara keduanya, yaitu memiliki kesan dunia fantasi yang sangat kuat.
"Tapi ini tidak kalah keren… hampir mengingatkanku dengan rumah di Bumi." Klein bergumam dengan senyuman kecil terbentuk di wajahnya saat melihat suasana damai di kerajaan tetangga ini.
Untuk membayangkan akan jadi seperti apa masa depan negara ini membuat Klein menghela napas lelah. Pikirannya tidak akan pernah bisa berhenti memikirkan sebab dan akibat yang bisa menjadi alasannya berada disini.
—Bagaimana jika dia salah untuk menjadi kuat menggunakan sihir?
—Bagaimana jika dia seharusnya menjadi pendekar?
—Bagaimana jika dia seharusnya tidak keluar dari Kanterbury?
—Bagaimana jika dia salah karena menjadi terlalu kuat?
—Bagaimana jika dunia ini adalah dunia asal dari Alter Knight alih-alih Dumb Face?
—Bagaimana jika…
Seluruh pertanyaan dengan skenario 'What If?' benar-benar menyakitkan untuk dipikirkan, apalagi oleh orang yang sebelumnya merupakan manusia yang benar-benar biasa. Klein ingin menangis, tapi itu bukan jawaban untuk masalah ini. Dia hanya akan menghabiskan waktu jika melakukan itu.
Dan itu bukanlah hal yang dia inginkan.
Satu-satunya yang Klein miliki jika dia tidak membangkitkan sihirnya adalah kecerdasannya yang sedikit diatas rata-rata dan pengetahuan yang bisa membalik keadaan yang malah membunuh segalanya.
Jadi, sihir itu harus dimiliki.
Dia punya tujuan tersendiri, tapi– bisakah dia melakukannya? Musuhnya adalah makhluk dari dimensi yang lebih tinggi, dengan kata lain mirip "tuhan". Kemungkinan terburuk, dia bisa bertemu dengan dewa luar…
Tidak, sebaiknya tidak memikirkan hal itu. Bagaimanapun, "jika kau menatap jurang, jurang akan balik menatapmu," dan Klein tidak berada di zona nyaman untuk mengurus masalah baru. Apakah zona nyaman itu bahkan ada? Klein meragukannya.
Jadi Klein akan mengesampingkan itu semua, dan beruntungnya dia menemukan pengalih yang pas.
Orang-orang berkumpul, tanpa banyak kesulitan, Klein menyadari itu adalah sebuah parade. Tanpa keraguan, Klein mendekat dan ikut menonton, yang segera membuatnya membelalakkan mata.
'Sungguh beruntung!' Klein tersenyum.
"…Betapa luar biasanya Nyonya Marina… walaupun masih muda, tapi sudah menjadi seorang Laksamana Agung."
"Iya. Lihat pedang raksasanya benar-benar sangat keren untuk seorang wanita bisa mengangkat pedang sebesar itu. Dia sangat mengagumkan!"
Terima kasih kepada kalian para mob, Klein tidak perlu waktu lama untuk menemukan sosok yang menjadi perhatian semua orang– karena dia jugalah yang menjadi perhatian Klein.
Sosok seorang perempuan dengan tubuh yang ramping dengan mengenakan seragam dan jas dengan atribut atribut militer. Di sisinya, terdapat sebuah pedang nodachi yang menjadi senjata utama dari perempuan itu.
Matanya yang hijau memandang segalanya dengan ketenangan dan rambut pirangnya berkibar tertiup angin, menunjukkan pesona sekaligus kharisma yang luar biasa.
Klein yang melihat sosok itu tersenyum, dan bergumam rendah. "Dia masih belum kehilangan matanya."
Tentu saja, lagipula Penjajah juga belum menyerang, jadi segalanya masih aman dan damai tanpa banyak masalah yang perlu di pikiran.
Untuk sekarang, tidak ada yang perlu Klein khawatirkan, jadi dia akan pergi untuk memesan tempat duduk di kapal. Klein adalah pelancong, jadi dia harus menghabiskan waktunya dengan baik alih-alih menonton parade militer yang berangkat menuju medan perang.
Yang tidak dia sadari, sang Laksamana Agung yang dia perhatikan, juga balik melihat punggungnya yang berjalan pergi. Walaupun, itu hanyalah lirikan sederhana tanpa alasan.