"AMY!" tiba tiba Alfa membuka pintu dan berdiri di sana.
Amy terkejut melihatnya sudah berada di sini.
"Mana yang sakit? Mana? Mana?" Alfa panik dan mengecek badannya, tangan, kaki, kepala, bahu, punggung.
Sedang Amy hanya mematung sembari memegang ponsel.
"Aku baru saja mau menelponmu."
"Aku sudah ada di sini. Bagaimana keadaanmu? Kau merasa pusing? Sakit atau lapar atau…"
Amy tiba tiba tersenyum.
"Eh? Kenapa malah…"
'Aku baik baik saja. Lihat," Amy menunjuk luka di lututnya yang sudah di plester. "Cuma luka sedikit."
Arvy dan Mark masuk ke dalam.
"Kau baik baik saja?" tanya Arvy.
Alih alih menjawab, Amy terus menatap Mark.
"Mark, terima kasih banyak. Aku tidak tahu bagaimana cara membalasnya. Jika Tidak ada kau tadi mungkin aku sudah…"
Mark mendekat dan mengelus puncak kepala Amy.
Alfa keheranan dan bertanya tanya siapa pria dewasa bernama Mark ini.
"Tidak perlu membalasnya. Aku bersyukur kau baik baik saja."
"Apa kau terluka?"
"Tidak. Aku tidak apa apa,jangan khawatir."
"Benar? Kau tidak bohong?"
Mark mengangguk.
Amy memeluknya.
Arvy dan Alfa terkejut, begitu juga Mark. Namun akhirnya Mark tersenyum dan membalas pelukannya.
"Kau orang yang baik, Mark. Meskipun kita baru bertemu hari ini. Putrimu sangat beruntung mempunyai ayah sepertimu."
"Pu…putri?" batin Alfa. Ia Tidak tahu kondisi Amy dan orang bernama Mark ini, namun sepertinya Amy mengenalnya dan orang ini juga terlihat baik. Jadi ia hanya diam saja.
"Tentu saja. Aku adalah bodyguard level A. Aku akan menjadi pengawalmu kalau kau butuh bantuan." Mark tersenyum lebar.
Diikuti Amy dan Arvy, sedang Alfa hanya melihat ketiganya dengan heran.
***
"Kau mengenal Paman itu?" tanya Alfa.
"Maksudmu Mark?"
"Iya."
"Iya aku mengenalnya. Kenapa?"
"Bagaimana bisa dia ada di sana?"
"Dia pengawalnya Arvy, aku juga tidak tahu bagaimana, tapi Mark lah yang sudah menolongku."
"Kak Arvy memberitahuku katanya ada truk oleng karena jalan yang licin dan hampir menabrakmu. Jadi yang menyelamatkanmu bukan Kak Arvy tapi Paman itu?"
"Secara garis besar iya, tapi Arvy juga membantuku." Amy melirik jaket Arvy yang tersampir di gantungan. "Aku harus mengembalikannya besok."
"Jadi kau ini sedang mencari apa? Dari tadi kau hanya menggeser geser mouse mu."
Amy duduk di depan komputer dan mencari cari hadiah yang cocok untuk anak perempuan. Alfa berdiri di sampingnya.
"Aku sedang mencari hadiah untuk putrinya Mark. Kira kira apa yang bagus ya?" kata Amy sembari terus melihat layar komputer.
"Berapa usianya?"
Amy menatap Alfa, "Kenapa aku Tidak tanya itu? Ah payah!" Amy menepuk jidatnya sendiri.
"Kau bilang akan menjelaskan padaku kenapa kau datang ke bar nya Kak Arvy."
"Apa aku bilang begitu?" Amy pura pura lupa.
"Jangan pura pura kau," Alfa memiringkan mata.
"Aku tidak bilang begitu."
"Woi."
Amy diam saja.
"Amy!"
"Iya iya," Amy setengah hati.
"Jadi?"
Amy menghela napas lalu menarik lengan mereka lalu duduk di kursi bulu di depan kasurnya.
"Aku ke sana untuk meminta bantuannya."
"Ha?"
"Kuberitahu kau satu rahasia," Amy berbicara pelan.
Alfa memiringkan kepalanya penasaran.
"Sebenarnya…" Amy nampak ragu.
"Apa?"
"Jadi…"
"Cepat katakan."
"Tapi kau jangan marah."
"Iya, iya."
"Sebenarnya… ah tapi janji kau jangan marah."
"Kan aku sudah bilang tidak akan marah."
"Kau pasti marah nanti. Janji!"
"Iya janji!"
"Janji!"
"Iya! Iya! Janji! Berapa kali aku harus mengulanginya? Aishh."
Alfa kesal sendiri.
"Aku meminta bantuan Kak Arvy untuk kasus kita."
"HA?!"
"Tuh kan?! kau marah!"
Alfa menghela napas lalu mengeluarkannya perlahan sembari menutup matanya rileks, namun ia tetap ingin marah.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Kita tidak bisa diam saja, kita harus menolong anak itu."
"Kemarin kau menolaknya, sekarang minta bantuan? Pada Kak Arvy?"
"Lalu siapa lagi? Rahasia yang ingin kuberitahu tadi adalah…sebenarnya Kak Arvy sama indigonya denganku."
"Ah begitu ya." Alfa mengatakannya dengan setengah hati.
"Eh? Kau Tidak terkejut?"
"Apa aku harus terkejut?"
"Jangan jangan, kau sudah tahu?" Amy menatap Alfa intens.
'A..apanya?"
"Kenapa kau gagap begitu?" Amy makin curiga.
"Bukan begitu, aku cuma…"
"Dari mana kau tahu?" Amy berubah serius.
"Itu…apa itu penting sekarang?" Alfa mengalihkan topik. "Sekarang adalah bagaimana kita merencanakan penyelidikan kita untuk kasus itu sekarang! Jujur saja, kau minta bantuannya karena kau tidak percaya padaku kan?" kau menganggapku Tidak berguna kan?"
"HA?! Aku tahu kau mengalihkan pembicaraan kita! Ayo jawab dari mana kau tahu? Cepat!" Amy menggoyang goyangkan tubuh Alfa, lalu dipukulinya pelan lengannya.
"Hentikan, jangan pukul aku!"
Buk buk buk.
"Dasar Alfa sialan! Kau bohong padaku! Rasakan!"
"Hentikaaannn! Tidaaakk!"
***
Amy keluar dari kamarnya sembari membawa kotak gift yang ia persiapkan untuk Paman Mark. Ia tersenyum dan bersiap pergi ke bar nya Arvy.
Tiba tiba Alfa keluar dengan memakai pakaian rapi, ia bahkan merapikan rambutnya. Ia menghampiri Amy.
"Aku sudah siap," katanya.
"Apa ini? Apa yang kau lakukan?"
Alfa menatapnya bingung.
"Aku tanya kenapa kau rapi sekali? Jangan bilang kau mau ikut aku?"
"Iya lah. Memangnya mau kemana lagi?"
"Kenapa?"
"Kenapa bagaimana maksudmu?"
"Aku yang harusnya tanya begitu."
"Kau ini bicara apa sih dari tadi? "
Amy menghela napas. Capek sejak semalam berantem terus dengan si Alfa.
"Kau tidak perlu ikut, aku sendiri saja yang pergi."
"Apa? Setelah kau hampir kecelakaan seperti kemarin?! Tidak mau! Aku akan ikut!"
"Sudahlah, terserah kau saja." Amy memutar bola matanya.
"Kenapa kau melarangku sih?"
"Bukankah kau sudah tahu kalau Kak Arvy memang sama denganku? (indigo) kenapa kau tidak memberitahuku? Semalam aku sudah tanya kan? Kenapa kau tidak menjawab? Kau pura pura bodoh selama ini!"
"Aku sudah bilang kan kalau itu bukan urusan kita. Itu hak dia memberitahu kita, itu pun aku tahu secara tidak sengaja. Kak Arvy bukan tipe yang akan memberitahunya sendiri pada orang lain. Kau pasti bisa menebak karakter dan sifatnya kan?"
"Seharusnya kau memberitahuku?"
"Untuk apa? Agar kita bertengkar seperti ini? Ahh astaga. Kita tidak berhenti bertengkar sejak semalam. Inilah kenapa aku harus ikut denganmu."
Alfa mengambil kado yang Amy bawa, karena itu terlihat besar dan berat. Ia lalu melenggang pergi mendahuluinya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Kau yakin bisa membawa kotak yang berat dan besar ini? Sebenarnya kau belikan apa paman itu?"
"Bukan urusanmu. Woi kembalikan! Aku bisa membawanya sendiri."
"Kalau kau tidak cepat cepat aku akan pergi sendiri."
"Ha? Memang siapa yang ikut siapa di sini? Sialan!"
Amy berjalan cepat dan terpaksa mengikuti langkah Alfa yang lebih lebar darinya.