webnovel

The Forbidden Light

Ketika Clara berpikir telah sampai pada akhir, saat itu awalnya justru dimulai. Dia kira dirinya akan hidup sebagai seorang putri dan mati sebagai pecundang, namun janji yang tak sadar diucapkannya malah memberikannya kesempatan untuk mengubah dunianya.

Saturday_The12 · 都市
レビュー数が足りません
14 Chs

7. Missed

"Blue print itu diberikan kepada polisi patroli sebagai bentuk antisipasi atas semua kemungkinan. Mereka menggunakannya untuk referensi wilayah yang perlu diperketat keamanannya dan akan menandai daerah patroli mereka agar tidak terjadi penumpukan petugas di wilayah tertentu. Bagi kepala patroli seperti Eddy, seharusnya peta miliknya akan dipenuhi keterangan area operasi yang tercover, tapi dia tidak memberikan tanda apapun karena baginya, yang penting bukanlah daerah mana yang kurang pengawasan, tapi daerah yang tidak akan diawasi. Dan daerah itu sepenuhnya berada di bawah kendalinya."

"Kapten," Rose menatap Lucas dengan raut skeptis dan mengejek. "Asumsi ini tidak akan bisa membawa Eddy ke persidangan. Ini hanya tebakan tak mendasar tanpa ilmu!"

"Sebenarnya," suara ringan Clara muncul begitu tiba-tiba. "Peta ini tidak sepenuhnya tanpa coretan." Clara menyipitkan mata pada lembaran kertas di tangannya. "Ada alasan kenapa jenis cat kuku yang dikenakan pada korban belum teridentifikasi." Dia mengusap permukaan peta dan menunjukkan serbuk cokelat yang menempel di tangannya.

"Debu?"

Pertanyaan polos Baek Jin membuat bibir Clara tertarik. Lesung di ujung bibirnya muncul sangat tipis dan hanya bisa terlihat dari posisi Lucas yang berdiri di sebelahnya.

"Ah, maaf. Kalian bukan penggemar cat kuku, jadi wajar jika tidak mengenali ini." Clara mengusap tangannya yang bernoda ke ibu jarinya. "Ini adalah powdered nail polish."

"Huh?"

"Cat kuku dalam bentuk serbuk," jelas Clara. Dia melepas foto kuku kaki para korban dari bundel file dan menempelkannya satu per satu di whiteboard. "Beberapa senior di sini mungkin tidak familiar dengan perbedaan hasil cat kuku konvensional dengan yang bubuk. Foto kuku kaki korban pertama, Diane, adalah jenis cat kuku cair dengan tingkat coverage yang lebih tinggi dan merata dibandingkan korban lain. Sementara hasil dari cat kuku bubuk lebih shear namun lebih mudah digunakan karena hanya tinggal mencelupkan jari pada wadah berisi serbuk cat."

"Kesimpulan itu masih belum dapat dibuktikan," tegas Rose. "Meski kau menemukan sisa cat kuku di peta milik Eddy, lalu memang kenapa? Bahkan warnanya berbeda dengan yang ada pada korban."

Lucas mengerenyitkan kening dan menatap Rose dengan tajam.

"Aku hanya menyampaikan holes dari analisisnya. Setiap kelemahan akan membuat tuduhan menjadi invalid dan bisa saja Eddy hanya dihukum karena mengancam petugas polisi." Rose mengangkat bahu dengan tak acuh. Meski demikian, dadanya terasa panas karena gestur Lucas yang jelas memihak anak baru itu. "Dan serbuk yang kau temukan bisa saja bukan cat kuku."

"Hal tersebut bisa ketahuan jika diperiksa di lab," Tony menggaruk dagunya dengan ragu. Pertengkaran dalam tim adalah hal terakhir yang mereka butuhkan sekarang. Jika Clara tersinggung dan sampai beradu mulut dengan Rose, tak terbayangkan kemarahan kapten mereka nanti.

Diluar dugaan, Clara mengangguk sopan. "Saya paham. Akan saya perbaiki sudut pandang dalam pemecahan masalah ini. Terima kasih atas masukan senior hingga saya bisa belajar hal baru dari anda secara langsung." Dia lumayan tahu karakter Rose yang memiliki harga diri tinggi di bidangnya, dan tidak memperpanjangnya lagi.

"Belajar?" yang mengesalkan adalah, Rose justru terlihat tersinggung. "Jika kau berminat belajar, bagaimana bisa kau menarik kesimpulan sembarangan seperti itu? Ditambah lagi, jika kau merasa akulah seniormu, kau harusnya melapor padaku dulu, bukan pada kapten Lucas."

"Dan apakah hal itu penting saat ini, Wilburt?" Lucas bertanya dengan bibir menggigit ujung rokok. Matanya yang tajam memojokkan perempuan itu tanpa bersusah payah. "Jika kau merasa tidak puas, setelah kasus ini selesai, kau bisa menemuiku untuk mengajukan protes. Sekarang, anak baru, kembali fokus pada kasus. Apa lagi yang harus kami tahu?"

Seluruh tim 1 terperangah mendengar ucapan Lucas. Lelaki super waspada itu mempertimbangkan analisis si anak baru?

Wah, baru sehari tapi Clara si anak baru sudah berkali-kali membuat mereka terkejut karena kemampuannya dalam mengubah Lucas.

"Orang yang tertangkap baru-baru ini tidak terlibat dalam pembunuhan berantai. Kasus ini sepenuhnya merupakan aksi satu orang, dan orang itu adalah Eddy."

Mereka memperhatikan bagaimana Clara mengubah bagan alir di whiteboard tanpa sedikitpun keraguan. Jarinya yang ramping dan panjang tanpa ragu menghapus tinta spidol di depannya.

Mata hijau Lucas menggelap, baru menyadari kalau perempuan itu memiliki jemari yang feminim. Sesuatu menggelitik rongga dadanya. Bibirnya membentuk senyuman simpul misterius. Rokok yang belum disulut diletakkan begitu saja, kemudian dia bergerak mendekati Clara, menciptakan penghalang implisit lewat punggung lebarnya. Gestur tak ketara yang hanya dipahami dirinya sendiri.

"Dan dasar dugaan yang baru ini adalah...?" Rose tidak mau mengakui bahwa dia merasa tersudutkan oleh analisis anak baru yang terlihat seperti kutu buku itu. Mata bulatnya menyipit, menunjukkan penyangkalan pada perubahan di whiteboard.

Para detektif polisi di Tim 1 tidak memiliki background pendidikan psikologi sebaik Clara maupun Rose, namun mereka sudah menghadapi lebih dari ratusan orang selama karier mereka. Satu kilat tidak puas Rose sudah cukup membuat mereka menyadari kalau perempuan itu merasa terancam dan tidak terima dengan bergabungnya Clara di tim investigasi kriminal. Dalam satu tim kecil seperti ini, satu ahli dianggap lebih dari cukup dan kedatangan Clara, ditambah latar belakang pendidikannya tentu membuat posisi Rose sedikit goyah.

Tubuh keempat pria itu menegang, secara tidak sadar mereka menegakkan punggung.

Hanya Lucas yang tak terpengaruh dan mereka kembali melihat senyuman sopan Clara sebelum anak baru itu menjelaskan.

"Hasil pemeriksaan psikologis terduga pertama, Bill, menunjukkan bahwa dia memiliki kecenderungan untuk bersikap impulsif. Kriminalitas yang mungkin dilakukannya adalah DUI atau keributan di tempat umum, selain itu, saya rasa dia tidak punya nyali. Dia tidak akan melakukan pembunuhan terencana dengan serapi ini. Ditambah lagi, Bill bukan orang cerdas yang berorientasi pada detail hingga mau menghabiskan waktu mempelajari peta untuk mendapatkan jarak tepat 70 km untuk membuang korban. Dia juga bukan orang yang sabar dan tidak akan mampu mengecat kuku seseorang—terlebih kuku kaki wanita—dengan tangan yang bergetar. Saya sudah melakukan konfirmasi kalau bill mengalami withdrawn syndrom akibat kecanduan alkohol." Clara menulis beberapa keterangan di sisi lain whiteboard.

"Dia apa?" Rose kehilangan kontrol terhadap ekspresinya dan terbelalak. Tersangka... yang susah payah ditangkap... mengalami withdrawn syndrom? Kenapa tidak ada yang memberitahukan hasil itu kepadanya?!

"Withdrawn syndrom," ulang Clara. "Paranoia yang ditampilkan selama interograsi kemungkinan disebabkan karena dia tidak mendapatkan akses terhadap alkohol selama berada dalam tahanan." Suara Clara tenang dan tak beraksen, membuat penjelasannya lebih mudah dimengerti dan masuk akal.

"Tapi menyimpulkan bahwa Bill sama sekali tidak terlibat?" Rose menggeleng dengan keras kepala. Tidak, tidak mungkin dia salah. Bahkan ahli criminal profiling yang diajaknya berdiskusi setuju dengan kesimpulannya. "Aku perlu memastikan ulang keterangan yang diberikan Bill. Sejauh ini seluruh bukti lapangan mengarah padanya dan dia tidak memiliki alibi—"

"Tidak perlu," Baek Jin yang mengecek ponselnya mendesah, menyambungkan laptop di hadapannya dengan proyektor, lalu menampilkan folder berisi potongan video CCTV. "Alibinya valid. Pada prakiraan waktu pembunuhan korban pertama, Bill tengah menghadiri pesta temannya. Dia masuk lewat pintu belakang dan menghabiskan waktu dengan beberapa orang yang identitasnya sudah dikonfirmasi." Baek Jin menatap Clara dengan pandangan aneh. "Setelah itu dia terlibat kecelakaan karena mabuk dan menyuap petugas agar CCTV yang merekamnya dihapus. Agar terhindar dari masalah, ayahnya mengirim Bill ke Amerika selama tiga bulan dan baru mengakuinya setelah menyadari nama anaknya ikut terseret dalam kasus besar ini."

Keheningan yang tidak mengenakan seketika mengisi ruangan itu.

Jadi setiap kerja keras mereka tidak berarti hanya karena Bill tidak mau mengaku telah menyuap petugas polisi?

Namun dari semuanya, Rose yang merasa dipermalukan dengan luar biasa. Semua hasil profiling-nya menjadi tidak berarti sama sekali hanya karena satu hal kecil itu. Wajah cantiknya berkerut.

"Kenapa..." bibir merahnya bergetar. "Informasi ini seharusnya segera kalian dapatkan! Kalau aku tahu mengenai sindrom yang dialami Bill, aku tidak akan salah dalam melakukan profiling!"

Kemarahan perempuan itu dapat dipahami, tapi tidak diapresiasi. Mereka semua sibuk dan telah berusaha keras untuk kasus ini.

"Untuk apa kau membentak kami?" tanya Tony dengan tajam. "Jika kau memang hebat, harusnya kau bisa membuat profil yang benar sebelum kami menangkap Bill!"

"Okay." Putus Lucas. "Kita hanya memerlukan pengakuan Eddy. Clara, Baek Jin dan Rose, temui aku di ruang interograsi dalam setengah jam. Yang lain, selidiki latar belakang Eddy."

Ruangan itu seketika berubah dingin.

Bukan hanya mengabaikan teori Rose tapi sepenuhnya membuangnya begitu saja dan mempercayai Clara? Ditambah lagi kapten mengajak anak baru untuk terlibat dalam penyelidikan begitu saja?

Mau berapa banyak kejutan yang akan diciptakan Clara kepada Lucas?

Nanti malam pasti akan ada badai.

"Baiklah, semuanya kembali bekerja," Lucas membiarkan anggota timnya keluar, kemudian menarik Clara yang berjalan terakhir.

Untungnya perempuan itu tidak histeris dan bisa menunggu hingga tidak menimbulkan kecurigaan. Hanya ada sedikit kerutan singkat di keningnya sebelum dia diam.

Suara anggota timnya perlahan menjauh, dan hanya pada saat itu Lucas menunduk untuk menatap Clara.

"Aku memiliki dugaan bahwa korban pertama dari rangkaian kasus ini memiliki motif yang berbeda dari yang lain," Lucas bicara langsung pada intinya. Mata Clara yang segelap batu obsidian hitam berkilat saat mendengar kalimat Lucas. "Apa kau juga berpikir begitu?"

Dengan sedikit malu, Clara mengalihkan pandangannya. "Bagaimana kapten tahu?"

Tanpa disadari keduanya, senyuman miring melengkung di bibir Lucas.

"Kau membahas mengenai jenis cat kuku yang berbeda. Sejauh ini Eddy konsisten mengenai bagaimana dia memberikan tanda pada korbannya. Sekarang, kenapa tadi kau tidak menyinggung mengenai kecurigaanmu?"

Andai Lucas tidak mendengarkan setiap kata yang dikeluarkan Clara, maka dia akan melewatkan petunjuk kecil itu. Sejak menangani kasus ini, Lucas yakin bahwa korban pertama memiliki kondisi yang berbeda dengan korban lainnya, tapi dia belum menemukan titik terang tersebut hingga Clara mengeluarkan hipotesisnya.

Clara sedikit takjub dengan deduksi Lucas, tapi kalau dipikirkan lagi, lelaki ini adalah orang yang ditakdirkan untuk selalu berada di puncak dunia. Sejak masa sekolah dan berlanjut hingga kariernya yang melesat di kepolisian, Lucas selalu menampilkan kinerja jempolan baik di kehidupan dulu maupun sekarang.

Jadi Clara hanya tersenyum canggung.

"Saya tidak memiliki cukup bukti," jawabnya.

Dengan heran, Lucas mengerutkan keningnya. Profiler di hadapannya benar-benar berbeda dari kebanyakan profiler yang pernah bekerja dengannya. Clara memiliki kerendahan hati dan kewaspadaan yang mempertimbangkan berbagai aspek sosial sehingga nyaris tidak menimbulkan konflik. Bahkan ketika menyatakan kemungkinan kalau ada polisi yang terlibat, dia telah mempertimbangkan cara untuk keluar dari situasi terburuk tanpa menimbulkan perpecahan tak berarti.

Efisien dan cekatan.

"Clara," lidah Lucas dengan fasih menyebut namanya, membuat tubuh Clara sedikit bergidik. "Kau berada dalam tim ini dengan aku sebagai pimpinanmu. Apapun yang ada dalam pikiranmu, seabsurd apapun itu, kau harus memberitahuku. Biarkan aku yang memutuskan layak atau tidaknya ide itu disampaikan."

Clara ingin berdalih bahwa dia belum diterima dalam tim, tapi memilih menutup mulutnya dan mengangguk.

"Sekarang, aku mau kau menemukan hubungan sebenarnya korban pertama dengan yang lainnya dan membuat Eddy bicara. Maksudku bicara adalah, alasan yang sebenarnya. Apa kau bisa melakukannya?"

"Ada Detektif Rose—"

"Ini adalah ujian dariku untukmu. Apa kau mau mengambilnya?"

Bibir Clara bergetar, terbuka dan tertutup.

Kalau itu tujuannya, memangnya dia punya hak menolak?

Clara harus diterima di kepolisian dan kasus ini dapat mendongkrak pengalamannya. Dengan pengalaman ini, ketika dia pindah, pekerjaannya di unit yang baru akan lebih mudah.

"Saya... akan mencoba."

Bahunya ditepuk dengan tekanan yang mengejutkan.

Mata elang Lucas berkilat serius. "Kau harus berhasil." Lucas menyadari ambiguitas kalimatnya, lalu menambahkan, "Ini adalah kesempatan terakhir kita untuk menarik informasi dari Eddy."