webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · アニメ·コミックス
レビュー数が足りません
289 Chs

Marah

Mendengar seorang wanita jalang yang mengucapkan kata-kata seperti itu padanya dengan penampilannya yang mirip dengan Ibunya benar-benar membuat Sera kesal.

Tapi sebelum bisa berkata apa-apa, dia melihat sosok Asheel yang masih bocah maju didepannya.

"Kau jalang rendahan berani memandang wanitaku seperti itu... Tahu tempatmu, sampah!"

BOOM!

Tekanan yang sangat mengerikan keluar dari tubuh Asheel dan meledak hingga memengaruhi ruang sekitarnya, tapi sebelum bisa membuat dampak apapun, telapak tangan Sera mendarat di bahu Asheel dan membuatnya tenang.

Hanya dengan telapak tangan bisa menetralkan semua tekanan mengerikan yang sebelumnya mampu menekan makhluk apapun, bahkan Ophis dan Merlin gemetar di belakangnya.

"Tenang, Asheel. Aku senang kamu marah karenaku tapi itu tidak ada gunanya. Dia hanyalah makhkuk fana rendahan yang menggunakan wujud Ibu untuk mendapat kecantikannya."

Asheel lalu menarik napas setelah menenangkan diri, "Benar juga. Sejak kapan aku harus repot-repot untuk berurusan dengan sampah sepertinya. Kuharap Shalltear ada disini, jadi aku bisa melemparkan wanita ini kepadanya."

"Bukankah lebih baik melemparkannya ke ruangan Kyouhukou?"

"Apa kau ingin membayangkan sosok Ibumu di ranggapi ruangan penuh kecoak?"

"Uhh, itu..."

"...."

Sementara Asheel dan Sera mengobrol tentang apa yang harus mereka lakukan untuk menghukum Flora, Flora sendiri masih gemetar hingga sosoknya jatuh dan menatap mereka berdua dengan ngeri.

Merlin juga sebenarnya takut, tapi karena tekanan sebelumnya berasal dari Asheel, itu membuatnya tenang dengan perlahan. Ophis di sisi lain hanya dengan tenang menonton mereka.

Asheel lalu berjalan menuju Flora yang masih gemetar karena ketakutannya. Saat melihat sosok Asheel mendekatinya, itu sangat membuatnya takut hingga dia dengan putus asa berusaha menggerakkan tubuhnya. Tapi perjuangan itu sia-sia karena tubuhnya sendiri tidak mau menurutinya.

"Jangan mendekat..! Jangan sentuh aku!" Flora berteriak dengan ngeri.

Asheel lalu mengulurkan tangannya dan mencekik lehernya sebelum menariknya tepat di depan wajahnya, "Hmm, rasanya aneh karena wajahmu bahkan sangat mirip seperti dirinya. Itu membuatku lebih menginginkanmu menderita di bawah pelecehan dan hinaan hingga membuat seluruh hidupmu hancur dengan putus asa."

"Hikk....!"

Perkataannya membuat air mata jatuh ke pipinya dan di wajahnya yang menunjukkan ekspresi ketakutan absolut.

Asheel diam-diam menempatkan segel di tubuhnya yang tidak disadari oleh Flora, dan sebelum dia bisa menghinanya lagi, suara gemuruh langkah kaki terdengar saat puluhan prajurit masuk dengan senjata di tangannya.

"Flora-sama!"

Asheel yang memperhatikan hal itu mendecakkan lidahnya dengan kesal, "Cih, dasar serangga!"

Dia segera melambaikan tangannya dan bermaksud untuk langsung memusnahkan mereka, tapi suara teriakan yang familiar menghentikan tindakannya.

"Asheel, hentikan! Itu sudah cukup, kamu terlalu berlebihan!" Merlin berteriak sekuat tenaga untuk menghentikan Asheel.

Asheel terdiam sejenak saat menatap Merlin selama beberapa saat, membuat yang terakhir gugup. Dia mendengus dan melemparkan Flora ke tanah sebelum melototinya.

"Datanglah padaku malam ini, aku akan menghukummu sendiri." Asheel berbisik pada Flora yang hanya bisa didengar olehnya.

Setelah itu, para prajurit memasuki aula saat mereka semua menodongkan senjata ke arah kelompok Asheel. Mereka tidak bisa bereaksi sesaat saat melihat sosok pemimpin Klan-nya merangkak di tanah.

"Minggir!"

Asheel mendengus saat dia berjalan, anehnya para prajurit itu membuka jalan untuknya. Asheel dan kelompoknya segera keluar dari altar ini.

...

Malam hari, di salah satu ruangan.

Suasana hening dan canggung memenuhi ruangan. Sebelum datang ke ruangan ini, mereka berkeliling dataran mengambang ini terlebih dahulu dalam diam hingga matahari terbenam.

Perjalanan itu sangat sunyi dengan suasana canggung yang aneh, hingga suasana itu berlanjut hingga saat ini.

Pada satu ruangan yang sama, Ophis asik dengan gamepad di tangannya, Merlin sedang mengemut permen di mulutnya sambil melayang-layang, dan Asheel sedang bersandar di tubuh Sera dan menutup matanya.

Sera yang berada di belakangnya dengan perlahan mengelus rambutnya dan memutuskan untuk memecah kesunyian yang aneh ini, "Tidak biasa kamu marah, Asheel."

Asheel terdiam sejenak saat dia membetulkan posisi tubuhnya dengan menggeliat di pelukan Sera. Dia menghela napas, "Entahlah, aku juga merasa aneh pada diriku."

"Kamu menjadi lebih sombong."

"Itu kebanggaanku memilikimu sebagai wanitaku."

"Asheel..." Sera membelai wajahnya dari belakang saat senyum penuh kasih sayang muncul di wajahnya. ".... Terima kasih."

"Tapi..." Tatapan Asheel menatap ke atas saat dia berkata, "Semua itu, mungkin juga salahku..."

Sera mengangkat alis, "Apa maksudmu?"

"Fakta bahwa ada seseorang di dunia ini yang memiliki penampilan persis denganmu dan Lucia-san, itu mungkin merupakan bagian dari kekuatanku yang terbuang. Emosiku bahkan mampu menjangkau kekuatanku sendiri, yang sedikit mengejutkan."

"Apakah maksudmu jika kamu terlalu memikirkan aku dan Ibu hingga membuat perasaan itu sampai ke dunia ini?" tanya Sera.

"Yah, seperti itu..."

"Begitu..." Sera menghela napas sebelum matanya berubah nakal. Dia mencubit pipi Asheel dan berkata dengan nada bercanda, "Apakah sifat siscon Flora juga merupakan imajinasi sebenarnya dari pikiranmu?"

Asheel yang mendengar itu tersedak beberapa kali sebelum buru-buru berkata, "Itu tidak mungkin, aku tidak mempunyai pikiran sekotor itu... Haha!"

Dia dengan canggung menggaruk kepalanya.

Tidak seperti yang diharapkan Asheel, Sera malah mengeluarkan senyum kasih sayang. "Kalau begitu, Asheel. Bukankah kamu sebaiknya menjadikan Flora sebagai wanitamu? Dia yang kamu sangat impikan di masa lalu, kan?"

"Tidak mungkin, aku tidak sebajingan itu." Asheel buru-buru menyangkal dan menolaknya. "Terlebih lagi, bahkan jika penampilan mereka sama, Flora adalah Flora, bukan Lucia-san. Aku juga sudah merelakannya, aku sudah memilikimu sebagai anaknya, aku tidak menginginkannya lagi."

"Benarkah begitu? Cinta pertama adalah kutukan, lho."

"Kamu terlalu banyak menonton drama."

"Tapi kamu berani menyebut dirimu kurang bajingan, aku tahu apa yang kau lakukan pada gadis-gadis malang yang telah kau tiduri. Aku mengawasimu selama ini, Asheel."

"Gahh!" Asheel tersedak sekali lagi setelah mendengar perkataannya. "Itu... Aku bisa menjelaskan!"

Sera tersenyum tapi sebelum dia bisa membuka mulutnya, teriakan Merlin memotongnya.

"Apakah yang dikatakan Sera-nee itu benar, Asheel? Apakah kamu sudah jatuh begitu rendah?! Aku menjadi sedikit kecewa padamu...!"

Perkataannya semakin melambat saat ekspresi wajahnya meredup. Apakah dia menilai Asheel terlalu tinggi?

Tapi...

Asheel hanya menatapnya dengan tenang karena tahu Merlin belum selesai berbicara.

"Tapi ... perasaanku padamu, Aku, Aku tidak bisa menghentikannya. Aku memang tidak tahu banyak tentangmu, tapi .. aku masih ingin terus berada di sisimu!" Merlin berkata dengan tekad.

Setelah sadar dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya, dia tiba-tiba jatuh dan menutupi wajahnya dengan malu. "Awwwww! Lupakan apa yang baru saja kukatakan!"

Asheel hanya menatapnya sebelum membuang muka. Dia mengulurkan tangannya ke langit hingga menutupi cahaya masuk ke matanya.

"Jika aku seburuk itu, kenapa kalian masih ingin bersamaku?" Asheel terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Aku pernah berpikir, jika aku harus mendapatkan ganjaran atas semua beban yang telah kutanggung selama ini. Membawa seluruh Alam Kekacauan di punggungku itu sangat berat, hingga menyakitkan.

Setiap detik yang kurasakan adalah sebuah rasa sakit yang menyiksa. Setiap detik kesadaranku harus menyeimbangkan sebagian energi kacau yang mengamuk didalam tubuhku. Dengan setiap penderitaan itu, aku sudah muak merasakannya hingga mati rasa.

Aku bahkan pernah berpikir untuk menyerah karena aku tidak tahu harus menanggung semua beban ini untuk siapa. Aku perlu menemukan tujuanku. Lucia-san pernah menjadi tujuanku, tapi aku tidak bisa menjangkaunya.

Dan kamulah Sera, yang terus menjadi tujuanku selama ini."

Sera yang mendengar keluhan itu hanya menatapnya acuh tak acuh, dia lalu mencubit pipi Asheel. "Bagaimana? Apakah ini sakit?"

"Owww! Sakit, Sera!" Asheel menggerutu sambil menggosok pipinya.

"Jangan mengalihkan jawabanmu dengan menceritakan semua keluhanmu," Sera mendengus.

"Tidak berhasil, ya..."

"Ehh, apa?!" Merlin menatap mereka berdua dengan linglung sebelum mengeluh, "Aku sudah mendengarkanmu dengan serius, tapi semua itu hanya untuk melarikan diri dari jawabanmu?! Pikirkanlah semua perilaku yang telah kau lakukan yang dapat melukai perasaan Sera-nee!"

"Tenanglah, Merlin." Asheel hanya melambaikan tangannya ke arahnya. "Sera pasti tahu kenapa aku melakukan itu. Aku hanya berusaha memperdalam pemahaman tentang kemanusiaan."

"Omong kosong!" Sera mendengus dengan jijik.

"Apakah kamu tidak keberatan dengan itu, Sera-nee?" Merlin masih keras kepala saat dia bertanya pada Sera.

"Jangan khawatir, Asheel hanya merasa gelisah saat itu." Sera terkekeh.

"Apa maksudnya?"

"Dia menginginkan kasih sayangku jadi dia memancingku dengan tindakannya yang merayu beberapa gadis, tapi itu tidak berhasil."

"Hei, jangan mengatakannya secara langsung, dong!" Asheel menutupi wajahnya dengan malu.

Merlin memiliki ekspresi kosong di wajahnya, "Asheel, apakah kamu bodoh? Itu bisa melukai perasaan Sera-nee padamu."

Asheel mendengus sementara Sera terkekeh lagi saat dia berkata, "Yah, itu sebenarnya salahku."

"Hah?"

"Kami pernah bertengkar dan aku mengabaikannya selama 100 tahun. Selama itu, Asheel terus mencoba berbagai cara untuk berbaikan denganku tapi aku hanya menganggapnya imut dengan semua tindakan itu. Pria malang ini mungkin sudah terlalu putus asa hingga dia merayu beberapa gadis untuk memancingku."

"Apakah itu berhasil?" tanya Merlin penasaran.

"Pria malang ini kelewatan hingga dia meniduri gadis-gadis itu. Yah, dia mungkin mengalami frustasi seksual karena tidak berhubungan seks denganku selama 100 tahun."

"Lalu, kenapa kamu mengatakannya tidak berhasil?" tanya Merlin.

"Mungkin ini tidak ada hubungannya, tapi tidak ada yang mau menerima Asheel di mata mereka. Gadis-gadis itu mau karena Asheel menawarkan manfaat pada mereka, tapi tidak ada yang mau melakukan hubungan serius."

"Huh, padahal aku mempertimbangkan mereka untuk menjadi selirku!" Asheel mendengus.

"Jangan mengada-ada," Sera mengetuk kepala Asheel. "Seperti yang kau tahu, jika hanya ada orang-orang aneh yang mau berinteraksi dengan pria malang ini."

"Sera, kau terlalu jahat...!" Asheel mengeluhkan dengan bagaimana Sera menceritakannya. "Tapi sebenarnya kamu hanya menganggapku imut dengan semua usahaku itu? Perasaanku benar-benar terluka tahu..."

"Maaf, maaf. Aku hanya tidak menyangka waktu akan berjalan secepat itu hingga aku tidak sadar jika sudah lewat 100 tahun saat itu," Sera tertawa sambil menggaruk kepalanya.

"... persepsi waktumu benar-benar rusak."

"Oh, iya. Aku saat itu lupa jika percepatan waktuku masih aktif hingga waktu seratus tahun itu seperti satu minggu bagiku."

"...." Asheel tidak bisa berkata-kata. Dia bertanya-tanya bagaimana dia tidak menyadari percepatan persepsi waktu pada Sera karena seharusnya dia dapat dengan cepat mengetahuinya. Apakah dia terlalu gelisah saat itu?

Setelah menghela napas, dia berkata, "Nah ... terserah. Yang penting, aku bisa bersamamu lagi. Semua itu hanyalah masa lalu."

"Masa lalu, ya?" Sera tiba-tiba mengeluarkan senyum ramah, setidaknya. "Lalu, bagaimana dengan gadis-gadis di luar cerita itu?"

"Gahh!" Asheel segera membalikkan tubuhnya dan memohon ampunan. "Aku akui jika aku bajingan! Tapi kamu harus tahu alasannya juga, kan?!"

"Ya, aku tahu dengan sangat jelas." Sera berkata sambil menekankan kata terakhir. "Kamu hanya ketagihan."

"Tidak!" Asheel berteriak dengan putus asa.

Merlin ingin berkomentar, tapi saat dia akan membuka mulutnya, suara ketukan menghentikan tindakannya.

Tok! Tok! Tok!

"Hmm?" Asheel mengangkat kepalanya saat mendengar suara ketukan pintu. "Masuk."

Pintu terbuka dan sosok wanita berjubah muncul.

"Flora?" Merlin terkejut saat melihat siapa itu. Terlebih lagi, wanita itu diselimuti jubah yang menutupi seluruh sosoknya.

"Sangat sulit untuk menyelinap di malam hari untuk datang ke sini," kata Flora saat dia menunjukkan penjaga yang mengawasi ruangan ini telah pingsan.

Asheel telah lupa sepenuhnya jika dia telah mengundang Flora ke sini sebelumnya. Dia berdiri dan menghadapi wanita itu, "Berbahagialah, aku sudah kehilangan minat padamu. Sebelum aku berubah pikiran, enyah!"

"Tunggu, Lord!" Flora bersujud di hadapannya.

"Eh?" Mereka yang berada di ruangan ini tertegun.

"Saya mempunyai sebuah permintaan untuk Anda!" Flora berkata dengan nada memohon.

Bab sampah. Awalnya aku ingin menulis candaan tapi entah kenapa menjadi cerita seperti itu.

Anggap saja bab ini menghilang, lenyap dari muka bumi, BOOM.

Frustasi. Aku hanya ingin membuktikan perkataan Sera di bab 1, tapi hanya cerita ini yang muncul di benakku.

Thx

Nobbucreators' thoughts