webnovel

The Devil turns out to be My Angel

Arthera Clowie seorang gadis yang membenci ibunya. Chaiden Grissham seorang yang kembali menemukan cinta barunya, mencoba meyakinkan perasaan terhadap seorang gadis remaja. Gricel Angelina, seorang singel parents yang harus mengurus satu anak perempuan dengan sejuta ide gilanya. "Aku tidak pernah tau, apa yang sebenarnya terjadi semuanya bagaikan gurun pasir tanpa hujan, Kemarau di hidup ku telah berlangsung sangat lama, maafkan aku, untuk saat ini aku tidak bisa percaya pada mu." Arthera Clowie "Terserah pada mu, yang pasti aku akan selalu berada di sisimu." Chaiden Grissham "Percayalah pada ku, semua yang ku lakukan adalah yang terbaik untuk dirimu." Gricel Angelina

Della_camilla · 若者
レビュー数が足りません
19 Chs

Arthera Clowie

Aku adalah seorang yang sangat amat kesepian, bagaimana tidak, ayah ku orang yang paling menyayangi ku, dan dengan kehadiran dirinya aku merasa ada,

Dia pergi... Dia pergi meninggalkan ku bersama wanita yang harus ku benci seumur hidup ku, ya... Dia adalah ibu ku.

Aku membenci ibu ku sejak aku mengetahui bahwa dirinya memiliki keluarga lain, aku melihatnya bersama seorang pria yang lebih muda dari ayah ku, mereka berjalan bersama seperti satu keluarga lengkap, bersama anak yang usianya di perkirakan 5 tahun saat itu, dari sana aku selalu bertanya siapa mereka? Mengapa ibu memperlakukan anak itu lebih istimewa dari ku? Aku selalu menunggu ibu kembali ke rumah, aku selalu menantinya untuk mendekap ku, namun nyatanya? Aku hanya seperti beban untuknya, dia selalu bekerja dan bekerja, meninggalkan aku dan ayah saat itu.

Mungkin semua adalah kesalahan ku, aku tidak pernah bertanya langsung pada dirinya mengenai apa yang aku lihat, aku bukan seorang yang angkuh sebenarnya, tapi untuk hal semacam ini aku tidak bisa mentolerirnya.

Kini kembali aku rasakan saat pria itu memeluk ku, aku merasakan sesuatu yang dulu hilang, aku merasakan dekapan ayah kembali menyapa ku, tuhan, aku merindukannya.

Pria yang memeluk ku itu adalah tuan Chaiden, dia adalah seseorang yang selalu bersama ibu, dia memperkenalkan dirinya sebagai CEO yang memiliki perusahaan ibu, namun aku tau, dia bukan hanya sebatas itu, kehadiran dirinya selama kurang lebih dua tahun dalam hidup ku dan ibu, tidak membawa dampak apapun dalam hidup ku.

Tadi saat aku berbicara padanya dia tiba tiba mencium ku, ciuman pertama ku, aku jijik pada diri ku sendiri, bagaimana bisa dia mencintai ibu ku dan tadi dia mencium ku? aku membawa pisau ke kamar, aku memutuskan untuk mengakhiri hidup ku saja, aku tidak sanggup menahan semua ini lagi, pertengkaran ku bersama ibu, dan masalah yang ada saat ini membuat ku benar benar lelah.

Aku belum sempat menggores tangan ku, namun pria yang ku panggil Iden itu berteriak dan menarik pisau itu dari tangan ku, dia memeluk ku, ya tuhan kini aku benar benar merasa hangat dan merindukan ayah, dia berada di samping ku sampai aku tertidur pulas tanpa sadar pagi ini dia sudah tiada di kamar ku, dan mata ku bengkak.

Pagi hari ini aku memutuskan untuk pergi ke sekolah, aku tidak bicara apapun pada ibu, padahal ibu sedang berada di ruang makan dan menyiapkan makanan, ibu sedikit berteriak memanggil nama ku, namun aku rasa lebih baik tidak bicara untuk saat ini.

Aku berada di bus yang akan membawa ku menuju sekolah, aku kembali bertemu dengan Max, anak pengganggu itu, memang sangat menyebalkan.

"Hay, Thera bagaimana pagi mu menyenangkan?" Sapanya pada ku.

Dengan wajah datar aku hanya terdiam.

"Thera, bisakah kau menjawab ku? Ataukah gusi mu bengkak, hingga tidak bisa menjawab pertanyaan ku?" Tanya Max lagi.

Dia masih terus mengikuti langkah ku, walau kini aku mulai benar benar geram dengan segala celotehnya, aku berbalik memelintir tangannya dan menendang tulang keringnya, dia menjerit sakit dan terjatuh.

"Sudah ku bilang jangan pernah mengusik ku!" Geram ku padanya.

Aku terus melangkah, hingga kini aku berada di kelas ku, mereka yang sudah terlebih dulu ada disana menatap diriku penuh dengan tatapan menghina.

Olivia datang ke meja ku, dia menyiram segelas kopi panas ke baju seragam ku, itu membuat ku memekik kaget dan perih.

"Olivia! Apa yang kau lakukan pada ku? Kau tau kopi itu panas, dan seragam ini sangat tipis, kau mencelakai ku?" Tanya ku penuh emosi.

"Ya... Aku sengaja membuat mu terluka, Thera, apa yang kau lakukan pada Max hari ini adalah balasan untuk mu." Suara Olivia menggema di penjuru kantin, jam istirahat menjadi jam adu debat ku bersama Olivia.

"Apa? Hanya karena Max kau melakukan ini pada ku? Kau wanita gila!" Olivia nyaris menampar ku, andai saja Bu Fani tidak datang, mungkin bukan hanya ruam merah di dada dan leher ku, maka wajah ku juga akan terdapat lebam.

"Olivia! Berhenti! Apa yang kau lakukan pada Thera! Ibu akan memanggil wali kalian berdua hari ini!" Bu Fani segera menyeret ku pergi bersama Olivia.

Tepat saat jam pelajaran usai, orang tua Olivia datang, orang tuanya adalah pimpinan yayasan, sementara aku? Aku hanya anak yang di terima karena beasiswa!

"Jadi ini, yang membuat anak ku marah?" Ucap nyonya dan tuan Grid.

"Nyonya dan tuan bisakah kalian tanyakan dulu apa sebab dari masalah ini?" Tanya Bu Fani saat itu, seragam putih ku sudah berubah menjadi coklat, karena noda kopi, dan jangan di tanya, kulit dada ku semakin panas, sepertinya ada kulit ku melepuh.

"Apa yang membuat mu marah dan melakukan ini Olivia?" Tanya Bu Fani dengan lembut.

"Aku melakukannya karena dia yang terlebih dulu melukai kaki ku, dia mendorong ku hingga terjatuh di kantin tadi, bahkan aku juga tidak sengaja menumpahkan kopi itu." Jelas itu bukan yang sebenarnya, Olivia sedang berbohong saat ini.

Pada akhirnya akulah yang bersalah saat ini, wali ku tidak datang sampai kedua orang tua Olivia memaki ku, aku benci sekali hal ini.

"Baiklah, kami dewan guru mengambil kesimpulan bahwa Arthera harus kami skorsing selama 3 hari, Thera wali mu tidak bisa di hubungi, maka dengan berat hati kami mengambil keputusan ini." Ucap Bu Fani.

Di lain tempat...

"Dari tadi ponsel mu berdering nyonya." Iden mengingatkan Gricel yang saat ini memang tengah sibuk dengan beberapa dokumen di tangannya.

"Ya Iden, ini dari sekolah Thera, sepertinya anak itu membuat masalah lagi, aku ingin datang, tapi kau Taukan..." Gricel menatap berkas berkas yang masih berserakan di mejanya.

"Baiklah, aku yang akan datang menggantikan mu, kau selesaikan saja semuanya, aku berangkat." Ucap Iden yang segera mengambil jasnya yang berada di ruangan miliknya dan pergi menuju sekolah Thera.

Iden sampai di perkiraan sekolah, ia turun dari mobil mewahnya dan menuju keruangan konseling.

"Silahkan tuan, Siswi yang anda maksud ada di dalam." Ucap seorang satpam yang mengantar Iden, Iden masuk kedalam ruangan itu, benar saja ia melihat Thera sedang memegang sebuah kertas dengan tatapan marah.

"Selamat siang nyonya, dan tuan, saya Chaiden Grissham, wali dari siswa anda yang bernama Arthera Clowie." Ucap Iden.

Bu Fani mempersilahkan Iden duduk.

"Jadi apa yang dilakukan Thera, nyonya Fani? Thera? Kau tidak mau menjelaskan apapun pada ku tentang surat yang kau genggam?" Tanya Iden dengan penuh seringai menatap Thera.

"Begini tuan, menurut seseorang yang bertengkar dengan Thera, Olivia namanya, Thera mendorong tubuh Olivia, sampai kopinya tumpah dan menyiram Thera, dan Thera tidak terima, sehingga Olivia, menjadi marah dan hendak menampar Thera."

"Mendorong? Nyonya yakin, Olivia adalah korban yang sebenarnya?"

"Tentu tuan, Olivia anak yang baik dia tidak mungkin berbohong." Ucap Bu Fani.

"Jika saya mendapat ke saksian lain dari Thera, apakah yang akan kau lakukan?" Tanya Iden melempar sebuah pertanyaan telak pada Bu Fani.

"Kalian semua diam? Dewan guru yang terhormat, jika saya mendapat kesaksian lain dari Thera dan beberapa orang saat itu, serta terdapat luka di tubuh Thera, maka saya akan memperkarakan masalah ini pada pihak berwajib, dan saya minta detik ini juga kalian membongkar CCTV jika anda melihat sesuatu di sana, saya minta kebijaksanaan kalian, mohon maaf sepertinya Thera harus segera mendapatkan pengobatan."

"Tuan... Tunggu sebentar!" Ucap Bu Fani yang berteriak saat Iden keluar dari ruangan itu membawa Thera ke halaman parkir sekolah.

Thera masuk kedalam mobil itu, dan Iden melajukan mobilnya ke klinik terdekat.

Thera sekarang sedang di obati di dalam ruangan klinik. Luka bakar yang Thera alami karena siraman kopi panas itu, cukup dalam ternyata, kulit putihnya sudah berubah menjadi bergelembung, dan berubah warna, Thera hanya meringis saat dokter membuka lapisan kain yang mulai menempel, kaus dalam dan Bra Thera juga dibuka oleh dokter perempuan itu.

"Tahan sedikit ya dik." Ucap sang dokter sambil membersihkan luka Thera.

"Nanti kamu bisa oleskan salep untuk luka ini, oh ya, untuk saat ini jangan menggunakan bra atau kaos dalam dulu ya, supaya lukanya cepat kering, nanti saya juga berikan obat anti demam dan juga antibiotik." Ucap sang dokter yang tersenyum manis.

Dokter keluar dari ruangan menemui Iden dan meminta pakaian ganti untuk Thera, Iden yang sudah membawa kemeja miliknya segera menyerahkan itu pada dokter.

Thera keluar dari ruangan dia masih dengan mode diamnya, dia enggan bicara apapun pada Iden.

Di mobil dalam perjalanan pulang, Iden bertanya pada Thera.

"Kau tidak mau bercerita pada ku?" Tanya Iden.

Thera masih diam.

"Arthera Clowie..." Iden menepikan mobilnya ke bahu jalan, dia mengulurkan tangan menghadapkan wajah Thera untuk menatapnya.

"Ceritakan semuanya pada ku, mengapa semuanya terjadi? Maaf aku terlambat mengetahui semuanya." Ucap Iden tulus di sertai senyuman manisnya.

"Ibu bahkan tidak perduli pada ku, lalu kau siapa? Kau bertanya yang bukan kewajiban mu?" Ucap Thera kasar, wajahnya menatap Iden penuh kebencian.

Lagi, Iden malah tersenyum dan menyingkirkan anak rambut Thera.

"Ceritakan pada ku, aku akan menuntut mereka jika kau tidak bersalah." Ujar Iden.

"Tidak usah, aku tidak butuh hal semacam itu, dan kau lebih baik tidak usah sok perduli pada ku." Thera memalingkan wajahnya menatap jalanan.

"Tetap saja, jika kau tidak mau jujur maka aku akan mencari taunya sendiri, bagaimana? Lebih baik jujur dan kau bebas dari masalah skorsing mu itu."

"Dari mana kau tau? Tuan Iden aku tidak perduli berapa banyak orang yang menghina ku, aku tidak perduli dengan berapa banyak orang menganggap ku sampah, tapi kali ini aku benar-benar kecewa dengan seseorang yang mengaku perduli pada ku! Kemana dia? Semua karena dia! Mereka menjatuhkan hukuman karena mereka merendahkan ku, anak dari pimpinan yayasan bebas melakukan apapun, dan dia selalu saja di anggap baik, padahal apa yang dia katakan hanya sebuah cara agar dia menang dari ku." Ucap Thera menahan semua emosi kesalnya.

"Thera, aku akan mencari cara agar nama baik mu kembali bersih, Thera mengenai ibu mu, maaf kan aku, tugas di kantor saat ini sedang menumpuk, bahkan ibu mu tidak sempat untuk sekedar makan siang."

"Tidak usah tuan, aku tidak keberatan jika harus tinggal beberapa hari di rumah, lagi pula anggap saja liburan." Ucap Thera asal.

"Tapi tetap saja aku akan melakukan hal apapun yang aku kehendaki, sekarang apakah kau sudah makan siang, bagaimana jika kita makan siang terlebih dahulu, sekalian belikan ibu mu?" Thera hanya mengangguk lalu kembali hening.

Mereka sudah memesan makanan karena Thera tidak mau makan juga maka dari itu Iden membungkusnya dan membawanya ke rumah Gricel.

Thera langsung masuk kedalam kamarnya, Thera menangis dadanya terasa nyeri bukan dari luka bakar, tapi dia ingat saat orang tua dari Olivia membentaknya dengan perkataan menyakitkan.

"Dasar memang anak tidak tau sopan santun! Apa yang di ajarkan oleh ayah mu hah? Ibu mu itu apakah dia tidak pernah mengajarkan apapun pada anak perempuan nya, aku bersyukur pada Tuhan tidak melahirkan anak seperti mu!" Thera menangis saat kata kata itu menyentuh bagian terdalam dirinya.

Iden mengetuk pintu, setelah sebelumnya mengabari pihak kantor bahwa dirinya tidak mau di ganggu saat ini, Iden menyiapkan makan siang untuk Thera dan menyuruh supir membawakan makanan untuk Gricel.

"Thera, kau baik baik saja? Apa terasa sakit?" Tanya Iden yang melihat Thera masih sesegukan.

Thera menghapus air matanya dan menatap Iden.

"Thera, bisakah kau tidak menganggap ku orang lain? Aku mau menjadi seseorang yang mampu melindungi mu Thera." Iden berucap dengan penuh ketulusan, membuat Thera percaya padanya.

Thera dengan sungkan bertanya pada Iden.

"Tuan, bisakah aku meminta bantuan pada mu, untuk kali ini saja." Ucap Thera memohon.

"Jika aku bisa maka akan ku kabulkan Thera."

" Jangan pernah ikut campur dalam semua masalah ku, semua perhatian dan masuknya diri mu kedalam hidup ku membuat ku tidak nyaman, jika kau memang ingin menikah dengan ibu ku, maka lakukan saja secepatnya, dan menjauh lah dari hidup ku, aku bisa mengurus diri ku sendiri, aku bisa bertahan dalam keadaan apapun." Sambil terisak Thera memohon pada Iden.

Iden melihat sisi rapuh Thera, berlagak kuat padahal rapuh.

Iden memeluk Thera menyandarkan Thera di dada bidangnya, kemeja panjang berwarna biru tua milik Iden yang di kenakan Thera masih melekat di tubuh Thera.

"Ini mungkin tidak bisa di terima oleh mu Thera, tapi yang ku cintai sebenarnya bukanlah ibu mu, Thera aku tidak tau ini hal yang baik atau buruk tapi ku rasa, aku telah jatuh hati pada gadis menyebalkan seperti mu."

Thera terbelak, dia segera melepas sandarannya pada Iden.

"Tuan? Apa maksud mu? Itu tidak mungkin! Aku hanya seorang anak sekolah menengah atas dan kau pria dewasa cukup umur! Kau seorang pedofil?" Thera kembali marah, dan menduga duga, dia takut Iden akan melakukan sesuatu.

"Thera, terserah jika kau tidak membalasnya juga tidak masalah, tapi ingatlah aku tidak akan pernah menyerah, aku akan selalu ada bersama mu, kau tau aku tidak akan pernah mundur sedikit pun dengan apa yang sedari awal sudah ku kehendaki." Iden menatap makanan yang masih teronggok di hadapan Thera.

"Sekarang makanlah, aku akan keluar sebentar menenangkan pikiran, karena nyatanya aku sudah di tolak mentah mentah, oleh gadis sekolah menengah pula." Iden tersenyum dan meninggalkan Thera sendirian. aku rasakan saat pria itu memeluk ku, aku merasakan sesuatu yang dulu hilang, aku merasakan dekapan ayah kembali menyapa ku, tuhan, aku merindukannya.