webnovel

The Darkest Destiny's

Merasa selalu di permainkan takdir membuat gadis itu menjadi sosok yang tidak tersentuh. Hati dan jiwanya sudah menjadi batu. Kehilangan orang yang dicintai dengan cara yang curang, membuatnya sadar jika hidup mewah yang di rasakannya selama ini hanyalah semu. Jika bagi orang lain keluarga adalah jalan mereka untuk pulang, maka baginya keluarga adalah jalan menuju kematian. Seorang lelaki yang seharusnya menjadi lelaki pertama yang merangkul dan memberinya rasa aman, namun sosok itu pula yang membuatnya kehilangan kemampuan bicara karena rasa sakit dan trauma yang mendalam. Menghakimi semua orang yang membuatnya menjadi seperti sekarang adalah tujuan hidupnya. Mimpi buruk akan segera datang bagi mereka yang telah membuat hidupnya hancur. Dia bersumpah akan membuat mereka semua memohon kematian padanya. "Kau yang menjadikan ku monster jadi jangan bersikap seolah-olah kau adalah korban" katanya sambil berseringai dingin. Pria itu shock mendengar perkataan gadis dihadapannya ini, ternyata akulah yang telah mengubahmu menjadi seperti ini, pikirnya. ********* "Aku adalah dewa kematian, akan kuturuti semua keinginanmu, dan kau hanya perlu melakukan satu hal untukku" ucap pria itu dengan tersenyum licik Sambil tertawa dingin gadis itu berucap "Ha ha ha... Jika kau adalah dewa kematian, maka aku adalah kematian itu sendiri. Jika kau tidak ingin mati ditanganku, maka enyahlah kau membuatku muak."

zaharafth_ · 都市
レビュー数が足りません
393 Chs

I'm trully sorry

"Jika kau ingin bertemu dengan Ibumu, kau harus menerimaku sebagai kakekmu. Dan kau harus membuktikan bahwa kau memang pantas untuk menjadi cucuku." Tantang Albert

"Anda bahkan tidak pernah membuktikan bahwasannya Anda pantas menjadi kakekku, dan sekarang Anda malah menantang saya?" sarkas Varsha

"Aku sudah membuktikannya Nak. Semua hal yang kau terima melalui Samuel selama ini, itu semua atas perintahku. Mulai dari pengobatan, pelatihan dan lainnya itu semua merupakan pembuktianku, Nak." Aku Albert.

Lagi. Varsha melirik Samuel dan pria paruh baya itu hanya menunduk tanpa memberi reaksi apapun. Berarti memang benar. Itu yang disimpulkan Varsha.

"Jika kau bergabung denganku, i'll give you more than this. Bagimana? Apa kau tertarik, Nak?" bujuk Albert

"Biarkan aku bertanya satu hal. Dan keputusanku, bergantung pada jawaban Anda." Ujar Varsha tanpa menghiraukan tawaran Albert.

"Sure. You can ask whatever you want." Albert tampak penasaran dengan pertanyaan seperti apa yang akan diajukan oleh cucunya yang pemberani ini.

"Bagaimana Anda bisa melakukannya?" Tanya Varsha yang sedikit ambigu. Dia tidak mengatakan maksud dari pertanyaannya itu.

Merasa paham dengan pertanyaan Varsha, Albert tertawa kecil.

"Hahaha... seperti yang kau katakan Xora, aku bukan orang biasa. Jika aku mau, aku bisa membuat Koch Industries bangkrut dengan jentikan jari. Tapi aku yakin, bukan hal itu yang kau inginkan." Ujar Albert, dengan nada sombongnya.

Varsha diam, tidak merespon. Mencoba memikirkan perkataan Albert. Dan ya! Albert benar. Varsha tidak meninginkan mereka hancur dalam sekali pukul, Varsha ingin mereka hancur secara perlahan, dan dia akan melakukannya dengan tangannya sendiri.

'Jika orang ini memang benar mampu menghancurkan Koch Industries seperti yang dikatakannya tadi, berarti dia punya kuasa lebih dari Koch Industries itu sendiri. Mom, sebenarnya apa yang sedang kuhadapi sekarang? Siapa orang ini? Apa dia benar ayahmu? Actually, i know you nothing Mom.'

Semuanya bagaikan pazel bagi Varsha, ia harus mengumpulkan potongan demi potongan yang masih belum terurai. Tapi Varsha sadar, ia belum mampu untuk melakukan semuanya sendiri.

"Baiklah. Aku terima, aku akan menjadi cucu yang baik tapi dengan syarat." Putus Varsha, ia sudah memikirkannya matang-matang.

Albert selalu merasa tertarik dengan apa yang akan diputuskan oleh cucunya ini. "What is it?" tanya Albert penasaran.

"Berikan aku kuasa mutlak atas perusahaan ini dan jangan ikut campur dengan keputusanku nanti." Perkataan gadis itu membuat Albert sedikit terkejut, begitupula dengan Samuel dan Jarvis. Albert langsung menetralkan kembali raut wajahnya.

*Flashback off

**************

Varsha masih tidak percaya, orang tua itu menuruti perkataannya dengan mudah. Seperti hal itu bukan hal besar baginya. Varsha masih sibuk dengan pikirannya saat Xean datang menghampiri.

"Kau sedang membaca buku atau sedang melamun, Vy? Pilih salah satu, kau tidak bisa mengerjakannya sekaligus." Ucap Xean seraya mengambil buku yang ada didepan Varsha

Xean melihat buku apa yang sedang dibaca adik kecilnya itu, "Woah! Kau tertarik untuk belajar tentang jenis-jenis bunga, Vy?" tanya Xean antusias.

"Atau kau belajar agar bisa merawat rumah kaca peninngalan Tante Ainsley?" tanya Xean lagi

Varsha menggeleng pelan, lalu mengambil tablet yang selalu dibawanya. Ia menulsikan sesuatu disana,

'Aku hanya sedang bosan, lalu mengambil buku secara random.' tulis Varsha. Gadis itu selalu menggunakan tablet untuk berkomunikasi dengan Xean ataupun dengan para maidnya.

"Ah, jadi itu sebabnya kau melamun. Kalau gitu gimana kalau kita piknik didekat danau? Cuacanya juga sedang mendukung sekarang." Xean ingin menghabiskan waktunya dngan Vrasha hari ini. Karna besok dia harus pergi.

Varsha mengangguk sebagai jawaban, Xean tersenyum senang lalu beranjak dari kursinya dengan semangat.

"Baiklah! Kau pergilah lebih dulu, aku akan menyruh maid menyiapkan cemilan untuk kita. Kau ingin sesuatu?" tanya Xean lembut,

Varsha kembali menulis sesuatu di tabletnya, 'Smoothie raspberry anda brownies chocolate, please.' Tulis Varsha, ia juga menambahkan emoticon senyum diakhir kalimatnya.

"Sure! Tunggu aku disana, oke? Aku akan segera datang." Sebelum pergi Xean mengelus kepala Varsha sayang, Varsha hanya tersenyum melihat kepergian Xean,

Varsha keluar dari perpustakaan dan berjalan kearah taman belakang. Menyusuri kebun bunga yang ada disana, dulu dia sangat sering bermain bersama Ibunya ditaman itu. Rumah kaca milik Ainsley terletak tidak jauh dari danau yang akan didatangi Varsha.

Mereka dulu sering menghabiskan waktu bersama disana, entah itu dirumah kaca ataupun didanau. Mereka melakukan banyak hal, mulai dari memancing, bercocok tanam, hingga bermain layangan. Mengingat itu membuat Varsha merasa tenang sekaligus sedih.

Varsha membaringkan tubuhnya diatas rumput, meletakan tangan dibelakang kepala. Ia menatap langit, lalu memejamkan matanya. Membayangkan bahwa ia sedang menatap Ibunya sekarang.

'Mom, how are you? Are you happy there? Maaf kalau aku gak bisa jadi Varsha yang kau inginkan, mungkin kau akan kecewa padaku. Tapi, aku tidak bisa menghentikan apa yang sudah aku mulai. Entah itu benar atau tidak. I'm trully sorry, Mom. Please forgive me.' Tanpa Varsha sadari air mata keluar dari pelupuk matanya.

Xean memperhatikan Varsha, ia sudah tiba disana lima menit yang lalu. Xean tahu, Varsha pasti smenginat Ibunya sekarang.

"Look i was right! The weather so pretty today." Ujar Xean riang, Varsha terkejut ia lalu menghapus air matanya.

Xean duduk, bergabung dengan Varsha. Xean menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan, menikmati udara segar dengan aroma lavender dan mint. Tidak heran, disana memang banyak bunga lavender dan mint, Ainsley sangat merawat tanaman itu dulu.

"Kau tahu, aku akan sangat merindukan aroma ini. Aroma yang hanya bisa ku nikmati disini denganmu." Ucap Xean

Varsha melirik Xean, menatap pemuda yang selalu menjaganya. Pemuda yang seharusnya membenci Varsha karna ia sudah menuduh Ibu Xean sebagai pembunuh, tapi ternyata Xean tetap menjadi kakak yang selalu menyayangi dan melindunginya.

"Aku akan berusaha untuk kembali secepatnya, dan membawamu keluar dari sini. Walaupun terasa berat atau mungkin kau akan merasa bosan seperti hari ini, bisakah kau bertahan dan menunguku, Vy? I'll be back for you, i'm promise." Xean menggenggam tangan Varsha. seolah memberi kekuatan pada gadis kecil dihadapannya ini.

Tangan yang sama seperti yang pernah digenggamnya dua belas tahun yang lalu, tangan mungil yang selalu ingin ia lindungi.

Varsha kembali mengambil tablet yang ia letakan disampingnya dan menulis sesuatu disana.

'Bisakah aku bertanya sesuatu, Xean?' Varsha tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya,

Xean terlihat antusias, "Tentu! Apa yang ingin kau tanyakan, hm?"

Lagi. Varsha kembali menorehkan tulisan ditabletnya.

'Kenapa kau tidak membenciku?'

Xean mengerutkan alisnya bingung, "Membencimu? Untuk apa?"

'Aku sudah menuduh Tante Oleandra sebagai pembunuh Ibuku, kenapa kau tidak pernah mempertanyakan hal itu?'

Sudah lama Varsha ingin menanyakannya, tapi ia belum menemukan waktu yang tepat dan sekaranglah saatnya.

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

zaharafth_creators' thoughts