Lian Hua terus menunduk dan memilin rok gaunnya tanpa berani mengangkat kepalanya untuk melihat wajah jenderal Lian yang sedang memerah, menahan kemarahannya. "Apa keahlianmu selain membuat masalah adalah berkelahi?" Jenderal Lian bertanya dengan tegas, membuat Lian Hua kian mengkerut takut ditempat duduknya. "Apa karena kau sudah mulai menguasai ilmu beladiri hingga kau menggunakannya untuk berkelahi? Apakah kau ini seorang berandal?"
Ketegangan tampak begitu kental dalam ruangan yang didominasi warna merah bata itu. Li Wei yang melihat kemarahan sang tuan besar tidak bisa berbuat apapun untuk membela nona mudanya.
"Ayah, Lian Hua mungkin memiliki alasan kenapa dia melakukan hal itu." Suara Guan seakan memutus keheningan yang sempat menggantung di dalam ruangan tersebut.
Jenderal Lian berpaling pada putra sulungnya. "Jangan terus membelanya, Guan." Jenderal Lian mengingatkan, ia kembali menatap Lian Hua dengan penuh ketegasan. "Adikmu sudah melakukan kesalahan."
Guan terbungkam, sudah tidak bisa mengatakan apapun lagi untuk membela adik perempuannya. Karena kesalahan Lian Hua memang sudah begitu jelas.
"Ayah harus meminta bantuan para pelayan untuk mencari adikmu ketika bibi Hwang melapor bahwa Lian Hua tidak pergi ke sana. Dan ayah justru mendapat laporan, bahwa adikmu sedang berkelahi dengan seorang pemuda." Jenderal Lian terlihat begitu marah. Ada nada tidak percaya dalam kalimatnya ketika mendapati kenyataan bahwa putrinya itu baru saja berkelahi dengan seorang pemuda. "Bagaimana mungkin adik perempuanmu ini bisa bertingkah seperti berandalan?" tanya jenderal Lian mengeluh.
"Sudahlah, biar aku yang akan menasehati Lian Hua." Nyonya Lian yang sejak tadi duduk diam di kursinya, mendekati suaminya untuk menenangkan.
Jenderal Lian membuang napas kasar. "Gadis ini sudah kelewatan. Dia berkelahi seperti berandalan dengan putra dari menteri Ming." Nyonya Lian hanya bisa menghela napas panjang sembari mengusap pelan pundak suaminya.
Guan tak mampu menjawab sedikitpun. Dia juga cukup terkejut ketika mendengar hal itu. Diliriknya Lian Hua yang tampak menghela napas panjang di tempat duduknya.
"Jika ayah menghukum Lian Hua, maka hukum Guan juga. Ini kesalahan Guan yang tidak bisa menjaganya." Guan menekuk kedua kakinya, berlutut. Ia tidak bisa berdiam diri tanpa melakukan apapun jika ayahnya sampai memberikan hukuman pada Lian Hua. Hanya ini yang mampu dia lakukan sebagai seorang kakak.
Lian Hua menggeleng dengan raut wajah pucat. Dia tidak suka ketika Guan melakukan hal ini hanya untuk membantunya. Perasaan bersalah mulai menyusup dalam hatinya.
"Jika ini juga salahmu, maka Li Wei juga bersalah karena tidak bisa menjaga adikmu!" putusnya menatap Li Wei sesaat.
Li Wei yang sejak tadi berdiri di pojok ruangan segera jatuh berlutut dengan tubuh gemetar. "Mohon ampuni saya, tuan besar." Pelayan muda itu ketakutan untuk menghadapi kemarahan sang jenderal.
Lian Hua mendongak, ia jatuh berlutut ketika ayahnya menyebut nama Li Wei. "Tidak, ayah. Jangan hukum Li Wei juga. Ini murni kesalahanku," cicit Lian Hua memohon. Dia melirik Li Wei yang kini berusaha menahan tangis karena ketakutan. Lian Hua menghela napas, tidak seharusnya dia juga membawa pelayannya itu dalam masalahnya.
"Sekarang kau mengakui bahwa ini kesalahanmu." Jenderal Lian menjeda sejenak. Ia menarik napas dan membuangnya perlahan. "Tapi apa kau tahu, siapa pemuda itu, Lian Hua?" Jenderal Lian menatap putri satu-satunya itu dengan tatapan melunak. Ia mencoba untuk meredam kemarahannya melihat Lian Hua memucat ketakutan.
"Tidak tahu, ayah." Lian Hua menjawab dan menggeleng dengan lemah. Kedua jemarinya saling tertaut dengan cemas.
"Dia adalah putra sulung bangsawan Ming." Jenderal Lian menghembuskan napas berat ketika melihat reaksi kedua anaknya yang tampak biasa saja. Keduanya mungkin tidak paham dengan situasi ini. "Jika dia sampai mengadukan hal ini pada ayahnya, keluarga kita bisa dalam masalah besar."
"Saya yang menjamin tidak akan terjadi masalah dengan keluarga anda, jenderal."
Suara itu membuat jenderal Lian, Guan, maupun Lian Hua berpaling. Jenderal Lian dan Guan terkejut melihat kedatangan dua pangeran kerajaan Yang Han ke rumah mereka, begitu pula dengan nyonya Lian.
"Yang—"
"Tidak perlu khawatir jenderal Lian, saya yang seharusnya meminta maaf." Yuan segera memotong ucapan jenderal Lian sembari memberikan isyarat pada Guan, yang dibalas anggukan oleh pemuda itu.
"Tapi, putra mahkota—"
"Benar, putra mahkota," potong Yuan cepat. "Semua berawal karena dia mengejek putra mahkota," tambah Yuan sembari mengedip pada jenderal Lian. Ia sedang berusaha untuk memberikan kode pada pria itu.
"Benar, jenderal Lian. Pang—" Jian meringis saat Yuan mencubit lengannya, "Wang Yun tidak terima jika seseorang mengejek putra mahkota," sahut Jian, nyaris saja ia salah memanggil Yuan. "Karena itu kami terlibat perkelahian." Jian melempar senyum terbaiknya pada jenderal Lian dan nyonya Lian yang menatapnya dan Yuan dengan canggung.
"Wa—Wang Yun?" tanya jenderal Lian tak mengerti.
"Maafkan atas kelancangan saya, jenderal." Yuan membungkuk sejenak. "Saya adalah teman dari pangeran Jian dan putra mahkota, mohon maaf karena tidak segera memperkenalkan diri lebih dulu."
Jenderal Lian berpaling pada Jian, kebingungan. Pangeran keenam Yang Han itu memberikan isyarat pada jenderal Lian untuk menuruti saja apa yang saat ini sedang dikatakan oleh Yuan. Berpura-pura tak mengenalinya sebagai putra mahkota.
"Ba-baik, saya mengerti," balas jenderal Lian masih tak mengerti.
Yuan melempar tatapan sekilas ke arah Lian Hua. Dengan cepat, gadis itu menunduk, menghindari bersitatap dengan Yuan.
"Ini juga kesalahan saya, jenderal Lian. Anda tidak perlu menghukum Lian Hua karena masalah ini. Saya rasa, putri anda pun sudah menyesali perbuatannya." Yuan melirik Lian Hua yang mendengus mendengar kalimat terakhirnya. Tatapan gadis itu kini menghunus tajam padanya, membuat Yuan meringis dalam hati.
Jenderal Lian menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Ditatapnya putra mahkota kerajaan Yang Han itu dengan raut wajah tak terbaca. Jika saja tidak ada keberadaan Yuan, mungkin dia sudah memberikan hukuman cambuk pada putri bandelnya.
"Terima kasih atas penjelasan Anda." Jenderal Lian mengangguk, sopan. Pria itu kemudian berpaling pada Lian Hua yang masih menunduk diam dengan perasaan cemas. "Tapi, saya tetap harus memberikan hukuman untuk Lian Hua atas perbuatannya. Dia tidak saya didik untuk berbohong." Jenderal Lian berucap penuh ketegasan.
"Untuk satu hal itu, saya tidak bisa ikut campur lagi, jenderal Lian." Yuan memandang Lian Hua yang masih menundukkan kepalanya dalam dengan perasaan bersalah.
****
"Jadi, gadis itu adalah putri dari jenderal Lian?" beo Fao Shan menatap kedua temannya bergantian. Yen Tzu dan Lay Gui mengangguk singkat. "Dia cukup cantik," katanya tersenyum penuh arti dibalik cawan tehnya.
"Lalu, siapa dua pemuda yang mencari gara-gara denganku itu?" tanya Fao Shan lagi. Keduanya pun menggeleng bersamaan, tidak mengenali jika dua pemuda yang mereka temui siang tadi adalah putra mahkota dan pangeran kerajaan Yang Han.
Fao Shan meneguk cawan tehnya dengan cepat, kemudian meletakkannya dengan kasar di atas meja. "Berani sekali mereka kurang ajar padaku! Sepertinya mereka belum tahu siapa ayahku!" desis Fao Shan dengan tatapan berkilat tajam.
"Benar, kurasa dua pemuda itu mencari mati karena memancing masalah denganmu," ujar Lay Gui menyetujui. Pemuda itu menuangkan kembali teh ke dalam cawannya dan Fao Shan.
"Apa kau akan berencana untuk membalasnya kembali?" tanya Yen Tzu dengan nada biasa. Pemuda itu memang terlihat lebih tenang dibandingkan Fao Shan yang berapi-api dan Lay Gui yang ceroboh.
"Kenapa tidak?" beo Fao Shan menatap Yen Tzu. "Dia harus diberi pelajaran karena sudah berani mencari masalah dengan keluarga kerajaan dari bangsawan Ming." Fao Shan tersenyum pongah. Ia mengajak keduanya untuk bersulang.
"Kuharap, kau menang kali ini," ujar Yen Tzu seraya menganggukkan kepalanya.
"Kau bicara apa?" Lay Gui menepuk pundak Yen Tzu pelan. "Dia adalah Fao Shan. Mana mungkin dia kalah kali ini," ujar Lay Gui. Pemuda itu memang selalu menunjukkan dukungannya atas semua perbuatan yang dilakukan Fao Shan. Sedangkan Yen Tzu terlihat tidak terlalu peduli dan tidak ingin ikut campur apapun yang dilakukan oleh Fao Shan.
"Kecuali jika dia berhadapan kembali dengan putri jenderal Lian," tambah Lay Gui dengan nada mengejek, tak memperdulikan wajah masam Fao Shan.
Yen Tzu dan Lay Gui tidak bisa menahan tawa mereka untuk tidak pecah ketika mengingat bagaimana seorang Fao Shan yang hanya diam saja ketika putri jenderal Lian itu menghajarnya dengan membabi buta.
"Brengsek kalian! Itu karena aku tidak mau dipandang pengecut karena memukul seorang gadis," elak Fao Shan beralasan. "Lagipula, aku pastikan dia akan membayar apa yang dia lakukan padaku." Fao Shan kembali menyunggingkan senyum penuh arti.
Lay Gui maupun Yen Tzu saling bertukar pandang, seakan mengerti apa yang ada dalam pikiran teman mereka. Yen Tzu berdehem pelan, jika tebakan mereka benar, dia sedikit ragu dengan tindakan Fao Shan mengenai putri jenderal Lian.
Fao Shan terkekeh. "Aku tidak akan kalah kali ini, Yen. Kau lihat saja, aku akan membalas pemuda itu lebih parah lagi," ujarnya dengan tatapan penuh dendam. "Dan tentu saja, putri jenderal Lian juga akan membayar untuk keberaniannya itu," desis Fao Shan penuh keyakinan.
****
Siang itu, kediaman sang putra mahkota terlihat sedikit riuh dari biasanya. Kelima pangeran kerajaan Yang Han sedang berkumpul untuk makan siang di kediaman putra mahkota. Sesekali tawa renyah terdengar memenuhi ruang santai tersebut.
"Jadi, gadis itu menghajar anak dari menteri Ming?" Jinsu segera menelan daging di mulutnya kemudian menatap Jian dengan ekspresi takjub. "Dia berani sekali berurusan dengan anak bangsawan Ming," tambahnya dengan gelengan kepala tak percaya.
"Kukira dia gadis yang pemalu, karena jenderal Lian tidak pernah sekalipun menyinggung soal putrinya," gumam Qian dengan mulut yang masih mengunyah makanan.
Jian mengangguk dengan semangat, setuju dengan pendapat kakak keempatnya. Dia tidak pernah menyangka, bahwa gadis pemberani itu adalah putri dari jenderal Lian. Dia pikir, putri jenderal Lian adalah gadis yang cukup pemalu karena tidak pernah sedikitpun keluar dari kediamannya ataupun terlihat berkunjung ke istana seperti Guan. Namun, siang tadi penilaian itu berganti dengan hal yang mengejutkan untuk Jian. Ternyata, putri jenderal Lian adalah sosok gadis yang sebaliknya jauh berbeda dari apa yang dia bayangkan.
"Dan gadis itu juga menakutkan," tambah Jian seraya membayangkan bagaimana Lian Hua dengan berani menghajar Fao Shan. "Dia benar-benar menghajar Fao Shan tanpa gentar." Jian meninju udara di depannya, seolah sedang mempraktekkan apa yang dilakukan Lian Hua ketika menghajar Fao Shan. Hal itu membuat Yunzu yang sedang meneguk air nyaris tersedak. Ekspresi Jian terlihat begitu mendramatisir suasana.
Sedangkan Yuan hanya tersenyum sembari mengingat bagaimana Lian Hua dengan berani memukul Fao Shan dan memaki putra sulung menteri Ming.
"Sepertinya adik Guan itu cukup menarik," sahut Yunzu yang sebelumnya lebih banyak mendengarkan. Baru pertama kali ini ia mendengar sesuatu tentang putri dari jenderal Lian. Sebelumnya, dia tidak pernah mendengar apapun tentang adik Guan, jenderal Lian seolah menyembunyikan tentang putrinya itu dari orang-orang di istana.
"Kenapa kakak tidak mengundangnya ke istana? Bukankah kakak kedua dekat dengan Guan?" Yunzu menatap Yuan. Pemuda itu menaikkan satu alisnya heran melihat Yuan yang sedari tadi tersenyum terus-menerus.
Jian yang duduk di sebelah Yuan segera menepuk bahunya keras, hingga membuat Yuan mendelik kesal pada adik keenamnya.
"Kakak pasti memikirkannya, itu terlihat sekali seolah bibirmu akan robek karena kau terus-menerus tersenyum selebar itu," ujar Jian menggoda.
"Sepertinya kakak kedua tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu," simpul Jinsu dengan mengangkat sumpitnya.
"Jangan mudah menyimpulkan," ujar Yuan dengan nada tenang. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, lalu menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Jadi, kenapa kakak tidak meminta pada Guan untuk sesekali mengajak adiknya ke istana?" Yunzu mengulang kembali pertanyaannya. Kali ini, Yuan segera bereaksi mendengar pertanyaan Yunzu.
Yuan memandang adiknya dengan lekat. "Kurasa itu akan sulit." Pernyataan Yuan mengundang kerutan halus di kening keempat pangeran.
"Kenapa?" Jian bertanya dengan penuh perhatian. "Bukankah jika kakak yang meminta, hal itu tidak akan sulit?" Jika ada alasan kuat yang membuat Lian Hua tidak bisa masuk ke istana, setidaknya dia juga akan mencari alasan yang kuat untuk membuat gadis itu bisa masuk ke istana.
"Jenderal Lian tidak akan mengizinkannya. Lian Hua tidak diperbolehkan untuk masuk ke istana." Yuan kembali termenung, teringat dengan percakapannya di dekat danau tempo hari dengan Guan.
"Kenapa lagi? Apakah hal ini perlu izin raja? Jika benar aku—"
"Kita tidak tahu alasan sebenarnya, Jian. Mungkin saja hal itu juga untuk melindungi Lian Hua dari orang-orang yang ingin mengambil kepentingan darinya." Yuan memotong kalimat Jian dengan nada serius. Hal itu membuat keempat adiknya terdiam dengan pikiran tak menentu.
"Kurasa tidak akan sulit jika putra mahkota yang meminta pada Guan secara langsung." Jinsu angkat bicara setelah membiarkan keheningan menguasai mereka beberapa menit yang lalu.
"Maksudmu?" tanya Jian tak mengerti. Ketiga kakaknya pun ikut menatap Jinsu dengan ekspresi penasaran.
"Maksudku, kenapa bukan putra mahkota saja yang datang ke rumah jenderal Lian dan secara langsung mengundang putrinya dan juga Guan?"
Yuan menaikkan satu alisnya ketika keempat saudaranya menatapnya dengan pandangan menuntut.
"Apa? Kenapa harus aku? Kalian tidak tahu jika aku akan di hajar jika datang ke rumahnya nanti?" protes Yuan dengan wajah tertekuk masam.
"Kau pasti akan dihajar jika ketahuan bahwa kau berbohong padanya mengenai statusmu," tambah Jian dengan nada mengolok.
"Karena itu, putra mahkota harus datang ke rumahnya dan meminta maaf secara langsung pada gadis itu. Sebagai ucapan permintaan maaf, kakak akan mengundangnya ke istana. Bukankah itu ide bagus?" tanya Qian menatap saudaranya, meminta persetujuan.
"Kami setuju!" Angguk semua pangeran kecuali Yuan yang kini hanya diam tempat duduknya. Dia hanya menatap adik-adiknya sesaat lalu menghembuskan napas panjang.
"Kalian bersekongkol untuk menjatuhkanku sekarang!" gerutu Yuan kesal.
*****
To be Continue....
Terima kasih banyak sebelumnya untuk teman-teman yang sudah menyukai cerita ini dan menambahkannya ke daftar bacaan. Semoga ada yang merekomendasikan cerita ini dan memberikan review di kolom komentar yaa ❤️