webnovel

Teringat Tentangnya

Rafael tak akan lupa semua itu.

Suara deburan ombak yang datang dan pergi. Rasa panas matahari yang cukup terik, namun beruntung angin sepoi-sepoi juga datang untuk memberikan kesejukannya tersendiri. Bersama dengan suara kicauan burung yang datang dari kejauhan.

Namun lebih dari itu, dia tidak akan pernah melupakan sensasinya.

Saat tubuh Luna berada di atas pangkuannya. Melupakan segala keindahan yang ada di sekitar mereka, keduanya malah asyik dalam fatamorgana tersendiri. Lebur dalam sebuah cumbuan yang begitu dalam di antara mereka. Oleh tautan bibir hingga lidah yang terjadi, rabaan dan elusan di tubuh masing-masing, hingga tubuh yang juga terus bergesekan samar-samar.

Rafael tak akan melupakan semua ini. Dia tak akan melupakan sisa rasa air kepala muda yang dia raup dari bibir perempuan itu, bersama dengan gelayutan mesranya pada kedua sisi pinggang Rafael. Dia tak akan melupakan bagaimana ritme napas mereka terdengar bak melodi yang saling bersahutan, bersama dengan beberapa desahan-desahan manja yang sesekali dia keluarkan.

Namun lebih lebih dari semua itu, hal yang paling tidak akan terlupakan olehnya adalah perasaannya saat itu. Saat dia menghentikan cumbuan mereka sejenak, meraih kedua sisi wajah wanita itu untuk menatapnya lekat-lekat. Melihat wanita cantik itu perlahan membuka matanya sambil mengendalikan napasnya lagi.

Cinta. Sayang. Rasa ingin memiliki. Rasa takut kehilangan.

Itulah yang menggedor-gedor jantungnya. Bercampur dan menyesak hingga ke sistem pernapasannya. Setelah dengan mudah menyingkirkan akal sehatnya.

"Apa kamu nggak takut?"

Di sisa-sisa akal sehatnya pria itu bertanya. Menatap penuh gairah kedua mata yang sendu dan nyaris berkaca-kaca itu.

"Kalau begini… kita bisa benar-benar melakukan kesalahan. Kamu sendiri yang bilang, kalau di sini tak ada orang."

Karena pada saat itu emosi Rafael bercampur aduk. Dia adalah pria yang sudah bertunangan, sementara Luna adalah wanita yang sangat dicintai oleh sahabatnya Gino. Mereka tak seharusnya berakhir saling menginginkan seperti ini. Namun hati tak bisa berdusta. Apalagi tubuh yang dipenuhi oleh hasrat dan haw nafsu ini, dia tak bisa dikendalikan. Apalagi karena mereka hanya berdua di pulau yang sepi ini. Seakan-akan memang hanya tinggal mereka berdua di dunia ini.

Tapi wanita ini adalah spesies teraneh di dunia.

Dia kadang pemalu dan begitu sulit untuk didekati, namun seketika bisa berubah menjadi penggoda yang handal. Seperti bagaimana dia bisa berhasil membuat Rafael bertekuk lutut seperti ini. Seperti bagaimana Rafael jadi sering melupakan norma dan komitmennya belakangan ini.

Lihatlah bagaimana dia melarikan kedua tangannya ke leher Rafael kini. Dengan helaan napas yang terengah-engah. Dengan desahan. Ketika dia pun membisikkan, "Aku takut. Tapi aku juga nggak mau kamu tinggalkan. Aku merindukan semua ini, Rafael. Aku merindukan kamu."

Sial.

Kalau sudah begini hancur leburlah sisa pertahanan yang Rafael punya. Terbang sudah akal sehatnya, melebur di udara lalu mungkin jatuh sebagai embun di lautan biru yang aromanya tercium hingga ke sini. Hal yang membuat mereka semakin larut dalam momen tak biasa ini.

Maka mereka berciuman lagi. Lebih dalam, lebih penuh perasaan, dan lebih intim. Rafael ingat bagaimana pria penuh karisma sepertinya benar-benar telah kehilangan kendali. Saat dia terus mengklaim bibir itu sepenuhnya, seraya tangannya terus meraba-raba bagian yang menjadi fantasinya selama ini. Sementara Luna juga terus menyerahkan diri padanya. Membiarkan Rafael menyelami bibirnya hingga sedalam-dalamnya, membiarkan Rafael menyentuhnya. Saat jemari lentik perempuan itu juga mulai haus untuk menyentuh kulit-kulit perutnya.

Namun sebenarnya ada yang lain.

Luna memang dikuasai gairah. Wanita ini memang berusaha menerima setiap sentuhan yang Rafael berikan, sambil terus berusaha mengimbanginya. Tapi entah kenapa Rafael merasakan sejenis emosi yang tak biasa. Dia seperti meledak-ledak, emosional, serta penuh kegelisahan.

Hingga.

Ciuman yang manis itu tiba-tiba menjadi misteri terbesar, saat Rafael merasakan rembesan air di wajah mereka yang menempel. Bahkan tak butuh waktu lama sebelum air itu ikut menelusup masuk ke dalam mulut mereka yang masih saling bertautan. Memberikan rasa asin, seperti air di lautan.

Rafael sontak menghentikan kegilaannya. Dia kini memandang penuh kekhawatiran wanita itu yang tiba-tiba kini berlinangan air mata. Yang walaupun berusaha dia sembunyikan dengan menyeka ataupun mengalihkan pandangan, tapi tetap bisa terlihat dengan jelas bagi Rafael.

Pria itu langsung meraih dagu Luna. Mengajaknya untuk kembali saling berpandangan. Membuat wanita itu mau tak mau harus menghadapinya.

"Kamu kenapa lagi sih? Ada apa denganmu? Kenapa kamu terus membuatku bingung seperti ini?"

Seingat Rafael, dia sampai berteriak frustrasi kepada wanita itu.

***

'Tch, kenapa sih aku sampai teringat hal itu lagi? Menghancurkan mood saja pagi-pagi.'

Rafael menghela napas berat sambil memegangi pelipisnya. Berusaha menahan rasa sakit yang terasa di sana.

Hari ini kembali dia melakukan rutinitasnya. Meninggalkan rumahnya yang nyaman dan megah, kembali menuju Raftech untuk melakukan tugasnya sebagai pendiri dan pemimpin perusahaan.

Namun hari ini hatinya kembali menjadi tak karuan. Membuatnya tak bisa melarikan diri lagi dari momen nostalgia, saat dia mengingat masa-masa bersama sang cinta pertama.

'Tapi waktu itu ingatanku belum kembali, sehingga aku tak mengerti. Aku penasaran hal apa yang membuatnya menangis tiba-tiba? Mungkinkah karena dia ingat segalanya, mengingat tempat itu sangat bersejarah untuk kami sekitar sebelas dan dua belas tahun yang lalu saat kami masih pacaran. Tempat di mana kami semakin jatuh cinta terhadap satu sama lain….'

Namun Rafael menahan ucapannya setelah itu. Secepatnya ia menggelengkan kepala.

'Jatuh cinta satu sama lain? Saat itu bahkan dia mungkin tak terlalu ingat semua itu karena tersilaukan oleh uang. Mungkin itu hanya rasa penyesalan atau mungkin sejenis sandiwara lagi, agar aku terjebak dalam permainannya.'

Sekali lagi Rafael menepis segala pemikiran itu. Dia mencoba untuk tidak terjebak dalam semua nostalgia ini lebih jauh.

Mengabaikn semua itu, pria itu akhirnya mengangkat wajah. Melihat bagaimana sopir di depan terus membawanya membelah keramaian ibu kota demi mengantarkannya ke gedung Raftech. Namun kemudian dia sadar akan sesuatu yang terlewatkan olehnya.

'Ini kan… tempat aku kecelakaan dulu?'

Pria itu memandang spot di mana seingatnya merupakan titik kegemparan itu terjadi. Saat terakhir kali dia masih sempat sadar, sebelum kemudian dunianya hitam sama sekali.

'Tapi… sekarang aku baru ingat… rasa-rasanya ada yang kulewatkan dalam kejadian itu. Rasanya ada hal aneh yang terjadi… sebelum aku hilang fokus dan akhirnya tabrakan.'

Rafael bergumam begitu sambil lebih memegangi kepalanya. Karena hal itu membuat kepalanya yang telah pusing jadi tambah pusing. Terutama ketika dia semakin berusaha untuk mengingat semuanya lagi ke belakang. Di mana hal-hal menakutkan tentang proses kecelakaan itu melintas di pikirannya.

'Argh, stop it, Rafael.' Ia mengomeli dirinya sendiri. 'Kamu harus segera bekerja, jadi kamu harus fokus sepenuhnya dengan pekerjaan kamu. Berhentilah memikirkan hal-hal tak perlu yang hanya mengacaukan segalanya seperti ini.'

***