webnovel

Apa Yang Dicari Rafael?

Ini adalah malam kedua Luna menginap di apartemen Gino. Di mana tadi mereka juga pulang lebih awal dari 'Dear Moon' café. Sebab mereka harus membawa dan memindahkan barang-barang milik Luna ke kediaman pria itu, sehingga dia juga bisa membenahi kamar yang akan ditinggalinya untuk lebih membuatnya nyaman.

Selama proses pembenahan itu Luna jadi sering sekali menghela napas. Kembali lagi-lagi dia merasakan beban di pundaknya karena semua ini. Tentang bagaimana dalam beberapa hari kehidupan damainya mendadak berubah menjadi kacau seketika.

'Apa nggak ada yang bisa kulakukan selain menunggu? Karena rasanya… ini sungguh nggak masuk akal. Kenapa aku harus menderita karena perbuatan orang ini, sementara polisi juga tidak membantu sama sekali?' Luna kembali sibuk menggerutu. 'Apa aku hanya harus pasrah saja dengan semua ini? Bagaimana kalau solusinya tidak juga ditemukan dalam jangka waktu yang cukup lama? Tak mungkin aku terus hidup begini.'

Luna melirik pintu kamarnya yang tertutup rapat. Kembali jadi kepikiran soal Gino serta rasa tak enak yang dia rasakan. Tanpa dia sadari, kalau justru memang pria itulah yang telah mengacaukan kehidupannya ini.

'Tapi masa sih… beneran sampai nggak ada bukti kuat sama sekali? Gimana bisa… nggak kamera CCTV yang menangkapnya? Padahal kan di sana lumayan ramai. Rata-rata rumah sudah memasang kamera. Tapi kenapa bisa hal seperti ini terjadi?'

Luna mengepalkan tangannya kesal.

'Juga… alasan dari pengelola kontrakan itu juga sangat nggak masuk akal sama sekali. Kenapa bisa CCTV mereka mati sudah dalam waktu yang lama, namun tidak memperbaikinya? Padahal kan tempat kos itu selalu ramai dan lumayan populer. Biasanya juga pelayanannya bagus dan memuaskan, walaupun lebih mahal dari sewa gedung kontrakan lainnya, tapi di sana katanya selalu menjamin kenyamanan para penyewa. Bagaimana mungkin saat hal ini terjadi… mereka malah nggak tahu apa-apa?'

Saat itu ekspresi Luna berubah. Mendadak gadis itu kepikiran soal yang lain.

'Atau jangan bilang… sebenarnya… ada konspirasi lain di balik semua ini? Gimana kalau mereka bekerja sama dengan pelaku atau malah terlibat atas semua yang terjadi? Hal itu bisa saja terjadi, kan? Mengingat… untuk saat ini nggak ada siapapun yang bisa kupercaya atas kasus ini. Karena pelakunya bisa siapa saja yang mengenalku.'

Saat memikirkan hal itu, ponsel Luna berbunyi singkat. Saat dia memeriksa tampak Gino mengirimkan pesan singkat padanya.

[Gino: Aku beli pizza sama donat kesukaan kamu nih. Keluarlah. Kita makan sama-sama.]

Namun Luna malah menggigit bibir bawahnya karena hal itu. Desahan pelan.

"Tch, ini yang lebih membuatku tak enak. Perlakuan dan perhatian dari Gino. Walau dia selalu bilang kalau dia tulus dan tak bermaksud untuk membawa-bawa perasaannya dalam hal ini, tapi mana mungkin aku bisa mengabaikan semua itu begitu saja? Padahal aku tahu hatinya?"

Bagaimana kalau Gino terus bersikap manis padanya? Akan bagus kalau hal itu memang bisa membuatnya berubah pikiran, sehingga akhirnya jatuh cinta pada Gino. Tapi bagaimana kalau malah hatinya tak berubah sama sekali? Hatinya masih hanya terus menganggapnya sebagai teman? Hal yang sejujurnya masih sangat dia rasakan betul di dalam hatinya saat ini.

'Argh sudahlah. Aku ikuti saja alurnya. Biar waktu yang menjawabnya.'

***

Penemuan mengejutkan yang didapatkan oleh Rafael melalui rekaman yang dia dapatkan dari kantor polisi itu, membuatnya menjadi semakin penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi. Itu sebabnya pria itu segera pergi ke luar lagi. Walaupun saat itu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Rafael pergi? Ke mana?" tanya Abraham yang keluar dari ruang kerjanya saat mendengar ribut-ribut di luar. Menemukan Bertha yang tampak juga kaget dan tak mengerti karena putranya itu bahkan tidak minta izin padanya.

"Aku juga nggak tahu. Dia hanya titip pesan pada salah satu Asisten Rumah Tangga kita. Katanya hanya pergi sebentar dan dengan sopir yang biasa ikut dengannya."

Abraham mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi sang putra. Namun sudah lebih dulu berdering. Ternyata Rafael yang menghubunginya.

"Halo? Raf, kamu ke mana saja nggak bilang-bilang?"

'Maaf, Pa. Tadi kalian nggak ada. Sementara aku terburu-buru.' Itulah jawaban sang putra. 'Tapi Papa nggak perlu khawatir kok. Aku dengan salah satu sopir kita kok. Dia juga berkendara dengan aman. Nggak ada yang perlu Papa khawatirkan.'

"Benarkah? Tapi untuk apa kamu ke luar? Apa yang harus kamu urus?"

Rafael tak lantas menyahut. Entah kenapa terkesan seperti dia berpikir dulu untuk menyahutinya. Hal yang membuat Abraham jadi semakin curiga.

'Untuk hal itu akan kuceritakan nanti pada saatnya, Pa. Yang jelas aku bakal urus dulu semuanya sampai aku yakin. Nanti pasti aku akan cerita pada Papa dan Mama. Ya udah, Pa. Aku hanya akan mengabari itu. Aku akan segera pulang kok kalau semuanya sudah selesai. Jadi tak perlu khawatir.'

Sambungan terputus setelah itu. Menyisakan Abraham yang malah semakin merasa heran saja dengan maksud kepergian putranya. Apa yang membuatnya sampai begitu bergegas dan terengah-engah begitu?

"Pa?"

Lamunan pria itu buyar. Menemukan sang istri yang memanggilnya dari ambang pintu kamar putra tunggal mereka itu. Ekspresi Bertha menyiratkan kalau ada hal yang dia temukan di dalamnya.

Ketika dia menyusul sang istri, Bertha berada di depan meja sofa yang ada di kamar itu. Ada beberapa file yang berantakan di atasnya, menemani sebuah laptop yang terkembang di tengah-tengah. Sementara itu ada tiga USB juga. Di mana salah satunya tercolok pada laptop tadi.

"Kemarilah. Lihat ini."

Bertha menunjukkan apa yang tengah diputar di layar laptop. Terlihat sebuah rekaman video di sana. Hal yang langsung mereka kenali. Karena tentu saja, mana mungkin mereka melupakan hari kelam yang pernah terjadi di keluarga mereka itu?

Bertha memutar sedikit. Sebelum menghentikannya saat kendaraan itu hilang kendali, lantas melaju menuju pembatas jalan.

"Kenapa dia melihat semua ini?" tanya Abraham tak mengerti.

"Tadi pagi Rafael memang membahasnya denganku. Katanya… dia hanya penasaran saja dengan semua itu. Dia ingin tahu apa yang terjadi, karena dia sendiri masih belum ingat kejadian tepat di malam itu. Satu-satunya yang luput dari ingatannya – begitulah katanya."

Masalahnya kalau ini bisa membuat Rafael jadi langsung bergegas keluar rumah begitu, bukankah artinya memang ada yang tidak beres? Pasti ada sesuatu yang sangat menarik perhatian dan mengganggunya.

'Apa dia menemukan hal yang aneh soal kecelakannya?' Mata Abraham sedikit membesar memikirkan hal itu. Ada emosi yang terkumpul di dadanya. Firasat pun mulai bermunculan. 'Jangan bilang kalau….'

"Coba, Ma. Biar Papa lihat," ucap Abraham sambil meminta alat komunikasi itu dari istrinya. Lagi-lagi memeriksa isi rekaman itu, berusaha menemukan sesuatu yang tadi mungkin luput dari perhatiannya.

***