"Ini, minum untukmu." Hexa memberikan air putih kepada Aileen.
Tanpa pikir panjang, wanita itu langsung menyambarnya serta meneguk sampai habis. Sementara yang lainnya, terus saja memandangi Hexa dengan tatapan penuh nafsu. Andai Aileen tidak mencegahnya, sudah pasti Hexa menjadi santap makan siang mereka detik itu juga.
"Hexa, sebaiknya kita pindah ke sana saja," ajak Aileen sudah memegangi tangan pria tersebut.
"Kenapa?" Hexa menyernyitkan dahinya.
Aileen tidak menjawab. Ia membawa Hexa ke tempat yang lebih aman. Ia takut kalau nanti Hexa akan mencurigai teman-temannya. Mereka diberikan waktu yang cukup untuk beristirahat. Hingga akhirnya, latihan dimulai kembali. Hexa dan Aileen berbaris dengan yang lainnya.
Di sisi lain. Diam-diam seorang pria terus saja mengamati pergerakan yang dilakukan oleh Hexa. Dia adalah Damian. Rupanya ancaman yang diberikannya tidak membuat Hexa gentar. Bahkan pria itu semakin dekat dengan Aileen. Begitupun dengan Aileen, wanita itu lupa akan identitas yang sebenarnya. Perbedaan di antara mereka dihiraukan oleh Aileen.
Geram melihat itu semua, kembali Damian melayangkan pukulan keras pada batang pohon yang cukup besar itu. Ia akan mengancam Hexa untuk kedua kalinya. Ia tidak ingin ada satu pria pun mendekati Aileen. Sebab, Aileen akan dijodohkan dengannya.
Sekarang waktunya bagi mereka menunjukkan kehebatan masing-masing. Hexa diminta untuk lebih dulu bertanding dengan salah satu dari mereka. Hexa menerima tantangan tersebut. Ia mulai memasang kuda-kuda. Bersiap menangkis, serta menyerang musuh yang ada di depannya. Setiap serangan yang datang, berhasil dihalau olehnya.
"Hexa ayo!" pekik Aileen memberikan semangat.
Suasana di sana terdengar begitu riuh. Tidak hanya itu, terdengar suara pukulan keras dikeluarkan oleh keduanya. Dengan lihai, Hexa memainkan kedua lengan serta kakinya. Tetapi, suara teriakan Aileen membuat konsentrasinya tidak stabil. Ia sedikit memalingkan wajahnya. Pada akhirnya, sesuatu terjadi.
Buggg…. Buggg… Bugg…
Satu pukulan keras mengenai wajah serta pukulan lain berhasil menghujami tubuhnya. Hexa belum sempat menghindar. Membuatnya terjatuh tidak berdaya. Aileen yang melihatnya, langsung menghampiri Hexa. Tampak darah merah mengalir dari hidungnya. Darah segar itu mengeluarkan aroma menyengat. Aileen sampai menutup hidungnya agar tidak mencium aroma tersebut.
"Ssstttt…."
Semua manusia serigala yang ada di situ mengeluarkan taring panjangnya. Aileen panik, sementara Hexa tidak sadarkan diri karena wajah dan dadanya telah dihujam dengan brutal. Mata para manusia serigala itu terlihat memerah. Siap untuk menangkap mangsa yang ada di hadapannya. Darah segar yang tersinari matahari, menyebabkan aroma sedap.
"Darah…" Desahan mereka lirih.
Aileen yang panik, langsung membawa Hexa untuk pergi dari tempat itu. Aileen bergerak melesat secepat kedipan mata.
"Di mana mereka?" Mata predator itu mencari keberadaan Hexa.
"Aileen telah membawanya pergi."
"Ck!"
Di tempat yang aman, Aileen meletakkan tubuh Hexa. Ia membiarkannya tergeletak begitu saja. Beberapa kali Aileen berusaha untuk membangunkan. Sekuat tenaga Aileen menjaga agar tidak tergoda. Tetapi jiwanya sebagai manusia serigala tidak bisa disembunyikan. Naluri predator itu muncul. Aileen mengeluarkan kedua taring tatkala melihat darah segar yang mengalir.
Ia mengusap darah tersebut dengan tangannya. Lalu, menciumnya dalam-dalam. Merasakan kenikmatan yang tiada tara. Sadar dengan kesalahannya, Aileen segera menyingkirkan darah tersebut. Ia kembali menahan dan berusaha untuk membuat Hexa tersadar.
"Hexa, bangun! Hexa!" ujar Aileen terus menggoyahkan tubuh pria tersebut.
Di tempat itu tidak terdapat satu orang pun. Hanya ada mereka berdua saja. Tetapi, di dekat mereka terdapat gemercik air yang mengalir. Aileen memikirkan sesuatu. Ia kemudian pergi ke aliran sungai tersebut. Membawa sedikit air dengan sebuah bamboo berukuran sedang.
"Hexa, bangun!" Aileen memercikkan air tersebut ke wajah Hexa.
Ternyata idenya itu berhasil. Perlahan Hexa membuka kedua mata. Sayup-sayup terlihat senyuman Aileen menghiasi bibirnya. Sekarang Aileen dapat bernapas lega. Setidaknya Hexa sudah sadarkan diri. Karena pukulan keras itu, Hexa sedikit merasakan sakit di bagian kepalanya.
"Kita pulang sekarang," ujar Aileen.
"Lalu, bagaimana dengan latihan kita?"
"Jangan pikirkan. Yang terpenting sekarang adalah kesehatanmu. Biar aku bantu."
Saat Aileen hendak memapah Hexa, pria itu tiba-tiba saja menghentikannya.
"Tunggu, kamu tidak kuat mengangkat tubuhku. Kenapa kita bisa ada di sini? Dan, mana yang lain?" Hexa bertanya-tanya karena melihat Aileen sedikit kesusahan memapah tubuhnya.
"Emmm… Tadi ada yang membantu."
"Oh iya? Tempat ini jauh dari tempat latihan. Dan siapa yang membantu?"
"Sudahlah, jangan banyak bertanya. Kita pulang sekarang."
Aileen tidak ingin Hexa bertanya lebih lanjut. Ia memutuskan untuk membawa pria itu ke rumah. Raut wajah Hexa terlihat kebingungan. Tetapi ia berusaha untuk tidak mencecar Aileen dengan berbagai macam pertanyaan.
Selama berjalan melewati permukiman distrik, Aileen kekususahan. Kakinya seperti terseret karena harus memapah Hexa secara perlahan. Tidak mungkin ia akan membawa Hexa melesat. Jika sampai itu terjadi, maka Hexa akan mengetahui tentang identitasnya.
"Kalau bukan karena menyembunyikan identitas, aku tidak mau bersusah payah seperti ini," gerutu Aileen dalam hatinya.
Beberapa saat kemudian, akhirnya mereka sampai di rumah. Rupanya Jelena sedang berada di luar. Melihat kondisi Hexa seperti itu, Jelena memutuskan untuk membantunya. Dua wanita itu membawa Hexa ke dalam rumah dan duduk di sebuah kursi.
"Apa yang sudah terjadi?" tanya Jelena.
"Tadi kita sedang bertanding, tapi Hexa lengah dan terkena pukulan."
Jelena menghela napas sejenak, "Biar Ibu buatkan ramuan dulu."
Aileen mengangguk paham.
Selagi menunggu sampai ramuan itu selesai, Aileen membersihkan sisa luka yang ada di wajah Hexa. Ia membawa air bersih dan mulai membersihkan wajah pria itu. Posisi mereka sekarang sangat dekat sekali. Aileen bisa memandang wajah Hexa dari jarang yang dekat. Semua itu berhasil membuat jantungnya berdegub dengan kencang.
Kedua mata mereka saling beradu pandang. Hingga tanpa disadari, Jelena telah menyelesaikan ramuan racikannya. Wanita itu tersenyum tatkala menyaksikan dua orang remaja sedang jatuh hati. Jelena membiarkannya. Sampai Aileen tersadar dan langsung mengalihkan pandangan ke tempat lain.
"Ini ramuannya, diletakkan di bagian lukanya saja," ujar Jelena memberikan arahan.
"Ini ramuan apa?"
"Agar lukamu cepat kering."
Hexa mengerti dan meminta agar Aileen membantunya.
Aileen merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Hexa. Sebab, ia yang sudah meminta pria itu untuk berlatih. Aileen tidak menyangka kalau Hexa akan terluka seperti ini. Selesainya mengobati luka itu, kemudian Aileen beranjak. Ia hendak meletakkan sisa ramuan di dapur. Sementara itu, perlahan Hexa menutup kedua kelopak mata. Ia merasakan sakit di kepala, sehingga memerlukan istirahat yang cukup.
**
Pagi hari.
Seorang pria membuka mata dengan sempurna. Ia tersadar dari mimpi yang menemaninya semalam. Ramuan itu bekerja dengan cepat. Tidak butuh 24 jam, luka Hexa sudah mengering. Kondisinya juga sudah lebih membaik dari sebelumnya. Pagi ini, Hexa lebih dulu terbangun. Sedangkan penghuni rumah yang lain, masih tertidur dengan lelap.
Karena bosan di dalam kamar, Hexa memutuskan untuk keluar rumah. Suasana hening sekali. Matahari juga belum menampakkan sinarnya. Aktifitas warga sekitar belum dimulai. Hanya terasa hembusan angin di pagi buta tersebut.
"Sudah sejauh ini, kenapa aku belum bisa mengingat tentang masalaluku?" ujar Hexa pelan.
Distrik ini unik, dan membuat Hexa semakin tertarik. Jauh dari kota, dan juga keramaian. Hanya mengandalkan hasil alam, serta hewan menjadi sumber makanan bagi mereka. Selama mengamati rumah yang ada di sekitarnya, Hexa terkejut karena ada sebuah tangan yang menyentuh bahunya. Saat ia menoleh, rupanya itu adalah Damian.